Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam

Jejak Pendidikan- Secara harfiah, kata “strategi” sanggup diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagi yakni siasat atau rencana, sedangkan berdasarkan Reber, mendefinisikan taktik sebagai planning tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djaramah, taktik merupakan sebuah cara atau sebuah metode, sedangkan secara umum taktik mempunyai pengertian suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam perjuangan mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Adapun dalam pengembangan dan administrasi internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam sanggup melalui beberapa tahapan, diantaranya:

a) Perencanaan

Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut sanggup disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan impian pembuatan perencanaan, namun yang lebih penting yaitu perencanaan yang dibentuk harus sanggup dilaksanakan dengan gampang dan tepat sasaran biar kualitas dalam melaksanakan pembelajaran sanggup terlaksana, sehingga sanggup menghasilkan pembelajaran yang optimal. Dalam melaksanakan perencanaan pembelajaran maka yang direncanakan harus sesuai dengan sasaran pendidikan

Guru sebagai subyek dalam menciptakan banyak sekali aktivitas pengajaran sesuai dengan pendekatan, taktik dan metode yang dipakai dalam hal ini tidak hanya menyangkut masalah pencapaian sasaran tujuan pendidikan saja, akan tetapi juga kepada hasil dari taktik pembelajaran yang dipakai oleh guru PAI dalam menginternalisasikan nilai-nilai agama Islam.

Di dalam melaksanakan proses perencanaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru, yaitu:

1) Mempelajari catatan pribadi
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh guru dalam menghadapi masalah anak berkebutuhan khusus yaitu memahami apa yang dibutuhkan mereka dalam melaksanakan kegiatan berguru tersebut. Untuk membantu mempermudah cara bekerja baik pemahaman masalah maupun dalam pelayanan bantuan. Begitu juga dengan guru PAI yang seharusnya terlebih dulu memahami latar belakang anak berkebutuhan khusus dan mengumpulkan data-data perihal siswa sebagai pedoman dalam melaksanakan perencanaan pembelajaran PAI.


  1. Data yang diungkapkan dan dipelajari sertapenyimpulannyadalam format tidak seluruh data melainkan dipilih data yang relevan dengan gejala-gejala yang diperlihatkan murid. Cara menyeleksi data biar relevan dengan gejala-gejala yang diperhatikan murid, maka guru atau konselor harus mempunyai hipotesis perihal masalah yang mungkin dihadapi sebelum melihat gejala-gejala kesulitan pada murid. Oleh lantaran itu seleksi data sebaiknya didasari hipotesis tersebut, meskipun hipotesis masih lemah akan sanggup memilih arah kerja dengan baik. Contoh dari seleksinya ialah: bagaimana kondisi alat indranya, susunan syarafnya,
  2. apakah mereka cukup inteligen untuk menangkap apa yang diserapnya,
  3. bagaimana kondisi kesehatan psiko-fisinya, dan 
  4. seberapa besar pengalaman yang dimiliki dalam memengaruhi arti situasi bagi individu yang bersangkutan.


2) Pengumpulan data baru
Dengan data yang diperoleh dari cataatan pribadi, kemungkinan sudah didapat data yang memadai perihal latar belakang tingkah laris anak berkebutuhan khusus. Apabila data yang diperoleh data catatan pribadi belum memadai maka masih perlu disusun kemungkinan masalah guru menghadapi pengumpulan data gres yang dikerjakan pada ketika guru menghadapi seorang siswa. Pengumpulan data gres sanggup dipusatkan pada hal-hal berikut:

  • Untuk mengecek kemampuan kecerdasan murid.
  • Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap perihal keadaan keluarga serta pelayanan keluarga terhadap murid sebagai kasus.
  • Untuk mendapatkan data lebih lanjut perihal internalisasi nilai-nilai agama Islam.

b) Pelaksanaan

(1) Melalui Keteladanan
Kurikulum pendidikan yang tepat telah dibentuk dengan planning yang terang bagi perkembangan insan melalui sistematisasi bakat, psikologis, emosi, mental, dan potensi manusia. Namun, tidak sanggup dipungkiri bila timbul masalah bahwa kurikulum ibarat itu masih tetap memerlukan pola pendidikan realistis yang dicontohkan oleh seorang pendidik melalui sikap dan metode pendidikan yang diperlihatkan kepada anak didiknya sambil tetap berpegang pada landasan, metode, dan tujuan kurikulum pendidikan.

