Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kompetensi Guru

Jejak Pendidik- Bekal awal guru sebagai pendidik ialah terletak pada perilakunya. Kepemilikan sikap merupakan salah satu manifestasi dari kompetensi guru. Adapun kompetensi guru terbagi atas empat macam yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keseluruhan kompetensi guru dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemilahan menjadi empat bab sebagaimana tersebut di atas semata-semata biar gampang memahaminya. Beberapa jago menyampaikan istilah kompetensi profesional sebetulnya merupakan “payung” dikarenakan telah meliputi semua kompetensi lainnya.Tegasnya, semua kompetensi yang empat ikut andil dalam mendukung keberhasilan guru dalam membentuk kepribadian akseptor didik.

Kompetensi pedagogik berafiliasi dengan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran akseptor didik. Di antaranya memahami karakteristik akseptor didik dari aspek moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Adapun subkompetensi pedagogik yang menjadi indikator esensial di antaranya yaitu memahami akseptor didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan menerapkan teori berguru dan pembelajaran. Kompetensi pedagogik ini terkait eksklusif dengan perjuangan pembentukan akseptor didik alasannya yaitu terdapat acara untuk memahami perkembangan kognitif dan kepribadian setiap akseptor didik. Upaya memahami akseptor didik pada akibatnya akan memudahkan guru dalam membentuk kepribadian akseptor didik.

Masih terkait dengan kompetensi pedagogik, kualifikasi pendidik yang lain yaitu memahami pengetahuan yang sesuai guna mendukung dan mengidentifikasi sikap individu, alasan-alasan di balik ragam sikap individu dan akhir yang dihasilkan oleh perilaku-perilaku tersebut. Selain itu, guru juga harus mempunyai pengetahuan perihal bagaimana mengatur kecenderungan kebijaksanaan yang luhur dalam rangka membantu   dan mendukung interaksinya dengan akseptor didik serta memberi petunjuk pada akseptor didik selama proses pembelajaran. Guru juga harus mengamati sejauh mana keterlibatan akseptor didik dan yang paling penting bahwa akseptor didik melaksanakan kegiatan berguru tidak hanya secara jasmaniah, tetapi juga harus terlibat secara psikologis. Dengan demikian, pendidik dituntut untuk terus menyatukan fisik dan psikis akseptor didik biar secara sadar dan fokus dalam pembelajaran yang sedang berlangsung di dalam kelas.

Adapun kompetensi kepribadian menekankan guru menjadi teladan (role model) bagi akseptor didik, mengevaluasi diri, dan membuatkan diri secara berkelanjutan. Untuk menjadi role model, guru profesional juga mempunyai kriteria yakni kesalehan pribadi. Makna saleh di sini ialah baik dalam korelasi dengan dirinya, sesama manusia, alam semesta, dan Allah. Selain itu, guru profesional juga mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi ditunjukkan melalui kemampuannya memahami dirinya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral. Adapun kemampuan-kemampuan lain yang berafiliasi dengan kompetensi personal guru, di antaranya:
  1. kemampuan yang berafiliasi dengan pengalaman pedoman agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya;
  2. kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat;
  3. mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru contohnya sopan santun dan tata krama;
  4. bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.


Kompetensi sosial berafiliasi dengan kemampuan guru dalam berafiliasi dengan dirinya sendiri, akseptor didik, wali akseptor didik, rekan sejawat, dan masyarakat. Penguasaan kompetensi sosial ditunjukkan oleh guru profesional dengan kemampuannya diantaanya: sanggup bersikap inklusif, bertindak objektif, tidak diskriminatif alasannya yaitu pertimbangan gender, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status ekonomi akseptor didik serta berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dan bisa mengikuti keadaan di daerah mengajar. Kaitannya dengan kompetensi sosial, guru tidak semestinya bersikap totaliter dan otoriter, alasannya yaitu hal tersebut tidak sesuai dengan hak-hak manusia. Selain itu, pendidik bertanggung jawab untuk membangun ikatan kolaborasi dengan akseptor didik sehingga keduanya sanggup mengidentifikasi permasalahan-permasalahan terutama permasalahan yang kaitannya dengan sikap akseptor didik.

Kompetensi profesional merupakan penguasaan bahan pembelajaran secara luas dan mendalam berupa penguasaan substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi dan penguasaan struktur dan metode keilmuan sehingga sanggup melaksanakan langkah-langkah kajian penelitian secara kritis. Pengetahuan akan struktur keilmuan menjadi hal yang sangat penting untuk dikuasai oleh guru. Hal ini mengingat bahwa guru selain dituntut untuk pintar mengajar juga dituntut untuk pintar dalam melaksanakan kegiatan penelitian (research).  Sebagai contoh, guru harus sanggup membuatkan wawasan keilmuannya secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dengan terlibat secara eksklusif dalam kegiatan intelektual, kegiatan kajian, kegiatan riset, menulis jurnal, dan pelatihan-pelatihan yang berafiliasi eksklusif dengan pembentukan paradigma keilmuan.

