Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Biografi Syeh Abdurrauf Assingkili

-SYEKH ABDURRAUR AS-SINGKILI

SYEKH Abdurrauf As-Singkili salah satu ulama besar dari Singkil. Namanya sekarang dilakabkan menjadi nama Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah. Universitas itu berada di Darussalam, Banda Aceh. Syekh Abdurrauf As-Singkili dipercaya mempunyai dua makam. Satu berada di Desa Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Satu lagi di Desa Kilangan, Singkil. Makam di Singkil berada di bibir Krueng Singkil. Banyak peziarah mendatangi makam ini, baik dari Aceh maupun dari luar daerah menyerupai Sumatera Barat.
Sementara di Banda Aceh, lokasi makam Syiah Kuala berada di bibir Selat Malaka. Seperti halnya di Singkil, lokasi makam ini juga banyak dikunjungi peziarah. Bahkan makam dijadikan sebagai lokasi wisata religi di Tanah Rencong oleh pemerintah daerah. Syekh Abdurrauf As-Singkili merupakan ulama besar yang ikut mewarnai Tarekat Syattariyah. Tarekat ini terkenal di India pada kurun ke-15. Nama Syattariyah dinisbahkan kepada tokoh yang berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah Al-Syattar.
Tarekat Syattariyah pernah menduduki posisi penting karena salah satu yang besar pengaruhnya di dunia Islam. Di Indonesia tarekat ini kemudian dikembangkan oleh Syiah Kuala. Syekh Abdurrauf dilahirkan di Singkil pada 1615 Masehi atau 1024 Hijriah. Ia keturunan Persia yang tiba ke Kesultanan Samudera Pasai pada simpulan kurun ke-13. Nama “Singkil” kemudian dinisbahkan pada daerah kelahirannya.
Beberapa literatur menyebutkan ayah Syiah Kuala yaitu abang lelaki dari Hamzah Fansuri. Namun ada pula yang menyatakan, ayah Syiah Kuala yaitu Syeikh Ali, yaitu seorang Arab yang menikah dengan wanita asal Fansur (Barus). Kota kecil ini berada di pantai barat Sumatera yang terletak antara Sibolga, Sumatera Utara, dan Singkil, Aceh. Keluarga itu lantas menetap di sana.
Pendidikan pertama Syiah Kuala didapat dari ayahnya yang juga mempunyai dayah. Ketika itu Fansur menjadi salah satu sentra Islam penting di nusantara serta titik hubung antara orang Melayu dan kaum muslim dari Asia Barat serta Selatan.  Beberapa tahun kemudian Syiah Kuala berangkat ke Banda Aceh dan berguru pada Syamsuddin Sumatrani, seorang ulama pengusung wujudiyah. Syiah Kuala melanjutkan pendidikan ke Jazirah Arab pada 1642 Masehi. Tercatat sekitar 19 guru pernah mengajarinya banyak sekali disiplin ilmu Islam, selain 27 ulama terkemuka lainnya.
Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute haji, mulai dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Mekah, dan Madinah. Studi keislamannya dimulai di Doha, Qatar, dengan berguru pada seorang ulama besar, Abd Al-Qadir al Mawrir.
Sepanjang hidupnya, tercatat Syiah Kuala sudah menggarap sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari satu kitab tafsir, dua kitab hadis, tiga kitab fikih, dan selebihnya kitab tasawuf. Bahkan Tarjuman al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah) yaitu kitab tafsir Syiah Kuala yang pertama dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu.
Namun di antara sekian banyak karyanya, terdapat salah satu yang dianggap penting bagi kemajuan Islam di nusantara, yaitu kitab tafsir berjudul Tarjuman al-Mustafid. Kitab ini ditulis saat Syiah Kuala masih berada di Aceh. Kitab ini beredar di daerah Melayu-Indonesia, bahkan luar negeri. Diyakini banyak kalangan, tafsir ini telah banyak memperlihatkan petunjuk sejarah keilmuan Islam di Melayu. Selain itu, kitab tersebut berhasil memperlihatkan pemberian berharga bagi telaah tafsir Quran dan memajukan pemahaman lebih baik terhadap ajaran-ajaran Islam.
Karya tulis Syekh Abdurrauf sekarang masih sanggup ditemukan di Pustaka Islam, Seulimum, Aceh Besar. Hal ini merujuk pada buku yang dikarang Teuku Ibrahim Alfian berjudul Perjuangan Ulama Aceh di Tengah Konflik yang menurut hasil penelitian Al Yasa’ Abubakar. Disebutkan dalam goresan pena itu, karya tulis As-Singkili lebih kurang mencapai 36 buah kitab. Bahkan salah satu kitab yang dikarangnya diabadikan oleh Profesor A. Meusingge dalam buku yang wajib dibaca mahasiswa Koninklijke Academic Delft, Leiden. Di dalam buku tersebut diulas isi kitab As-Singkili yang berjudul Mi'rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-Syari'yyah li al Malik al-Wahhab. Selain sebagai penulis yang produktif, Syekh Abdurrauf As-Singkili dipercayakan sebagai mufti kerajaan Aceh pada masanya. Pengaruhnya sangat besar dalam menyebarkan Islam di Aceh dan meredam gejolak politik di kerajaan tersebut. Salah satu kebijakan populis pada kurun pertengahan yaitu restunya terhadap kepemerintahan ratu-ratu di Aceh.
Syekh Abdurrauf Syiah Kuala wafat pada 1695 Masehi. Saat itu Aceh dipimpin Ratu Kamalat Syah
KARYA SYIAH KUALA
1.      Turjuman al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah)
2.      Mi'rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-Syari'yyah li al Malik al-Wahhab (Cermin bagi Penuntut Ilmu Fiqih pada Memudahkan Mengenal Hukum Syara' Allah)
3.      Umdat al-Muhtajin (Tiang Orang-Orang yang Memerlukan)
4.      Kifayat al-Muhtajin (Pencukup Para Pengemban Hajat)
5.      Daqaiq al-Huruf (Detail-Detail Huruf)
6.      Bayan Tajalli (Keterangan Tentang Tajali).

7.      Tarjuman al-Mustafid.

Posting Komentar untuk "Biografi Syeh Abdurrauf Assingkili"