Untuk kebutuhan itulah Allah mengutus Muhammad Saw. sebagai hamba dan Rosul-Nya menjadi teladan bagi insan dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
Melalui metode ini, maka anak/peserta didik sanggup melihat, menyaksikan dan meyakini cara yang sebetulnya sehingga mereka sanggup melaksanakannya dengan lebih baik dan mudah.86 Seorang pendidik yang baik yaitu pendidik yang sanggup meneruskan misi kerosulan Nabi Muhammad SAW. 

Dengan mencontoh perilakunya yang penuh kesederhanaan, kreatifitas, dan produktifitas. Hal tersebut lantaran Rosulullah SAW. merupakan suri teladan dan figur yang patut dicontoh (uswatun hasanah), lantaran pribadi ia merupakan “Qur‟an berjalan” dan sebagai figur bagi orang yang beriman, sehingga apapun dan tata cara yang dilakukan sanggup dijadikan sebagai rujukan dalam aktifitas-aktifitas manusia. Untuk merealisasikan teknik atau metode Al-Qudwah sanggup dilakukan melalui teknik-teknik berikut:

(a) Teknik Uswatun Hasanah
Teknik ini sanggup dijadikan sebagai teknik tersendiri, lantaran mempunyai persaratan sebagaimana teknik-teknik lainnya, walaupun uswah hasanah merupakan prinsip umum yang menjadi landasan bagi teknik-teknik yang lain.

Teknik uswatun hasanah yaitu teknik yang dipakai dengan cara memperlihatkan pola teladan yang baik, yang tidak hanya memberi pola di dalam kelas, tetapi juga dalam kegiatan sehari-hari. Dengan begitu, akseptor didik tidak segan-segan memalsukan dan mencontohnya, ibarat sholat berjamaah, kerja sosial, partisipasi kegiatan masyarakat, dan lain sebagainya.

(b) Teknik Demonstrasi dan Dramatisasi (Al-Tathbiq)
Teknik yang dilakukan dengan cara pengajaran dalam situasi yang sesungguhnya. Bagian-bagian terpenting diduplikasikan dalam bentuk permainan, sehingga akseptor didik bertindak pribadi memainkan peranannya. Tujuan teknik ini yaitu melatih keterampilan yang bersifat profesional, memperoleh pemahaman perihal suatu konsep dan prinsip, melatih memecahkan masalah, memberi motivasi kerja, serta menjadikan kesadaran diri, rasa simpati, perubahan sikap, dan kepekaan.

(2) Nilai-Nilai Edukatif dalam Keteladanan
Ada beberapa konsep yang sanggup dipetik dari uraian diatas:

  • Metode pendidikan Islam berpusan pada keteladanan. Yang memperlihatkan teladan itu yaitu guru, kepala sekolah, dan semua pegawanegeri sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu yaitu para pemimpin masyarakat, para dai, para ustadz, para kiai. Konsep ini terang diajarkan oleh Rosul SAW.seperti diuraikan diatas.
  • Teladan untuk guru-guru (dan lain-lain) ialah Rosulullah. Guru dilarang mengambil tokoh yang diteladani selain Rosulullah SAW. Sebab rosul itulah teladan yang terbaik. Rosul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan lantaran Rosul yaitu penafsiran anutan Tuhan.91


(3) Pentingnya Sebuah Figur Teladan
Secara psikologis ternyata insan memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini merupakan sifat pembawaan. Taklid (meniru) ialah salah satu sifat pembawaan manusia. Peneladanan itu ada dua macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan, dan sebagainya. Sedangkan keteladanan yang disengaja ialah ibarat memperlihatkan pola membaca yang baik, mengerjakan sholat yang benar. Nabi berkata: “shalatlah kau sebagaimana shalatku,” (Bukhari). 