Masih terkait dengan kompetensi profesional, penguasaan akan ilmu etika yaitu sebuah kewajiban bagi pendidik, terlebih penguasaan perihal pengetahuan baik sifat-sifat terpuji maupun sifat-sifat tercela. Terutama perihal sifat tercela, untuk sanggup menghindari sifat tercela maka diharapkan pengetahuan akan sifat tercela sebagai lawan dari pengetahuan sifat-sifat terpuji. Selain ilmu tingkah laku, pengetahuan pendidik juga harus ditunjang oleh pengetahuan akan falsafat etika (tahżîb al-akhlâq) dan pengetahuan perihal keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya biar jiwa higienis dan pengetahuan perihal kehinaan-kehinaan jiwa untuk menyucikannya (al-ḥikmah al-„amâliyyat). Tuntutan profesional tersebut di atas sebagai landasan pengetahuan dalam rangka membentuk kepribadian akseptor didik dalam pembelajaran.

Muhaimin dan Abdul Mujib mengemukakan terdapat tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yakni: kompetensi personal-religius, kompetensi sosial-religius, kompetensi profesional-religius.
  1. kompetensi personal-religius merupakan kompetensi dasar dan pertama yang harus dimiliki oleh guru alasannya yaitu menyangkut kepribadian agamis. Artinya, pada diri akseptor didik menempel nilai-nilai yang hendak ditransinternalisasikan kepada akseptor didik.
  2. kompetensi sosial-religius yaitu kemampuan dasar yang menyangkut kepedulian terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan pedoman Islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara sesama manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik untuk selanjutnya diciptakan dalam suasana pendidikan Islam dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan akseptor didik.
  3. kompetensi profesional-religius ialah kemampuan dasar yang menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional, dalam arti bisa menciptakan keputusan keahlian atas bermacam-macam masalah serta bisa mempertanggungjawabkan menurut teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.


Kata religius selalu dikaitkan dengan dengan tiap-tiap kompetensi, alasannya yaitu menyampaikan adanya kesepakatan pendidik dalam pedoman Islam sebagai kriteria utama, sehingga segala duduk kasus pendidikan dihadapi, dipertimbangkan, dan dipecahkan, serta ditempatkan dalam perspektif Islam. Kompetensi sosial-religius mempunyai derivasi dengan kompetensi sosial, kompetensi personal-religius mempunyai derivasi dengan kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional-religius mempunyai derivasi dengan kompetensi profesional.  Pada akhirnya, Baqir Sharif al-Qarashi merangkum kualifikasi yang seharusnya dimiliki oleh pendidik, yakni sebagai berikut:
(eachers should master the materials they teach. They also must have full acquaintance with the principals of psychology, education, sociology, and physiology. These principals qualify them to acquaint the children‟s physical and mental potentials along with their natures, functions, and growth. Likewise, teachers should have familiarity of the most current surveys and norms of educationists. Teacher should apply and exploit these studies in the processes of educating the children. Finally, teachers should be good exemplars in personality and behavior.)

(Pendidik seharusnya menguasai banyak sekali bahan yang diajarkannya. Pendidik juga harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai prinsip-prinsip psikologi, pendidikan, sosiologi, dan fisiologi. Prinsip-prinsip ini membantu guru untuk memahami potensi fisik dan mental akseptor didik serta sifat dasar, fungsi, dan perkembangannya. Demikian juga, pendidik harus mempunyai pengetahuan perihal pelbagai survei dan norma-norma pakar pendidikan yang paling mutakhir. Maka dari itu, pendidik harus mengaplikasikan dan memanfaatkan perkembangan studinya guna mendukung proses mendidik akseptor didik. Pada akhirnya, pendidik dituntut untuk menjadi teladan yang baik dalam hal kepribadian dan perilaku.

Rujukan:
  1. Syamsul Ma‟arif, Guru Profesional: Harapan dan Kenyataan, (Semarang: Need‟s Press, 2012), 
  2. Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran dan Pendidikan Islam: Kajian Filosofi dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 
  3. Al-Zarnuji, Ta‟lîm al-Muta‟allim, (Surabaya: Darul „Ilmi, tt. 
  4. Baqir Sharif al-Qarashi, The Educational System in Islam, terj. Badr Shahin, (Qom: Ansariyan Publications, 2000).
  5. Jamaluddin al-Qasimiy al-Dimasyqiy, Mau‟iẓah al-Mu‟minîn, (Surabaya: Maktabah al-Hidayah, tt.),
  6. Novan Ardi Wiyani, Etika Profesi Keguruan, (Yogyakarta: Gava Media, 2015),
  7. Aminatul Zahroh, Membangun Kualitas Pembelajaran Melalui Dimensi Profesionalisme Guru, (Bandung: Yrama Widya, 2015),  

Posting Komentar untuk "Kompetensi Guru"