Korelasi Thaharah Dan Emotional Spiritual Quotien Manusia
Jejak Pendidikan- Penulis mengambil dalil yang bersumber dari firman Allah swt dan sabda Nabi saw untuk dijadikan sebagai landasan topik pembahasan skripsi ini:
1. al-Quran
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kau hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu hingga ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu hingga ke kedua mata kaki. Jika kau junub maka mandilah. Dan jikalau kau sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari kawasan buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jikalau kau tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan bubuk yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan bubuk itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kau dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, semoga kau bersyukur.” Q.S. Al-Maidah (5): 6
2. Sunnah
Dari Abu Malik al-as'ari berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Bersuci itu sebagian dari iman, membaca alhamdulillah ialah memenuhi timbangan amal, membaca subhanallah wal hamdulillah ialah memenuhi seisi langit dan bumi, salat sunah ialah cahaya, sedekah ialah petunjuk, sabar ialah sinar yang memancar, dan Al-Qur'an ialah hujjah (argumen) dalam pembicaraanmu. Setiap insan pada waktu pagi hari, hakekatnya harus memperjual belikan dirinya. Ada kalanya ia keuntungan (selamat dari maksiat) dan ada kalanya rugi (terseret maksiat) (H.R. Muslim: 328).
Untuk mengatakan keshahihan hadits diatas, penulis juga mencantumkan uji-ketsiqahan sanad dan matan hadits. (Terlampir)
3. Pemahaman teks Alquran dan Hadis
Dari sumber kedua dalil naqli diatas, dalam teks Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6, dikutip dari Mutwallin Asy-sya’rawi oleh Quraish Shihab, pada ayat-ayat sebelumya dalam surat Al-Maidah Allah swt menjelaskan faktorfaktor penunjang kelangsungan hidup pribadi, yakni masakan dan penunjang kelangsungan hidup, bahwa semua itu ialah anugerah Illahi untuk mengantar manusai bertemu dan mengenal Allah swt. Dan untuk bertemu dan mengenal-Nya dibutuhkan persiapan menayangkut jiwa, badan, kawasan dan waktu. Persiapan tubuh dengan bersuci, persiapan waktu dengan ketentuan waktu shalat, persiapan kawasan dengan kawasan suci dan arah kiblat. Dalam ayat ini memberi petunjuk perihal persiapan jasmani, yaitu dengan menjelaskan cara mensucikan diri dengan wudhu dan tayammum.
Prof. Dr. Hamka menjelaskan bahwa didalam ayat ini kehendak Allah SWT yang pertama ialah supaya hambanya menjadi suci dan bersih. Yuthahhirukum, Membersihkan kamu. Disinilah sumber kata perihal thaharah yang menjadi pengajian pertama seluruh kitab ilmu fiqh dalam sekalian madzhab. Dalam ayat ini Allah memerintahkan dalam melaksanakan ibadah (shalat) hendaklah bersihkan diri dengan air wudhu atau mandi junub. Jikalau tidak terdapat air maka dilakukan dengan cara bertayammum. Maka dengan perintah wudhu lebih dahulu, atau mandi bagi yang junub, dan mengganti keduanya dengan tayammum pada waktu air tidak ada atau membawa susah, ialah semuanya itu untuk menyempurnakan nikmat Allah bagi hambaNya.
Nikmat Allah yang amat utama bagi umat Mu’min ialah pendidikan kebersihan dan kesucian itu, higienis suci jasmani dan rohani. Dibersihkan terlebih dahulu anggota tubuh, kemudian menghadap kepada Allah dengan segala ingatan kepada yang lain, dibersihkan dari sekalian pengaruh, dibulatkan fikiran kepada Allah. Maka dengan jasmani higienis dan hati suci, mengejakan ibadah juga dengan hati yang suci higienis dari pada imbas yang lain, maka datanglah nikmat kepadanya yang dirasakan oleh jiwanya sendiri. Pembersihan diri dari kotoran hadats dan najis tidak cukup untuk mencapai tingkatan keridhaan Allah SWT. Karena thaharah yang dimaksud bukan hanya sekedar membersihkan lahir saja. Dalam kesehatan mental, kebersihan lahir akan bermuara kepada kebersihan batin. Dalam segi psikologis, kebersihan tubuh maupun batin sangat dibutuhkan bagi terwujudnya kesehatan mental dan kesehatan tubuh secara bersamaan.
Oleh alasannya itu, Islam mengajarkan umatnya supaya senantiasa higienis lahir dan batin. Kebersihan batin hanya boleh dicapai dengan amalan-amalan saleh dan meninggalkan amalan-amalan sai’at (jelek). Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya menyucikan ialah separuh dari satu bagian. Menyucikan anggota tubuh ialah separuh yang pertama, sedangkan memakmurkannya dengan banyak sekali ketaatan ialah separuh yang kedua. Ketaatan pada tingakatan ini ialah memakmurkan hati dengan akhlakakhlak terpuji dan akidah-akidah yang masyru’, yang kita sebut dengan akhlakul karimah.
Salah satu teladan akhlakul karimah dalam ibadah diantaranya : taat (altha’ah), tunduk (al-khudlu), Cinta (mahabbah), merendahkan diri (aldzull), berserah diri (tawakkal), dan lain sebagainya. Dalam islam, hal-hal yang bekerjasama dengan kecerdasan spiritual ibarat konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu’), berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan/keikhlasan, totalitas (kaffah), keseimbangan (tawadhun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) yang dinamakan dengan akhlakul karimah.61 Menurut penulis, hal ini bekerjasama dengan konsep thaharah yang dinyatakan oleh Al-Ghazali, yang menyatakan bahwa thaharah terdiri atas 4 tingkatan.
Sebelumnya telah dijelaskan bergotong-royong tingkatan SQ merupakan tingkatan yang paling atas diantara tingkatan kecerdasan lainnya seperti kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosinal. Seorang yang telah mencapai tingkatan kecerdasan spiritual telah mencapai tingkatan emosional dan intelektual juga. Dengan hal ini kecerdasan spiritual itu meliputi kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. SQ sanggup dipelajari kembali dan dikembangkan. Untuk melakukannya, kita harus menemukan pada keadaan dan sikap seseorang sifat-sifat yang mengambarkan hadirnya SQ. Salah satu indicator kecerdasan spiritual bagi orang islam ialah terlihat pada sisi religiusitasnya.
Sedangkan religiusitas insan sanggup dilihat dari aktifitas dan ritualitas dalam menjalankan ibadah maupun segala hal yang bekerjasama dengannya. Dalam hal ini, kecerdasan spiritual seorang Muslim yang dilihat dari sopan santun kesehariannya, hal ini sanggup terbagi menjadi tiga yakni :
a. Ibadah Mahdhah
b. Ibadah Sosial
c. Aktualisasi diri dalam kecerdasan spiritual
Bagi orang islam sopan santun baik merupakan penggalan dari kewajibannya dalam bersosial, hal tersebut disadari atas kesadaran seseorang atas hak-hak dirinya dan orang lain, begitu pula dalam menjalankan sesuatu senantiasa merasakan pengawasan oleh Allah swt sehingga bersikap hati-hati dalam bertindak. Hal ini merupakan proses spiritualitas seseorang sehingga dapat dilihat tinggi rendahnya kualitas spiritualitas seseorang.
Beberapa teori yang membenarkan adanya kekerabatan thaharah spiritual quotient insan yakni :
Dalam bahan perihal “pelatihan penjernihan emosi” (Zero Mind Prosess) oleh Ary Ginanjar, dijelaskan bahwa :
God Spot (hati nurani) seringkali tertutup oleh banyak sekali hal buruk yang menyebabkan orang menjadi buta hati. Hal ini mengakibatkan seseorang tidak bisa lagi mendengar informasi-informasi penting dari dalam bunyi hati nuraninya, dimana hal ini akan mengakibatkan seseorang menjadi tidak bisa lagi untuk membaca lingkungan di luar dirinya, bahkan membaca dirinya sendiri yang menjadikannya terperosok dalam belengggu dan tidak bisa memanfaatkan potensi diri maupun potensi lingkunggannya.
Peryataan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan segenap penghayatan hati, pikiran dan tindakan mempunyai tujuan untuk menyucikan fitrah. Seperti dalam shalat, merupakan peringtan dini dan kesadaran diri akan arti pentingnya kejernihan hati dan pikiran itu mengemuka, alasannya kejernihan pikiran akan menjadi landasan penting bagi pembangun kecerdasan emosi dan spiritual seseorang. Salah satu hal dalam shalat yang sanggup melatih serta menjaga kejernihan hati dan pikiran ialah “Wudhu”.
Membasuh wajah melambangkan penjernihan dan penyucian hati serta pikiran. Membasuh tangan melambangkan penyucian segala kegiatan. Membasuh kepala melambangkan pikiran yang suci dan membasuh kaki akan melambangkan langkah lurus nan bersih. Dari pembahasan diatas, penulis menjadikan kekerabatan antara thaharah (yang membersihkan jasmani dan rohani) dan kecerdasan spiritual dengan menggunakan analisa teori dengan salah satu jenis thaharah yakni “wudhu” dalam pencucian jasmani, sebagaimana telah diuraikan diatas menjadikan “wudhu” merupakan salah satu hal yang sanggup melatih kejernihan hati dan pikiran yang merupakan salah satu proses tahap pembentukan SQ dan karena berwudhu memakai media air yang bermanfaat menjernihkan emosi yang merupakan proses pengembangan kecerdasan spiritual dilihat dari kandungan yang ada dalam molekul air itu tersendiri.
Dan dengan mediator akhlakul karimah dalam membersihkan rohani yang akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti memakai penelitian lapangan berupa angket guna mengetahui tingkat kualitas kekerabatan yang terjadi antara keduanya.
Rujukan:
- Ary Ginanjar Agustian, ESQ, (Jakarta : Arga, 2001)
- Danah Zoharr dan Ian Marshall, Spiritual Capital diterjemahkan oleh Hermawan Kertajaya, (Jakarta : Mizan, 2006),
- Khairunnas Rajab, Psikologi Ibadah, (Jakarta : Amzah, 2011).
Posting Komentar untuk "Korelasi Thaharah Dan Emotional Spiritual Quotien Manusia"