Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tanggung Jawab Pendidikan Anak Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


Jejak Pendidikan- Dengan mengetahui beberapa potensi dasar insan yang bisa didik, maka kita sanggup mengetahui materi-materi atau hal-hal apa yang sekiranya bisa diajarkan pada penerima didik. Sasaran atau tanggung jawab pendidikan atau yang lebih tepat dikatakan sisi-sisi yang hendak digarap oleh pendidikanterhadap penerima didik berdasarkan Ibnu Qayyim diantaranya adalah: 


a. Pendidikan Imaniyyah (keimanan)

Tarbiyah imaniyyah itu ialah sejumlah kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan oleh murabbi terhadap anak didiknya dalam menjaga kepercayaan mereka, meningkatkan kualitas dan menyempurnakannya. Hal ini berdasarkan pernyataan Ibnu Qayyim “Hati dan tubuh insan sangat butuh kepada pendidikan semoga keduanya bisa berkembang dan bertambah hingga meraih kesempurnaan dan kebaikan.” Jadi, pendidikan imaniyyah ialah suatu perjuangan untuk menimbulkan anak didik sebagai seorang yang patuh mengerjakan seluruh perintah Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW.

Berangkat dari pengertian pendidikan imaniyah diatas, maka kita sanggup memilih tujuan dari pendidikan imaniyah, yaitu sebagai berikut:

  1. Menghambakan insan hanya kepada Allah SWT, lantaran Allah tidak membuat insan kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
  2. Mewujudkan pribadi-pribadi shalih yang hanya beriman kepada Allah SWT dan mempunyai pengetahuan ilmu yang bermanfaat, kemudian ilmu tersebut dibuktikan dengan amal shalih
  3. Menjaga dan melindungi lisan, anggota tubuh dan detak hati dari setiap sesuatu yang mendatangkan kemarahan Allah SWT
  4. Menjadikan seluruh gerak dan aktifitas seseorang selaras dengan ridha Allah SWT.

Dengan anak menjalankan dan mengamalkan pendidikan imaniyyah, dengan penuh ketaqwaan kepada Allah SWT, maka anak akan mendapatkan ganjaran atau buah yang akan diperoleh. Adapun buah yang akan dipetik dari pendidikan imaniyyah yaitu meraih pahala dari Allah SWT dan ridha-nya, merasa senang dengan nikmat surga, kelapangan dan kehidupan yang tentram, watak yang lembut, hati yang selamat dan damai dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

b. Pendidikan Fikriyyah (Intelektual)

Akal ialah alat aktivis tubuh dan seluruh anggota tubuh dan memilih baik dan rusaknya badan, bila ia baik maka sepakat seluruh tubuh tetapi bila rusak maka rusaklah seluruh badan. Ibnu Qayyim mengatakan, "akal ialah raja, sedangkan ruh, panca indra dan seluruh anggota tubuh ialah sebagai rakyatnya. Jika logika rusak maka kehancuranlah yang akan dirasakan oleh seluruh rakyatnya.

Sedangkan yang dimaksud pendidikan fikriyah ialah mengerjakan daya dan kemampuan untuk membuatkan logika (daya pikir), mendidik dan meluaskan wawasan dan cakrawala berpikir, baik kemampuan ini dikerahkan oleh guru dengan mendidik orang lain atau dikerahkan oleh individu terhadap dirinya sendiri dalam rangka membuatkan dan mendidik logika pikirannya serta meluaskan cakrawala berfikirnya.