Keteladanan yang disengaja ialah keteladanan yang memang disertai klarifikasi atau perintah biar meneladani. Dalam pendidikan Islam, kedua keteladanan itu sama pentingnya. Keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara tidak formal.Keteladanan yang dilakukan tidak formal itu adakala kegunaannya lebih besar dari pada kegunaan keteladanan formal.

(4) Melalui Pembiasaan
(a) Pengertian Pembiasaan
Sedangkan adaptasi secara etimologi, adaptasi asal katanya yaitu “biasa” dalam kamus besar Bahasa Indonesia, “biasa” adalah

  • lazim atau umum,
  • seperti sedia kala,
  • sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an” memperlihatkan arti proses. 
  • Sehingga adaptasi sanggup diartikan dengan proses menciptakan sesuatu/seseorang menjadi terbiasa.

Oleh lantaran itu, sebagai awal dalam proses pendidikan adaptasi merupakan cara yang masih efektif dalam menanamkan nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.

Hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa dalam training pribadi anak sangat dibutuhkan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena adaptasi dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah terang dan kuat, kesudahannya tidak tergoyahkan lagi, lantaran sudah masuk menjadi penggalan dari pribadinya.

Untuk membina biar anak mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melaksanakan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latian itulah yang menciptakan dia cenderung kepada melaksanakan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik.

Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah ibarat shalat, doa, membaca Al-Qur‟an (atau menghafal ayat-ayat atau surat pendek), shalat berjamaah di sekolah, masjid, atau mushola harus dibiasakan semenjak kecil, sehingga usang kelamaan akan tumbuh rasa bahagia melaksanakan ibadah tersebut. Dia dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam. Dengan kata lain sanggup kita sebutkan, bahwa adaptasi dalam pendidikan agama sangat penting, terutama dalam pembentukan pribadi, susila dan agama pada umumnya.

(5) Pendekatan Metode Pembiasaan
Oleh lantaran itu pendekatan adaptasi sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif kedalam diri anak didik baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu, pendekatan adaptasi juga dinilai sangat efisien dalam mengubah kebiasaan negatif menjadi positif.

Namun demikian pendekatan ini akan jauh dari keberhasilan bila tidak diiringi dengan pola tauladan yang baik dari sipendidik. Ditinjau dari segi ilmu psikologi kebiasaan seseorang erat kaitannya dengan figur yang menjadi panutan dalam perilakunya. Seorang anak terbiasa sholat lantaran orang tuanya yang menjadi figurnya selalu mengajak dan memberi pola kepada anak tersebut perihal shalat yang melaksanakan setiap waktu shalat. Demikian pula kebiasaan-kebiasaan lainnya. 

Oleh lantaran itu, apa syarat-syarat yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan pendekatan adaptasi dalam pendidikan. Untuk menjawab masalah tersebut berikut ini akan dijelaskan, yaitu antara lain:

  • Mulailah adaptasi itu sebelum terlambat. Usia semenjak bayi dinilai waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini, lantaran setiap anak mempunyai rekaman yang sangat berpengaruh dalam mendapatkan imbas lingkungan sekitarnya dan secara pribadi akan sanggup membentuk kepribadian seorang anak. Kebiasaan positif maupun negatif itu akan muncul sesuai dengan lingkungan yang membentuknya.
  • Pembiasaan hendaklah dilakukan secara continue, teratur berprogram. Sehingga pada kesudahannya akan membentuk sebuah kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. Oleh lantaran itu faktor pengawasan sangat memilih dalam pencapaian keberhasilan dari proses ini.
  • Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. Jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
  • Pembiasaan yang ada pada mulanya hanya bersifat mekanistis, hendaknya secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai dengan kata hati sebagaimana pendekatan-pendekatan lainnya didalam proses anak didik itu sendiri.

Pendidikan, pendekatan adaptasi tidak bisa terlepas dari kedua aspek yang saling bertentangan yaitu kelebihan dan kekurangan. Sebab itu tidak satupun dari hasil pemikiran insan yang tepat dan bebas dari kelemahan.

Posting Komentar untuk "Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam"