Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Implikasi Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’An Karya Debu Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi Terhadap Pendidikan Islam

Jejak PendidikanSetelah dipaparkan mengenai kompetensi kepribadian berdasarkan An-Nawawi, sanggup disimpulkan bahwa seorang guru harus mempunyai beberapa kompetensi kepribadian. Kemudian implikasinya terhadap pendidikan Islam. Implikasinya sanggup berdampak dalam diri pendidik sendiri dan juga penerima didik. Dalam diri pendidik sendiri, akan terbentuknya perilaku dan sifat yang menghargai posisinya sebagai pendidik dan jikalau penerima didik sudah mempunyai kompetensi kepribadian guru maka akan mencontohkan kepada muridnya. Kompetensi kepribadian berdasarkan An-Nawawi sanggup dikerucutkan menjadi beberapa pokok, yaitu:


a. Semata-mata ridha kepada Allah tanpa mengharap apapun (Lillahi Ta’ala)
Implikasinya terhadap pendidikan Islam sanggup berdampak dalam diri pendidik sendiri dan juga penerima didik menyerupai yang dipaparkan oleh An-Nawawi bahwa seorang guru harus meniatkan diri hanya kepada Allah semata sehingga seorang pendidik tidak mengharapkan apapun.


Hal ini menjelaskan bahwa dengan meniatkan diri hanya kepada Allah dan tidak mengutamakan hasil duniawi mengakibatkan seseorang sanggup lapang dada dalam mengajar. Seperti firman-Nya:
Sesungguhnya kami memberi masakan kepadamu hanyalah lantaran mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap jawaban dan terima kasih dari kamu.”(QS Al-Insan: 9)

Dengan menanamkan perilaku lapang dada dan tidak mengharap apapun akan membentuk pribadi seorang guru sesuai dengan kompetensi kepribadian. Dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa tidak semuanya diberikan semata-mata lantaran upah, akan tetapi lantaran Allah. Seorang guru sanggup menjalankan tugasnya dengan baik tanpa menomorsatukan upah, dan sanggup fokus dalam mentransfer ilmu pada muridnya.

Orang yang senantiasa mengharapkan ridha Allah, maka ia akan senang dan diberkahi dalam hidupnya, baik di dunia maupun akhirat. Sebaliknya, orang yang tidak mengharap ridha Allah berarti ia tidak akan senang dan tidak diberkahi hidupnya, dunia apalagi di akhirat. Dengan mengharapkan ridha Allah dan tidak meniatkan mengharap apapun akan berdampak positif bagi pendidik. Oleh alasannya itu An-Nawawi mempunyai kriteria yang mengenai kompetensi kepribadian dan harus tertanam dalam jiwa seorang guru.

b. Berakhlak mulia (tidak sombong, rendah hati)
Akhlak seorang pendidik yaitu hal yang paling penting daripada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karena dengan susila seorang pendidik akan diteladani dan ditiru oleh penerima didik, baik secara eksklusif maupun tidak langsung, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Selayaknya para pendidik dan pengajar meniti jalan guru besar Rasulullah Saw dalam menghiasi diri dengan susila mulia dan adat tinggi yang merupakan media paling sukses dalam mendidik. Apabila seorang pendidik berakhlak mulia akan menunjukkan dampak positif terhadap siswanya, serta akan menunjukkan reaksi di dalam jiwanya.

Sebagaimana telah dijelaskan oleh An-Nawawi, saat proses pembelajaran, guru senantiasa mengambarkan pribadinya dengan tidak sombong akan ilmu yang dimilikinya dan juga bersikap rendah hati kepada muridnya. Terlebih lagi jikalau bersikap sombong saat guru tidak menyukai jikalau muridnya berguru kepada guru lain. Hal ini merupakan cuilan yang harus dihindari oleh seorang guru. Oleh alasannya itu, hal demikian itu termasuk susila tercela yang harus dihindari oleh guru dan guru harus menjaga kode etik seorang guru dengan tidak melemahkan ilmu yang ia ajarkan kepada muridnya.

Guru harus menjadi contoh dan teladan, dalam arti sebagai seorang guru dituntut melalui perkataan dan perbuatan mengakibatkan dirinya pola panutan dan contoh orang-orang yang di pimpinnya. Nabi Muhammad yaitu guru seluruh umat insan sehingga Allah menunjukkan sifat yang mulia bagi Beliau. Dan sifat ini di abadikan dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam kitab-Nya:
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang bagimu yaitu mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari selesai zaman dan beliau banyak menyebut Allah (QS. Al-Ahzab : 21)

Terdapat pula dalam sebuah hadist:
Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan dari pada susila yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Dalam hal ini bukan hanya akan berdampak kepada guru, akan tetapi siswa juga. Guru harus bisa mendorong orang-orang yang berada dalam bimbingannya sanggup bertanggung jawab, guru harus memegang teguh prinsipnya dan merealisasikannya dalam perbuatan yang akan di contoh oleh muridnya kelak.

Jika kita amati kenyataannya pada masa sekarang bahwa rusaknya moral penerima didik, kenakalan dewasa yang merajalela, tindak kriminal, dan sebagainya. Berbagai masalah tersebut terjadi bukan murni kesalahan siswa tersebut, akan tetapi guru terlibat dan menjadi pihak yang disalahkan lantaran dianggap tidak becus dalam mendidik. Jika saja guru menanamkan susila terpuji pada diri sendiri dan penerima didik, hal ini akan meminimalisir terjadinya kenakalan dewasa yang sedang merajalela.

Kompetensi kepribadian yang dikemukakan oleh An-Nawawi sanggup menjadi pegangan bagi guru untuk masa sekarang sampai kedepannya. Kompetensi kepribadian harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan serta implikasinya dalam dunia pendidikan Islam akan berdampak bagi pendidik dan juga penerima didik. Hal ini, dikarenakan susila baik yaitu perangai yang bekerja menyerupai sihir di dalam memikat hati, menarik jiwa, dan menebar rasa cinta di antara pribadi masyarakat, dan para pengajar yaitu orang yang paling utama untuk hal ini.

c. Memperlakukan murid dengan baik (menasihati, mendidik dengan adat mulia)
Guru hendaknya memperlakukan murid dengan baik serta menasihati dan mendidik dengan adat yang mulia. Implikasi terhadap pendidikan Islam akan berdampak kepada pribadi siswa yang baik. Sehingga dapan mencerminkan susila mulia.

Berkenaan dengan ini maka sesuai dengan istilah tarbiyah yang pada pada dasarnya menumbuhkan pemahaman melalui anak itu sendiri, dan karenanya wajib mengikuti cara-cara yang sesuai dalam memperlakukan para siswa disertai petunjuk dan instruksi guru. Hal ini mempunyai korelasi dengan kinerja pendidik untuk lebih mengasihi penerima didik menyerupai anaknya sendiri serta menasihati. Hal ini, mengandung arti bahwa pendidik selalu mengajarkan kebaikan kepada penerima didiknya dengan perkataan dan perbuatan yang baik dan benar. Selain itu pendidik juga mempunyai jiwa pengabdian, dengan menerapkan perilaku tawadu’ untuk selalu mengajarkan ilmu kepada penerima didik. Sebab pendidik harus mengedepankan perilaku moderat dalam mengajar ilmunya tanpa condong terhadap salah satu aliran ataupun madzhab. Dengan pemahaman menyerupai itu jiwa pendidik timbul dalam setiap proses mencar ilmu mengajar.

Bagaimanapun juga, dengan perilaku guru berlaku baik kepada penerima didik dengan menanamkan susila mulia maupun menasihati muridnya seorang guru mempunyai andil dalam mengukir kepribadian siswanya. Bagi guru yang mempunyai kesungguhan dalam mendidik, mengarahkan, dan membimbing anak didiknya.

Potensi guru dalam mengukir kepribadian siswa akan sangat besar dampaknya, lantaran bagaimanapun juga seorang murid akan memandang guru sebagai sosok teladan yang baik dalam kehidupan.

d. Bersemangat dalam mengajar
Jika guru sudah menanamkan pribadi dengan mangutamakan ridha kepada Allah, berakhlak mulia dan memperlakukan murid dengan baik menyerupai yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maka guru akan sendiri mempunyai rasa semangat tinggi untuk mengajar.

Jika diaplikasikan dalam dunia pendidikan Islam maka akan berdampak dalam meningkatkan kompetensi guru. Bukan hanya kompetensi kepribadian guru, akan tetapi jikalau guru mempunyai rasa bersemangat dalam mengajar akan meningkatkan kompetensi profesional, sosial maupun pedagogik.

Kasus yang belakangan ini terjadi dalam dunia pendidik, saat benyak guru yang sudah lupa akan tanggung jawabnya. Ketika waktu jam pelajaran guru masuk ke kelas hanya memberi kiprah kemudian meninggalkan kelas. Sering kali terjadi hal menyerupai itu, lantaran tidak ada semangat dalam diri guru.

Jika guru menanamkan diri hanya untuk mencari ridha Allah, guru akan melakukan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya. Tidak mengharapkan duniawi, seorang guru akan lapang dada dalam mengajar dalam keadaan apapun. Kasus lain, saat guru hanya mengharap duniawi dari hasil mengajar, akan tetapi guru tidak meningkatkan kinerja dalam mengajar.

Posting Komentar untuk "Implikasi Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’An Karya Debu Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi Terhadap Pendidikan Islam"