Ibnu Qayyim memandang pentingnya memperhatikan pelatihan dan pemeliharaan daya intelektual anak. Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata dalam kitab Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd:
ومِم، يَنبَغ أََنْ يَعْتَمِدَ حََ،لَ صبِِّ وَمَ، ىَُاَ مَُسْتَعد و مَِنََ
لعْمَ،لِ وَمُهَي أ و مَِنْههَ،ل فَيعْلَمُ أَ نََا و مَََ ا قَ و فََ يَحَْمِلُو عََلَى غََيرَِه مََ، كََ،نَ مََأْذونَا،ً فَِيوِ شََرْعً،ل فََ نََا و إَِنْ حََِلََ
عَلَى غََيْرَِ مََ، ىَُاَ مَُسْتَعد و لَََ يَفَْلَحْ فَِيوَِ وَفَ، تََو مََ، ىَُاَ مَُهَي أَ
و لَ فََ ذ رَآه حَُسْنَ فَهْمِ صََحِيحَ لْإِدْ رََ كِ جََيِّدَ لَْْفْظَِ
و عِي،ًل فَهَ هَِ مَِنْ عََ مَ، قََِِبُا وِ وَتهيؤُه مُعَلِّمُ لَ ينْهقَشَوَ
ذَِْ اْحِ قَلبِوِ مََ،دَ مَ خََ، ي،ًل فََ نََا و يَتَمَ نُ فََِيوِ وَ يََسْتَقِرَ
ويزْكُاْ مََعَو لَ وَإِنَاْهرَآه بََِِِ فِ ذَ كَ مَِنْكَلِّ وََجْو وَىُاَمُسْتَعدَ
لفُرُوسِي ةِ لَ وَأَسْبَ،بهَُ،ََ مَِنَ ركُابِ وَ رمْ وَ ل عْبِ بَِ، رمْحِ لََ
وإِ نََا و لَنَافََ،ذ و فَِىَ علمِ وََلََ يََُُْلَقْ و لَ مََ نَو مَِنْ أََسْبَ،بِ فُرُ وَسِي ةِ وَ ت مَرنِ عََلَيْههَ، فََ نََا و أََنَافَعُ و وَ لمُسْلِمِيََْ 
Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melaksanakan banyak kiprah dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu, maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak diberikan kepada yang lain. Sebab bila kiprah itu diberikan kepada yang lain padahal si anak sudah siap atau bisa melakukannya, maka akan hilang kesempatan melaksanakan yang ia mampu. Jika orang bau tanah melihat anaknya anggun dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk mendapatkan ilmu, hal itu diupayakan semoga mantap dan tertanam di hati. Bila didapati selain itu dan ia mempunyai kesiapan atau talenta naik kuda (ahli dalam peperangan) mirip memanah dan sejenisnya selain naik kuda, maka orang bau tanah harus memotivasi dan mengembangkannya lantaran hal itu bermanfaat baginya dan orang-orang muslim lainnya

Dengan adanya sasaran pendidikan intelektual, sepertihalnya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu lain yang bermanfaat bagi anak, maka pikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan dan lain sebagainya.

c. Pendidikan Khuluqiyah (moral)

Yang dimaksud dengan tarbiyah khuluqiyah ialah melatih anak untuk berakhlak mulia dan mempunyai kebiasaan yang terpuji, sehingga moral dan adat kebiasaan tersebut terbentuk menjadi huruf dan sifat yang tertancap berpengaruh dalam diri anak tersebut, yang dengannya sang anak bisa meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di alam abadi dan terbebas dari jeratan moral yang buruk. Ketahuilah sesungguhnya seorang anak itu berkembang di atas apa yang dibiasakan oleh murabbi terhadapnya di masa kecilnya. Menurut Ibnu Qayyim, sumber tarbiyah khuluqiyah itu adalah: Pertama, Kitabullah (Al-Qur‟an), sebuah kitab yang menjadi panduan dalam pendidikan umat yang telah disifati Allah sebagai sebaik-baik umat. Allah berfirman:
كُ خُُىَۡ خََيۡشَ أَُيَّتٍ أَُخۡشِجَجۡ نَِه اَُّطِ .َ..
Kamu ialah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Q.S al-Imron/3: 110)
Kedua, sumber mata air yang menjadi penyiram bagi ladang tarbiyah khuluqiyah ialah sunnah rasulullah sekaligus sirah perjalanan dia yang merupakan praktek amali bagi pemikiran Islam. Rasulullah SAW contoh dalam berakhlak mulia dan dia ialah puncak semua moral mulia.
Ibnu Qayyim dalam kitab Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd menyatakan bahwa:
وممه، يَحته،ج يهو فهل غَ،يهة لإحتجه،ج لعتنه،ء بَهأمرَ
خلقهول فَ نَاهو يَنشهأ عَمه، عَهاَده لمهربي فَى صَهغره مَنحهرلَ
وغضهب وَ ه،ج وَعجلهة وَخفهة مَهع ىَها هل وَ هي وَحهد وجشهعي فَيسهعب عَليهو ذَكَه ه تَه ذَ ذَ هكل وَتصهير ذََ
ىه ه خه ق صَهف، وَىيله، رَِ سه ةل وَ هو هرز مَنهه،َ
غ،يهة ت هرز فَصهحتو وَل بَهد يَامه،ل وَره سَهد ك هر نه،سَ
منحرفة أَخ قهم وَذ ك مَن قَبل تربية تى نََاشأ عَليو 
Anak kecil di masa kanak-kanaknya sangat membutuhkan seseorang yang membina dan membentuk akhlaknya, lantaran ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang menjadi kebiasaan (yang ditanamkan oleh para pendidik). Jika seorang anak selalu dibiasakan dengan sifat pemarah dan keras kepala, tidak sabar dan selalu tergesa-gesa, berdasarkan hawa nafsu, gegabah dan rakus, maka semua sifat itu akan sulit diubah di masa dewasanya. Maka bila seorang anak dibentengi, dijaga dan dihentikan melaksanakan semua bentuk keburukan tersebut, pasti ia akan benar-benar terhindar dari sifat-sifat jelek itu. Oleh lantaran itu, bila ditemukan seorang remaja yang berakhlak jelek dan melaksanakan penyimpangan, maka dipastikan akhir kesalahan pendidikan di masa kecilnya dahulu.”
Tujuan tarbiyah khuluqiyah berdasarkan Ibnu Qayyim ialah merealisasikan ubudiyah kepada Allah yang menjadi alasannya utama bagi kebahagiaan manusia, yang karenanya Allah membuat manusia, memuliakan dan menjadikannya khalifah di muka bumi. Tiada kebahagiaan dan tiada keberuntungan bagi insan kecuali dengan menjauhkan diri dari moral tercela dan menghiasi diri dengan moral yang utama, sesungguhnya orang yang mengotori dirinya dengan moral yang tercela dan rusak, sungguh dia telah membuang kebahagiaan dunia dan akhiratnya.

Ibnu Qayyim berkata sesungguhnya sumber dari semua moral tercela ialah kesombongan, peremehan dan kehinaan. Sedangkan sumber semua moral yang terpuji ialah kekhusu‟an dan impian yang mulia. Termasuk dari metode tarbiyah khuluqiyah berdasarkan Ibnu Qayyim adalah:

  1. Mengaktifkan dan menyertakan anak dalam berbuat baik dan al-birr
  2. Memberi citra yang jelek perihal moral tercela
  3. Menunjukkan buah yang baik berkat moral yang baik.

Ibnu Qayim dalam karyanya al-Fawa‟id menjelaskan bahwa, nabi memadukan antara ketaqwaan kepada Allah dan moral yang baik. Karena taqwa akan mempererat relasi antara hamba dan Tuhannya, dan moral yang baik akan memperbaiki relasi antara dirinya dan makhluk-Nya. Ketakwaan kepada Allah akan menimbulkan kecintaan kepada-Nya dan moral yang baik menyeru insan semoga mencintai-Nya.

d. Pendidikan Ijtimaiyyah (Sosial)

Tarbiyah ijtima‟iyyah yaitu pendidikan perihal bangunan kemaslahatan dan perasaan bermasyarakat, hak-hak bermasyarakat dan cara berinteraksi di tengah masyarakat, hingga manfaat yang diraih dalam bermasyarakat. Tarbiyah ijtima‟iyyah yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim ini bertujuan membangun relasi yang berpengaruh antara individu sebuah masyarakat dengan menerapkan sebuah ikatan yang terbangun di atas kecintaan.

Tarbiyah ijtima‟iyyah yang baik berdasarkan Ibnu Qayyim, ialah yang selalu memperhatikan perasaan orang lain, mengajak mereka semoga ikut membahagiakan dan menyenangkan hati saudara-saudaranya. Kemudian dia menyebutkan perihal hak-hak bermasyarakat, di antaranya ialah bahwa orang yang sakit itu mempunyai hak untuk diziarahi. Termasuk faedah ziarah yang keuntungannya kembali kepada orang yang sakit adalah, ziarah bisa mengembalikan kekuatannya, membangkitkan kebahagiaan jiwanya, menyenangkan hatinya dan mendatangkan sesuatu yang menggembirakan orang yang sakit. Salah satu pendapat Ibnu Qayyim dalam hal ini adalah:
يُ نِبُوُ سْلَ لَ وَ بَ، لَةََ لَ وَ ر حَةََ لَ بَهلَْ يََأْخُه هََُ بَِأَضْهدََ
دِىَ، وََلَ يَرِيْحَو إَِلبََ، يََُِ مَ نََاهفَََْسُو وَ بََدَ نََاُو لشغْلِ لَ فََ نَ
سْهلَ وَ بَ، لَهة عََاَ قِهبَُ سَُهاءٍَ وَمَغْبَهةِ نََاهَهدْمٍَ لَ وَ لجِهدِّ وَ تعَهبِ عََهاَ قَِهبُ حَََِيهدَ لَ إَِ مه، ذََِ هدنَايَ، وََ إَِ مه، ذََِ عَُقْه وََ
إِ م،فِيهِمَ، 
“Anak harus dilatih untuk rajin, tidak malas, nganggur, banyak santai dan manja. Anak tidak dididik kecuali untuk rajin kerja dan peduli. Sifat malas dan banyak leha-leha berdampak jelek dan mendatangkan penyesalan dikemudian hari, sebaliknya kerja dan tekun serta peduli akan mendatangkan kebanggaan baik di dunia maupun di alam baqa (akhirat).”

Ibnu Qayyim berwasiat kepada orang bau tanah dan murabbi yang bertanggung jawab atas urusan seorang anak semoga mereka menjauhkan anak-anaknya dari tempat-tempat yang tersebar di dalamnya kemungkaran dan kesesatan, lantaran sesungguhnya seorang anak itu dalam keadaan fitrahnya, suci jiwanya dan higienis hatinya menyerupai lembaran putih yang bisa ditulisi apa saja di dalamnya. Perlu diketahui bahwa intinya berinteraksi dengan masyarakat itu tidak berbahaya, namun terlalu usang membiarkan anak berinteraksi dengan masyarakat akan sanggup mendatangkan kerugian yang besar kepadanya dan terhalangi untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Demikianlah dasar-dasar bermasyarakat yang agung, yang bila setiap individu masyarakat mau mempraktekkannya, pasti akan tersebar kebersamaan dan persaudaraan serta keamanan di semua lini masyarakat tersebut, dan pasti ikatan masyarakat tersebut terjalin berpengaruh sebagainya menguatkan sebagian yang lain dan saling menopang antara sebagian yang lain.

e. Pendidikan Badaniyyah (pendidikan fisik)

Tarbiyah badaniyyah yaitu perjuangan dalam mentarbiyah tubuh dengan memberi gizi, pengobatan dan olah raga. Gizi harus diperhatikan macam dan jumlah yang diharapkan dan pengobatan bisa terjadi dari gizi yang diberikan atau dengan obat yang berdosis sedang, kemudian dengan yang berukuran tinggi, tetapi yang paling baik ialah yang pertama; yaitu dengan gizi, sedang yang paling berbahaya ialah yang ketiga yaitu obat yang berdosis tinggi.

Pandangan Ibnu Qayyim pada tanggung jawab ini menitik-beratkan pada perlunya memperhatikan aspek kesehatan pada anak, yang pada gilirannya diyakini akan berimplikasi pada upaya memaksimalkan aktifitas fisik anak dalam membangaun kompetensinya. Beliau memandang layanan pendidikan anak sanggup meliputi pelayanan kesehatan dan latihan ketangkasan serta kekuatan fisik. Hal ini dimaksudkan semoga daya kreatifitas anak sanggup tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:
ويُنِّبُو فَُضُالَ عَ،مِ لَ وَ مِ لَ وَ مَنَ،مِ لَ وَ ، ةِ نَه،مَِ
ل فََ ن سَ، رََ ذََِْ ىََ هَ فُضَه لََِِ ىَِه تَفُها عَََُِلَهىَ
عَبدِ خََ رََ دََُ نََايَ،ه وَآخِرَ تَِوَِ 
“Jangan dibiasakan makan, berbicara, tidur, dan bergaul secara berlebihan atau seenaknya, lantaran akan mendatangkan kerugian dunia akhirat.”

Anak harus dihindarkan dari cara mengkonsumsi masakan dan minuman yang berlebihan, hal itu demi menjaga terbentuknya pencernaan yang baik dan teratur. Karena sehatnya tubuh itu tergantung pada teraturnya pencernaan yang baik. Dengan tidak terlalu banyak mengonsumsi masakan dan minuman akan mengurangi penyakit, lantaran tubuh tidak sanggup timbunan dari sisa-sisa makanan. Begitu juga tidur, anak harus diajarkan banyak beraktifitas dan jangan banyak tidur lantaran nantinya anak akan menjadi malas dan manja, selain itu juga banyak tidur menimbulkan hati menjadi keras.

Olah raga ialah sarana yang tepat dalam tarbiyah badaniyyah, tetapi dengan syarat harus jauh dari unsur berlebih-lebihan, dan hendaknya dilakukan di waktu yang sesuai dengan tubuh dan kondisinya dan perlu diketahui bahwa olahraga ialah sarana untuk taat kepada Allah, jadi buka tujuan utama.

Dalam tarbiyah badaniyyah (olah raga) harus diperhatikan budpekerti dan etikanya:

  1. Orang yang melaksanakan olah raga harus dalam keadaan bersyukur kepada Allah.
  2. Penuh ketenangan dan ketentraman.
  3. Memiliki moral Islami yang utama.
  4. Selalu memohon taufik dan kebenaran dalam setiap aktivitasnya.
  5. Tidak mendendam, menghina dan menertawakan lawan mainnya.

Adapun sarana yang tepat bagi tarbiyah riyadhiyah ialah syiar (bentuk) ta‟abuddiyah yang telah diperintahkan Allah atas hamba-hamba-Nya, seperti: shalat, puasa, jihad dan haji. Jika semua ini dikerjakan dengan tulus lantaran Allah maka semua itu akan bermanfaat bagi ruh dan badan.

Berkaitan dengan problem fisik dan badan, Ibnu Qayyim telah menyampaikan hendaknya seorang anak diajauhkan dari kemalasan, pengangguran, santai dan bersenang-senang, tetapi hendaknya anak dididik dengan menerapkan hal-hal kebalikannya. Janganlah hingga anak dibiarkan berleha-leha, kecuali untuk merehatkan jiwa dan badannya dari pekerjaann yang telah dilakukannya, lantaran sesungguhnya bermalas-malasan dan berleha-leha mempunyai akhir yang jelek dan kesudahan yang menyesalkan, sedangkan kesungguhan dan pekerjaan yang melelahkan mempunyai kesudahan yang terpuji dan sanggup dirasakan akibatnya, adakalanya di dunia, adakalanya di akhirat, dan ada kalanya di kedua-duanya. Karena sesunggunya orang yang paling lezat kesudahannya ialah orang-orang yang paling lelah dan orang yang paling lelah permulaannya ialah orang yang paling senang kesudahannya.

f. Pendidikan Jinisiyyah (pendidikan seks)

Tarbiyah jinsiyyah (pendidikan seks) yaitu perjuangan untuk melindungi seorang muslim dari penyimpangan seksual, hingga terjaga dari hal-hal yang diharamkan dan hanya cukup dengan apa yang dihalalkan. Diantara penyimpangan yang dikhawatirkan yaitu suatu perzinahan ataupun homoseksual. Oleh lantaran itu, Allah menimbulkan zina sebagai jalan yang paling hina dan nista. Allah berfirman:
لََََّٔ حََقۡشَبُ إْ ٱَنضِّ إَِٗ كَََّّۥََُا فٌََََٰحِشَتٗ عَََٔا ءَ عََبِيلٗٗ 
“Dan janganlah kau mendekati zina, sesungguhnya zina itu ialah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S al-Isra‟/17: 32)141
Jika zina digambarkan seburuk ini, maka apatah lagi dengan homoseksual yang dosa dan hukumannya berkali-kali lipat lebih berat dibandingkan zina. Karena zina ialah jalan yang paling buruk. Kelak, daerah tinggal orang-orang yang melaksanakan zina ialah neraka Jahim yang merupakan seburuk-buruk daerah kembali.

Dialam Barzakh, ruh para pezina akan ditempatkan di dalam tungku api yang terus menyala dan berkobar dari belahan bawahnya. Apabila api mengkremasi tubuh mereka, mereka akan berteriak keras dan tubuh mereka akan hancur tapi kemudian akan dikembalikan utuh mirip semula untuk kembali mendapatkan siksa. Begitu seterusnya keadaan mereka hingga hari selesai zaman mirip bencana yang pernah dilihat oleh Nabi Muhammad dalam mimpi beliau. Padahal mimpi para nabi ialah wahyu yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

Adapun hal-hal yang bisa mengarahkan anak didik ke dalam penjagaan dalam perjuangan untuk melindungi seorang muslim dari penyimpangan sexual, hingga terjaga dari hal-hal yang diharamkan diantaranya:

  1. Mengetahui nilai sperma, bahwa ia tidak boleh dikeluarkan kecuali dalam rangka mencari keturunan.
  2. Barang siapa yang tidak bisa menahan gejolak syahwatnya, sementara dia tidak bisa menikah, maka wajib atasnya puasa, lantaran puasa ialah obat yang terbaik baginya.
  3. Menjauhkan diri dari berlebih-lebihan dalam melaksanakan relasi seksual lantaran hal itu akan membahayakan kesehatannya.

Sedang sarana tarbiyah jinsiyyah banyak macamnya. Adapun sarana-sarana preventif antara lain:

  1. Memberi peringatan dan klarifikasi perihal ancaman dan kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan liwath (homoseksual).
  2. Menanamkan keyakinan akan adanya muraqabatullah (pengawasan Allah)
  3. Memperhatikan dan senantiasa menjaga pandangan mata, pikiran, pembicaraan (lisannya) dan setiap langkahnya semoga tidak tertuju sedikitpun ke arah yang diharamkan Allah Ta‟ala.
  4. Menjauhkan anak-anaknya dari sifat malas, suka menganggur, dan tidak mau bekerja, sebaliknya hendaknya para orang bau tanah senantiasa mengarahkan anaknya dengan sesuatu yang bermanfaat dalam mengisi waktunya.


Adapun sarana-sarana kuratif (penyembuhan) banyak macamnya, antara lain:

  1. Meredam gelora syahwat dengan mengurangi masakan yang mengandung unsur pembangkit syahwat, dan meredam dorongan nafsu dengan puasa.
  2. Mengendalikan pandangan mata.
  3. Menghibur diri dengan hal-hal yang mubah sebagai pengganti dari hal-hal yang diharamkan.
  4. Memikirkan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi di dunia, bila ia melampiaskan syahwatnya. Mengobati ruh dengan menjalankan ibadah dan menguatkan pendorong-pendorong agama.

Demikianlah sebagian obat mujarab dan sarana kuratif bagi penyakit syahwat yang akan mematikan diri dan hati seseorang. Semua ini dengan terang diterangkan dan dikupas oleh seorang murabbi yang piawai, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah.

Sumber:

  1. Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim, Pendidikan islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2009)
  2. Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, Gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim....
  3. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd “Menyambut Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok....
  4. Muhammad bin Abu Bakar al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd,,,,,,
  5. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd“Menyambut Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok....

Posting Komentar untuk "Tanggung Jawab Pendidikan Anak Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah"