Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teknik Bimbingan Individual

a. Pengertian Teknik Bimbingan Individual
Jejak Pendidikan- Sebelum membahas mengenai teknik bimbingan individual, akan terlebih dahulu diuraikan mengenai pengertian bimbingan. Istilah “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance”. Seperti yang telah dijelaskan oleh Winkel (1991), dalam bukunya Thohirin yang menjelaskan arti kata“guidance” yaitu: “Kata “guide” mempunyai beberapa arti: (a) memperlihatkan jalan (showing the way), (b) memimpin (leading), (c) memperlihatkan petunjuk (giving instruction), (d) mengatur (regulating), (e) mengarahkan (governing), dan (f) memberi hikmah (giving advice).” (Winkel, 1991).

Istilah “guidance” sendiri, juga diterjemahkan dengan arti derma atau tuntunan. Ada juga yang menerjemahkan kata “guidance” dengan arti menolong atau pertolongan. Menurut Anas Salahuddin juga dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling” menyampaikan bahwa:
Bimbingan merupakan derma yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli. Akan tetapi, tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian bimbingan. Pengertian bimbingan formal telah diungkapkan orang setidaknya semenjak awal kala ke-20, yang diperakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu, muncul rumusan perihal bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya.”

 akan terlebih dahulu diuraikan mengenai pengertian  Teknik Bimbingan IndividualBimo Walgito mendefinisikan bimbingan ialah pertolongan yang diberikan kepada individu untuk menghindari dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya biar mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Tetapi tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya bimbingan. Seorang guru yang membantu siswanya menjawab soal-soal ujian bukan merupakan suatu bentuk “bimbingan”. Seorang guru yang membantu membayarkan uang sekolah (SPP) siswanya juga bukan merupakan bimbingan. Bantuan atau tuntunan atau pertolongan yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling yang bermakna bimbingan konteksnya ialah lebih bersifat psikologis. Menurut Thohirin, derma atau pertolongan yang bermakna bimbingan harus memenuhi beberapa syarat, menyerupai di bawah ini:
“Bantuan atau pertolongan yang bermakna bimbingan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) ada tujuan yang terperinci untuk apa derma itu diberikan, (b) harus terencana, (c) berproses dan sistematis, (d) memakai cara-cara atau pendekatan tertentu, (e) dilakukan oleh orang ahli, (f) dievaluasi untuk mengetahui hasil dari pemberian bantuan, tuntunan, atau pertolongan.”

Dari syarat-syarat derma atau pertolongan yang telah dikemukakan oleh Thohirin, sanggup peneliti uraikan bahwa syarat yang pertama adalah ada ada tujuan yang jelas. Maksud dari adanya tujuan yang terperinci disini ialah sebuah acara bimbingan yang diberikan kepada para siswa harus selayaknya mempunyai tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu biar pelaksanaan jadwal yang diberikan juga sanggup mengenai target dengan baik menyerupai yang diinginkan. Syarat yang kedua, yakni derma itu harus bersiklus dan  tidak asal-asalan. Jika seorang pembimbing melaksanakan bimbingan kepada kliennya dengan asal-asalan maka tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya tidak akan sanggup tercapai dengan maksimal. Yang ketiga, yaitu berproses. 

Arti kata berproses disini ialah sebuah derma atau pertolongan yang diberikan kepada seorang siswa tidak sanggup dilakukan hanya dalam waktu singkat, dikarenakan sebuah bimbingan memiliki tahapan-tahapan yang terperinci dan sistematis dalam acara pelaksanaannya. Keempat, memakai cara dan pendekatan tertentu. Sebuah acara layanan bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing akan sanggup berjalan dengan baik jikalau mempunyai pendekatan-pendekatan yang benar dalam proses pelaksanannya. Kelima, dilakukan oleh ahli. Kegiatan layanan bimbingan yang dimiliki sebuah forum tentunya dilakukan oleh seorang guru pembimbing yang cukup memadai dan handal dalam bidang tersebut, lantaran seorang guru pembimbing tentunya telah mengenal betul akan dunia bimbingan dan konseling. Dan yang terakhir ialah melaksanakan evaluasi. Dalam sebuah layanan bimbingan dan konseling seorang pembimbing harus senantiasa melaksanakan penilaian terhadap acara yang telah berlangsung biar supaya pembimbing tersebut sanggup menentukan jalan atau langkah apa yang selanjutnya dilakukan bagi kliennya atau siswa.

Kegiatan bimbingan tidak dilakukan secara kebetulan,insidental, tidak sengaja, asal-asalan; melainkan acara yang dilakukan secara sengaja, berencana, sistematis, dan terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bimbingan juga dihentikan memaksakan individu (siswa) untuk menuju kesatu tujuan yang ditetapkan oleh pembimbing, melainkan membantu mengarahkan individu ke arah tujuan yang sesuai dengan potensinya secara optimal. Pilihan dalam pemecahan masalah ditentukan oleh individu sendiri, sedangkan pembimbing hanya membantu mencarikan alternative solusinya saja. Dalam setting persekolahan atau madrasah, bimbingan berarti memperlihatkan derma atau pertolongan kepada setiap individu dari mulai bawah umur hingga cukup umur (dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tinggi).

Setiap individu berbeda dalam hal kapasitas potensinya. Melalui bimbingan individu dibantu biar potensi yang dimilikinya berkembang seoptimal mungkin. Melalui bimbingan pula individu juga dibantu biar sanggup memahami dirinya, mendapatkan dirinya, mengarahkan dirinya, dan mewujudkan dirinya sesuai dengan kapasitas potensi yang dimilikinya. Individu (siswa) hidup ditengahtengah masyarakat dan ia pun menjadi anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, individu dituntut untuk bisa menyesuaikan perilakunya sesuai tuntutan masyarakat. Dengan perkataan lain, biar individu memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya ditengah-tengah masyarakat, ia harus bisa menyesuaikan dirinya secara baik.

Kegiatan bimbingan ini juga dalam perjuangan membantu atau menolong individu, harus mencerminkan suasana kasih sayang, keakraban, saling menghormati, saling mempercayai, tanpa pamrih (tidak mengedepankan materi). Simpati dan tenggang rasa harus diwujudkan dalam upaya pemberian bantuan. Selain itu pemberian derma juga harus didasarkan pada hukum atau norma-norma yang berlaku. Pengertian bimbingan juga dikemukakan oleh andal lain, menyerupai Hallen A. yang beropini bahwa bimbingan adalah:
“Proses pemberian derma yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka menyebarkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan memakai banyak sekali macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif biar tercapai kemandirian sehingga individu sanggup bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.”

Dari pendapat Hallen di atas, sanggup peneliti tarik kesimpulan bahwa sebuah layanan bimbingan tentunya harus bisa mempersiapkan seorang individu untuk menyebarkan talenta dan potensi yang dimilikinya secara optimal supaya pada kesannya nanti individu tersebut sanggup mencapai sikap berdikari dan sanggup memperlihatkan manfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Sejalan dengan Hallen A., Dewa Ketut Sukardi juga beropini bahwa sebuah layanan bimbingan yang dilakukan oleh seorang guru pembimbing kepada individu harus dilakukan secara sistematis biar mencapai tujuan yang diinginkan yaitu mencetak individu yang mandiri. Kemandirian ini mempunyai beberapa fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh individu berdikari tersebut seperti: (a) mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya, (b) mendapatkan diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri sendiri, (e) mewujudkan diri mandiri.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 perihal Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan derma yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, maka sanggup peneliti simpulkan bahwa bimbingan ialah derma yang diberikan kepada seorang individu atau sekelompok individu (siswa) dalam mengatasi banyak sekali macam permasalahan dan menyebarkan diri individu tersebut secara berdikari sehingga sanggup mencapai kesejahteraan dalam hidupnya.

b. Tujuan Bimbingan
Tujuan yang sangat fundamental dari bimbingan berdasarkan Jones ialah sanggup memecahkan permasalahannya sendiri dan membuat keputusan yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Dengan demikian suatu keputusan yang diambil bukan merupakan hasil paksaan seseorang melainkan tiba dari dalam diri sendiri. Secara umum tujuan bimbingan menyerupai telah disebutkan diatas pada dasarnya ialah biar insan bisa memahami potensi insaniah-nya, dimensi-dimensi kemanusiaannya, termasuk memahami banyak sekali masalah hidup dan mencari alternatif pemecahannya. Pemahaman perihal fatwa islam (melalui al-Qur’an dan hadits) secara prefentif akan sanggup mencegah individu dari segala sesuatu yang bisa merugikan esensi dan eksistensi dirinya.

Selain dibekali dengan potensi fitrah , insan diciptakan oleh Allah Swt. juga diserahi kiprah dan tanggung jawab kemanusiaan. Tugas dan tanggung jawab insan sebagai makhluk ciptaan-Nya. Sehingga sanggup dikatakan bahwa kiprah dan tanggung jawab insan itu ialah beribadah kepada Allah Swt. Setelah insan memahami bahwa ia diciptakan oleh Allah Swt. untuk menunaikan kiprah dan tanggung jawab mengabdi (beribadah) kepada Allah, hendaknya insan mendapatkan diri sebagaimana mestinya. Dan sebagai wujud penerimaan diri mereka dibutuhkan mereka bisa mewujudkan sikap positif menyerupai halnya berprilaku baik kepada sesama maupun lingkungannya. Secara lebih khusus siswa yang berada dilingkungan sekolah. Setelah memahami pengertian dari bimbingan itu sendiri, maka selanjutkan berdasarkan Thohirin, yang dimaksud dengan teknik bimbingan individual ialah suatu derma dari pembimbing kepada terbimbing atau individu biar sanggup mencapai tujuan dan kiprah perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang bisa bersosialisasi dan mengikuti keadaan dengan lingkungan secara baik.

Adapun pendapat lain dari W.S. Winkel dan M.M Sri Hastuti, menyampaikan bahwa bimbingan pribadi atau bimbingan individual adalah proses bimbingan yang membantu siswa menemukan dan menyebarkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, secara mantab dan berdikari serta sehaut jasmani dan rohani. Selanjutnya, Prayitno (1997) mengartikan layanan bimbingan pribadi ialah membantu siswa menemukan dan menyebarkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan berdikari serta sehat jasmani dan rohani.

Dari pendapat kedua andal di atas, yakni Winkel dan Sri Hastuti serta Prayitno maka terdapat kesamaan dalam pandangan mereka mengenai pengertian dari bimbingan individual atau bimbingan pribadi yaitu menyebarkan setiap talenta dan potensi yang dimiliki siswa sebagai individu yang taat kepada Penciptanya. Dengan kata lain bahwa teknik bimbingan individual ialah teknik bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk menemukan dan menyebarkan diri pribadinya sehingga menjadi pribadi yang mantab dan berdikari serta bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki.

Program bimbingan memberi tekanan besar pada bimbingan individual, maka kesempatan untuk bimbingan pribadi harus diberikan seluas-luasnya. Dalam teknik ini seorang pembimbing hanya menghadapi seorang anak bimbing. Biasanya bimbingan perseorangan atau individual menyerupai ini terjadi dalam wawancara penyuluhan pribadi. Dalam bimbingan individual inilah kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam jadwal acara umum akan terpenuhi.

Dari klarifikasi beberapa andal di atas maka sanggup ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan teknik bimbingan individual dalam penelitian ini ialah metode atau cara yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling biar siswa sanggup mencapai tujuan dan kiprah perkembangan individu, serta menyebarkan pribadi yang lebih mantab dan mandiri.

c. Dasar Bimbingan
Segala perjuangan atau perbuatan yang dilakukan insan selalu membutuhkan adanya dasar sebagai pijakan atau sandaran dalam melaksanakan suatu perbuatan tertentu. Secara umum, konsep bimbingan dan konseling telah dikenal sebagian orang melalui sejarah. Sejarah Yunani Kuno menyebutkan “Developing One’s Potential”, yang artinya pengembangan potensi individu. Dimana teori tersebut dikemukakan oleh Plato sekitar kala 18.  Dengan kata lain bahwa melalui pendidikan pada masa itu mereka menekankan upaya-upaya dalam rangka menyebarkan dan memeperkuat diri seorang individu biar individu tersebut bisa memposisikan dirinya dalam lingkungannya. Dan pada masa itu tokoh yang menjadi pencetus akan arti perihal bimbingan dan konseling ialah Plato. Dikarenakan pada masa itu, Plato sangat memperhatikan mengenai perkembangan seorang individu dalam hal psikologis.

Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 1970-1971, peranan bimbingan kembali menerima perhatian. Perkembangan bimbingan dan konseling semakin mantab dengan terjadinya perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi BK Indonesia (ABKIN) pada tahun 2001. Nama ini muncul dikarenakan adanya pemikiran bahwa bimbingan dan konseling seharusnya dijadikan sebagai profesi yang menerima ratifikasi dan kepercayaan publik.

Sedangkan dasar dari suatu bimbingan terdapat dalam firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan pesan yang tersirat dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui perihal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.” (QS.An-Nahl:125).

Ayat ini menyuruh untuk senantiasa memberi petunjuk dan teladan yang baik kepada orang lain pemberi petunjuk maupun bimbingan harus memakai cara arif. Karena sesuatu yang dilakukan dengan cara halus dan bakir akan lebih mengena dalam hati dibandingkan dengan cara kekerasan maupun pemaksaan. Seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah bahwa Rasulullah senantiasa bersikap baik dan bakir dalam setiap orang entah itu muslim sendiri maupun non muslim, terperinci bahwa sesuatu yang dilakukan dengan cara memaksa maka tidak akan baik pada akhirnya, sehingga Rasulullah melarang untuk bersikap garang apalagi dengan kekerasan.

d. Fungsi Bimbingan

Secara umum layanan bimbingan dan konseling mempunyai fungsi fasilitator baik bagi individu maupun lembaga.  Dalam arti bahwa bimbingan dan konseling berfungsi untuk mempermudah individu dalam mencapai kehidupan yang senang dan sejahtera menyerupai yang dibutuhkan baik di dunia maupun di alam abadi nanti. Fungsi bimbingan sifatnya hanya merupakan bantuan, lantaran individu yang mengalami masalah itulah yang mewujudkan dirinya sebagai makhluk seutuhnya, maksudnya hanya individu itulah yang sanggup menuntaskan masalahnya. Seorang pembimbing hanya mengantarkan individu tersebut kepada penyelesaian.

Para andal beropini bahwa fungsi bimbingan ialah sebagai berikut:
  • Mengorientasikan para siswa kepada sekolah,
  • Membantu para siswa untuk merencanakan pendidikannya di sekolah menengah, 
  • Membantu para siswa untuk mengenal minat dan kemampuan masing-masing, 
  • Mengorientasikan para siswa ke arah dunia kerja,
  • Membantu para siswa untuk memecahkan masalah relasi antara siswa wanita dan laki-laki,
  • Membantu para siswa berlatih menuntaskan tugas-tugas atau pekerjaan.”


Dapat kita lihat bahwa keenam fungsi yang telah dijelaskan diatas maka terdapat benang merah yaitu “membantu siswa”. Namun menyerupai yang telah peneliti jelaskan di awal pembahasan bahwa kata membantu disini lebih bersifat pada psikologis individu, sehingga individu tersebut sanggup menjadi seorang yang mandiri. Tidak selalu bergantung kepada orang lain, dan bisa menetukan sikap apa yang seharusnya dilakukan.

Pelayanan bimbingan dan konseling khususnya disekolah dan madrasah juga mempunyai beberapa fungsi yaitu: pemahaman, preventif, pengembangan, perbaikan, penyaluran, adaptasi, dan penyesuaian. Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan membahas satu persatu mengenai fungsi pelayanan bimbingan dan konseling di atas.
  • Fungsi pemahaman, yaitu membantu individu (siswa) biar mempunyai pemahaman terhadap dirinya yakni talenta dan potensinya, pendidikan, pekerjaan, dan norma-norma yang ada.
  • Fungsi Preventif seperti upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi banyak sekali masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Karena kita tahu bahwa mencegah itu lebih baik dari pada mengobati.
  • Fungsi Pengembangan, seorang konselor berupaya untuk membuat lingkungan berguru yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Agar siswa tersebut merasa lebih nyaman dan sanggup bersikap terbuka.
  • Fungsi Perbaikan (Penyembuhan), fungsi bimbingan ini bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian derma kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, maupun belajarnya.
  • Fungsi Penyaluran, Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu menentukan acara ekstrakurikuler, jurusan atau jadwal studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
  • Fungsi Adaptasi, Yaitu fungsi yang membantu para pelaksana pendidikan dalam sebuah forum khususnya konselor, guru untuk mengadaptasikan jadwal pendidikan terhadap latar belakang pendidikan yang ada.
  • Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) biar sanggup mengikuti keadaan secara dinamis dan konstruktif terhadap jadwal pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama yang dianutnya.


Sehubungan dengan itu, seorang pembimbing mempunyai tugas-tugas tertentu, antara lain:
  • mengadakan penelitian perihal keadaan sekolah,
  • memberikan saran-saran,
  • menyelenggarakan bimbingan,
  • mengambil langkah lain yang dianggap perlu.


Dalam poin yang ketiga yaitu menyelenggarakan bimbingan terhadap anak-anak, ditetapkan beberapa fungsi baik yang bersifat preventif, preservatif, maupun yang bersifat korektif atau kuratif. Preventif, yaitu dengan tujuan menjaga jangan hingga anakanak mengalami kesulitan dan mengindarkan hal-hal yang tidak diinginkan. Preservatif, yaitu perjuangan untuk menjaga keadaan yang telah baik biar tetap baik, jangan hingga keadaan yang baik menjadi keadaan yang tidak baik. Dan yang terakhir ialah korektif, yaitu mengadakan konseling kepada bawah umur yang mengalami kesulitan, yang tidak sanggup dipecahkan sendiri dan yang membutuhkan pertolongan dari pihak lain.

Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa tidak ringannya kiprah seorang pembimbing yang ada dalam suatu sekolah. Mengingat begitu banyak dan beratnya kiprah pembimbing di sekolah maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pembimbing, baik syarat-syarat yang bersifat intelektual maupun syarat-syarat yang lain. Dalam bimbingan yang dilakukan, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh seorang guru pembimbing kepada individu yang dibimbing ialah diantaranya:

  • Program bimbingan harus berpusat pada siswa,
  • pelayan bimbingan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan,
  • keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing,
  • pembimbing dihentikan memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing,
  • keputusan mana yang akan diambil diserahkan sepenuhnya kepada individu yang dibimbing.” 
Hasil pemberian layanan dibutuhkan tidak hanya mempunyai kegunaan pada waktu pemberian layanan itu saja, tetapi kalau individu mengalami masalah yang sama dikemudian hari ia akan sanggup mengatasinya sendiri, sehingga tingkat ketergantungan individu kepada pembimbing semakin berkurang.

e. Metode Dan Pendekatan Bimbingan Individual

Bimbingan individual dilakukan dengan cara perseorangan. Tiap orang dicoba didekati, dipahami dan ditolong secara perseorangan. Bimbingan ini dilaksanakan melalui wawancara eksklusif dengan individu. Dalam teknik bimbingan individual ini terdapat relasi yang dinamis. Karena individu tersebut merasa diterima dan dimengerti oleh pembimbing. Dalam relasi tersebut pembimbing mendapatkan individu dan tanpa memperlihatkan penilaian. Individu itupun merasa ada orang yang mau mendengarkan keluh kesahnya dan curahan hatinya.

Sehubungan dengan hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru pembimbing atau pendidik, yaitu: “Pertama, guru atau pendidik hendaknya membantu siswa sebagai makhluk multidimensional, makhluk bermacam-macam aspek, Kedua, hendaknya guru memperlakukan siswa sebagai  pribadi yang mempunyai ciri tersendiri (unik) yang dihentikan disamaratakan dengan siswa yang lain, dan ketiga, guru hendaknya membina relasi antarpribadi yang baik dengan siswa.”

Hubungan antarpribadi itu merupakan intisari pendidikan. Intisari pendidikan ialah relasi manusiawi antara guru dan siswa dan antara guru dengan guru yang lain. Keberhasilan pendidikan salah satunya amat dipengaruhi oleh berhasil tidaknya bangunan positif dan aman dari relasi antarpribadi tersebut. Kesuksesan seorang individu juga amat dipengaruhi oleh keberhasilannya dalam membangun relasi dan komunikasi dengan orang lain.

Adapun bentuk-bentuk yang dipakai dalam teknik bimbingan individual yaitu: (a) gosip individual, (b) penasehatan individual, (c) pengajaran remedial individual, dan (d) penyuluhan
individual.

Seperti yang kita tahu bahwa setiap jadwal layanan bimbingan dan konseling mempunyai beberapa cara atau bentuk sendiri dalam pelaksanaannya. Dan peneliti akan menjelaskan mengenai bentuk-bentuk yang ada dalam teknik bimbingan individual yang dikemukakan oleh Fenti Hikmawati, menyerupai di bawah ini:

1) Informasi Individual
Informasi individual berfungsi untuk memperlihatkan gosip yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Banyak siswa yang membutuhkan gosip perihal cara bergaul dengan teman, cara
mengerjakan kiprah dengan baik, cara menyebarkan talenta dan potensi yang dimilikinya, maupun cara menghadapi guru ataupun orang tua. Siswa yang merasa terkadang mereka telah salah dalam hal mengerjakan tugas, menentukan teman, ataupun bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, maka sanggup dibantu dengan teknik gosip individual ini. Beberapa cara yang sanggup dilakukan untuk memperlihatkan informasi-informasi tersebut kepada para siswa bisa dilakukan dengan cara menyerupai memperlihatkan gosip mulut kepada para siswa, baik itu secara individual ataupun secara kelompok, memperlihatkan gosip kepada para siswa, berdiskusi dengan guru kelas ataupun yang lainnya, dan lain sebagainya.

2) Penasehatan Individual
Salah satu yang sanggup dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam menangani kesulitan yang dihadapi siswa ialah memperlihatkan nasehat. Nasehat yang diberikan ini sanggup dilakukan dengan cara individual maupun kelompok. Nasihat apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa tentu saja sesuai dengan kebutuhan setiap siswa.

3) Pengajaran Remedial Individual
Pengajaran remedial diperuntukkan bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran dan penguasaan terhadap mata pelajaran tertentu. Sehingga guru pembimbing akan melaksanakan remedial terhadap siswa tersebut biar mencapai standar yang telah ditentukan.

4) Penyuluhan individual
Penyuluhan dipakai untuk menangani masalah yang bersangkutan dengan masalah psikologis menyerupai halnya: tidak mempunyai konsentrasi dalam belajar, sulit bergaul dengan sahabat sebayanya, tidak berminat pada mata pelajaran tertentu ataupun bahkan tidak berminat dengan sekolahnya. Dalam penyuluhan sang pembimbing harus membuat suasana persahabatan biar siswa merasa nyaman dan percaya.

Bimbingan individual juga mempunyai beberapa pendekatan, diantaranya adalah: (a) Directive counseling, (b) Non-directive counseling, dan (c) eclective counseling.26 Lebih jelasnya akan peneliti uraikan menyerupai di bawah ini.

1) Directive counseling, atau konseling secara langsung.
Konseling yang memakai metode ini, dalam prosesnya yang aktif atau paling berperan ialah pembimbing. Dalam praktiknya guru pembimbing berusaha mengarahkan individu (siswa) sesuai dengan masalahnya. Selain itu, pembimbing juga memperlihatkan saran, proposal dan hikmah kepada individu tersebut, lantaran sikap siswa yang mungkin merasa takut untuk mengambil keputusan sendiri.

Tokoh dari aliran ini, Wiliamson memperlihatkan alasan bahwa:
  • Anak yang belum matang mendiagnosis sendiri sukar memecahkan masalahnya, tanpa derma dari pihak lain yang berpengalaman.
  • Anak yang berkesulitan, sekalipun sudah diberi petunjuk apa yang harus dilakukan, mereka tidak mau dan tidak berani.
  • Mungkin ada masalah yang berat untuk dipecahkan oleh anak tanpa derma dari orang lain.


2) Non-directive counseling, atau konseling tidak langsung.
Dalam praktik konseling nondirektif, pembimbing hanya menampung pembicaraan. Individu (siswa) bebas berbicara sedangkan pembimbing menampung dan mengarahkan. Metode ini tentu sulit diterapkan untuk siswa yang berkepribadian tertutup, lantaran klien (siswa) dengan kepribadian tertutup biasanya pendiam dan sulit diajak berbicara. Namun, praktik konseling ini membawa siswa ke arah yang lebih berdikari lantaran siswa diharuskan mengambil keputusan sendiri dengan isyarat dari guru pembimbing. Jadi, konseling tidak eksklusif menyerupai ini akan lebih gampang membuat siswa bersikap lebih berdikari dan mantab untuk mengambil sikap.

Tokoh dari aliran ini Cart Rogers memaparkan alasan sebagai berikut:
  • Setiap individu mempunyai kemampuan yang besar untuk mengikuti keadaan serta mempunyai dorongan yang kuat untuk berdiri sendiri.
  • Penyuluh hanya sebagai pengantar dan membantu klien dalam membuat suasana damai, tenang, tidak tertekan, tidak merasa dipaksa dengan kesediannya menyatakan kesulitannya kepada pembimbing.


3) Eclective counseling, yakni perpaduan antara konseling eksklusif maupun tidak langsung.
Kenyataan bahwa tidak semua teori cocok untuk semua individu, semua masalah siswa, dan semua situasi konseling. Siswa di sekolah atau madrasah mempunyai tipe-tipe kepribadian yang tidak sama. Oleh alasannya itu, mustahil diterapkan metode konseling direktif saja atau nondirektif saja. Agar konseling berhasil secara efektif dan efisien, tentu harus melihat siapa siswa (klien) yang akan dibantu atau dibimbing dan melihat masalah yang dihadapi siswa dan melihat situasi konseling. Apabila terhadap siswa tertentu tidak bisa diterapkan metode direktif, mana mungkin bisa diterapkan metode nondirektif begitu juga sebaliknya. Atau apabila mungkin ialah dengan cara menggabungkan kedua metode diatas. Penggabungan kedua metode konseling diatas disebut metode ekletif (ecletive counseling).

Tokoh aliran ini ialah EP. Robinson mengutarakan bahwa:
a) Masalah dan situasi penyuluh selalu berbeda dan masalah yang tidak terbatas pada satu bidang kehidupan.

b) Langkah-langkah penyuluh harus selalu disesuaikan
dengan keperluan yang dituntut oleh situasi penyuluhan. Bentuk dan metode manakah yang akan dipakai oleh guru bimbingan dan konseling dalam memperlihatkan bimbingan individual kepada para siswa tergantung dari masalah yang dihadapi oleh setiap individu siswa dan bagaimana pemecahan masalahnya. Karena kita tahu bahwa setiap individu mempunyai talenta dan potensi tersendiri yang mengakibatkan mereka sebagai makhluk yang unik dan multidimensional.

f. Faktor yang Mempengaruhi Bimbingan dan Konseling

Dalam proses pemberian derma kepada siswa tentunya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, entah itu dari luar maupun dalam diri siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi bimbingan konseling, termasuk disini pemberian layanan bimbingan individual berdasarkan Latipun, antara lain: (a) faktor terkait dengan konselor, (b) factor terkait dengan klien (siswa), dan (c) faktor terkait dengan masalah.

1) Faktor terkait dengan konselor
Jika kemampuan yang dimiliki oleh seorang pembimbing itu baik maka penanganan yang ia berikan kepada kliennya juga akan baik, akan tetapi sebaliknya apabila kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru pembimbing itu kurang baik maka penanganan yang diberikan kepada klien akan kurang baik pula. sehingga kemampuan seorang pembimbing disini sangat diutamakan dan mempengaruhi keberhasilan jadwal layanan.

2) Faktor terkait dengan klien (siswa)
Sebagai makhluk yang diciptakan tepat oleh Tuhan Yang Maha Esa, insan sebagai individu juga mempunyai banyak sekali faktor yang terkait dengan dirinya, dalam hal ini ialah siswa. Mulai dari kehidupan, kepribadian, motivasi, harapan, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, intelegensi, status ekonomi, serta sosial budaya.

3) Faktor terkait dengan masalah
Jenis masalah yang dihadapi klien akan sangat kuat terhadap proses maupun hasil layanan bimbingan individual yang dilakukan. Masalah yang lebih berat akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Sedangkan masalah yang ringan membutuhkan waktu yang tidak mengecewakan singkat. Tergantung dari diri individu itu bagaimana ia menyikapi permasalahan yang datang.


Sumber:

  1. Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2014
  2. Hibana S Rahman, Bimbingan dan Konseling Pola 17, UCY Press, Yogyakarta, 2003,
  3. Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Kanisius, Yogyakarta, 2014,
  4. Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, Pustaka Setia, Bandung, 2012,
  5. WS. Winkel & M.M Sri Hastuti, Bimbingan Konseling di Instituti Pendidikan, Media Abadi, Yogyakarta, 2012,
  6. Sutirna, Bimbingan Dan Konseling, Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal, Andi Offset, Yogyakarta, 2013,
  7. Hallen A., Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002,
  8. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2000,
  9. Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012.
  10. Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), Andi Offset, Yogyakarta, 2010,
  11. Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007.
  12. Winkel dalam Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007.
  13. Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Setia, Bandung, 2010.
  14. Wardati dan Muhammad jauhar, Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2011.
  15.  Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi, Rajawali, Jakarta, 2011
  16. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, 2013
  17. Latipun, Psikologi Konseling, Universitas Negeri Malang, Malang, 2001

Posting Komentar untuk "Teknik Bimbingan Individual"