Faktor Yang Menginternalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El-Shirazy
Jejak Pendidikan- Faktor yang menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Api Tauhid banyak ditunjukkan dalam deskripsi obrolan dan narasi. Telah dijelaskan pada kepingan sebelumnya bahwa faktor yang menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Api Tauhid yakni faktor konvergensi.
Kalimat-kalimat yang memperlihatkan faktor konvergensi dalam menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El-Shirazy antara lain:
Selain hafal Al-Qur'an, Nuriye yakni hebat ibadah. Setiap malam, Nuriye selalu bertanya apakah suaminya punya hajat dengan dirinya, bila dijawab iya maka Nuriye akan menggunakan pakaian terbaik untuk suaminya. Jika dijawab tidak, maka Nuriye akan karam dalam ibadahnya, melantunkan hafalan Al-Qurannya dalam shalat malam. Tidak jarang, Nuriye akan beribadah hingga bunyi adzan Shubuh terdengar. (Api Tauhid, hlm. 140)
Semua orang yang mengenal Said Nursi menggambarkannya sebagai orang yang sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah. Mereka sering menyaksikan, seolah Said Nursi tidak pernah tidur alasannya larut dalam ibadahnya semalam suntuk. (Api Tauhid, hlm. 457)
Dari paparan narasi di atas, sanggup dipahami bahwa sifat Nuriye yang rajin dan istiqamah dalam beribadah menurun kepada anaknya Said Nursi. Ketika malam hari Nuriye selalu karam dalam beribadah dan melantunkan hafalan Al-Qurannya. Said Nursi pun sebagai anak dari Nuriye juga melaksanakan hal sama saat sudah dewasa. Sampai banyak orang yang mengenal Said Nursi menilai bahwa ia yakni orang yang rajin dan istiqomah dalam beribadah. Orang-orang menilai bahwa ia tidak pernah tidur alasannya waktu malam yang ia miliki ia jugakan untuk beribadah.
Salah satu faktor internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam diri seseorang selain faktor keturunan yakni faktor lingkungan, baik dari keluarga maupun pendidikan di sekolah.
Ada beberapa narasi yang memperlihatkan internalisasi faktor lingkungan dalam diri seseorang pada novel Api Tauhid, di antaranya sebagai berikut:
Yang kulihat dalam diri Fahmi tak lain yakni keinginannya yang sangat besar untuk menorehkan sebuah sejarah. Ya menulis sejarah untuk dirinya. Dia memang suka begitu. Saat di pesantren dulu. Masih kelas dua tsanawiyah ia sudah hafal Alfiyah. Hafal ngelonthok, Sub. Terus ia terabas Nazham Jauharul Maknun. Belum lulus tsanawiyah ia juga seudah hafal semua. Saat di Aliyah selama dua tahun, ia khatam hafal Al-Qur‟an tiga puluh juz. Kadanag-kadang aku sendiri hingga geleng-geleng , kok ada insan zaman kini yang seperi ini. Ketika banyak anak muda lebih sibuk menghafal lagu penyanyi A, penyanyi B, ia ini semenjak remaja sudah asyik sibuk menghafal karya para ulama.” (Api Tauhid, hlm. 16)
Narasi di atas memperlihatkan bahwa lingkungan pendidikan di pesantren mempunyai mengaruh pada seseorang dalam menyebarkan potensi yang dimiliki. Fahmi yakni seorang santri yang berguru di salah satu pondok persantren. Karena ketekunannya ia bisa menghafal Alfiyah, Nazham Jauharul Maknun, dan juga khatam dalam menghafal Al-Quran.
Narasi berikutnya juga menggambarkan bahwa pendidikan pesantren bisa memberi sumbangsih yang banyak terhadap ilmu pengetahuan, contohnya pada narasi di bawah ini:
Ilmu yang didapat bapak selama di pesantren cukup bisa menjawab keperluan masyarakat desa yang sederhana ibarat kampungku” (Api Tauhid, hlm.27)
Bapak Fahmi juga seorang yang dulunya nyantri di pondok pesantren sehingga tidak heran bila bapak Fahmi bisa menjawab persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, alasannya ia mempunyai banyak ilmu yang ia dapatkan di masa mudanya dulu.
Faktor lingkungan lainnya yakni melalui pendidikan orang renta kepada anaknya, adapun narasi yang menunukkan faktor tersebut dalam novel ini yakni sebagai berikut:
... “Bulan itu bertasbih anakku. Alam semesta ini semua bertasbih, memuji Allah,” kata Nuriye. Said kecil mengangguk.
“pohon-pohon juga bertasbih, ibu?” tanya Said
“Iya.”
“Batu-batu, kerikil, pasir?”
“Iya, semua yang ada di langit dan di bumi ini bertasbih kepada Allah, anakku.” (Api Tauhid, hlm. 157)
Belum sempat Molla Thahir menjawab, Sueda, istri Molla Thahir berkata: “Dengan santunan Allah, Alhamdulillah kami sendiri yang mendidik putri kami ini. Alhamdulillah, ia sudah hafal Al-Quran.”
“Kami juga berusaha mengajarkan kepadanya hadits Nabi, fiqih dan bagaimana menjaga sopan santun dengan Allah,” sambung Molla Thahir. (Api Tauhid, hlm. 137)
Pendidikan orang renta merupakan pendidikan yang paling utama dan pertama yang harus didapatkan oleh setiap anak. Dalam novel Api Tauhid, pendidikan orang renta ditunjukkan oleh beberapa tokoh melalui narasi di atas. Misalnya ketiga Nuriye mengajarkan wacana dedikasi seluruh makhluk di dunia ini kepada Allah SWT. Ia mengajarkan pribadi melalui ciptaan-Nya bahwa bulan, pohon bahkan kerikil juga bertasbih memuji Allah SWT.
Molla Thahir dan istrinya, Seuda; ia juga memperlihatkan perilaku tanggung jawabnya terhadap anak dengan mengajari putrinya wacana agama. Mereka bisa mendidikan putrinya sehingga ia bisa menghafal Al-Quran.
Adapun faktor lainnya yang bisa menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam diri seseorang yakni pendidikan yang didapatkan di Madrasah contohnya dalam narasi berikut:
“Dengan mendidik generasi kita secara benar. Kita perlu mendirikan lebih banyak madrasah di Van. Lalu kita dirikan madrasah gres di Bitlis, di Sirt, di Diyarbakir dan di seluruh Anatolia Timur ini. Di madrasah itu, kita ajarkan Al-Quran dan diiringi ilmu modern. Dengan cara itu bawah umur muda kita akan memahami isi Al-Quran, menyayangi Al-Quran dan tidak akan melupakan Al-Quran. Kita beri penghargaan kepada para penghafal Al-Quran.” (Api Tauhid, hlm. 293)
Madrasah merupakan lingkungan pendidikan yang memperlihatkan pengajaran tetang ilmu-ilmu agama. Dari paparan narasi di atas tokoh dalam novel Api Tauhid ingin mendidik para generasi-generasi selanjutnya secara benar, ia ingin biar para generasi penerusnya paham wacana isi Al-Quran, menyayangi dan tidak melupakan Al-Quran. Salah satu caranya yakni dengan mendidiknya melalui forum pendidikan di Madrasah.
Macam lingkungan lainnya selain pendidikan keluarga (orang tua), pesantren dan madrasah yakni lingkungan majlis diskusi. Misalnya ibarat yang tertuang dalam narasi berikut:
“Dan malam itu, untuk pertama kalinya Said menyaksikan pribadi majlis diskusi dan perdebatan orang-orang alim di Desa Nurs. Said menyimak dengan seksama. Ia sangat tertarik dan menikmati. Tidak ada yang luput dari perhatiannya. Sekali mengdengar ia pribadi hafal.” (Api Tauhid, hlm. 161)
Said Nursi merupakan orang yang menyayangi ilmu sehingga ia suka menghadiri majlis-majlis diskusi yang diisi oleh orang-orang alim. Rasa kecintaannya terhadapat ilmu sanggup tergambarkan dari sikapnya yang sangat menikmati kegiataan diskusi dan perdebatan yang sedang berlangsung.
Jadi, dari beberapa narasi di atas sanggup disimpulkan bahwa tidak hanya faktor keturunan saja yang bisa menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam diri seseorang, tetapi faktor lingkungan juga berpengaruh. Misalnya faktor pendidikan keluarga (orang tua), pondok pesantren, majlis diskusi dan perdebatan, serta pendidikan di Madrasah.
Posting Komentar untuk "Faktor Yang Menginternalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El-Shirazy"