Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hubungan Ilmu Adat Dengan Ilmu Tasawuf

Pendahuluan
A.  Latarbelakang Masalah
Setiap ilmu yang ada semuanya saling berkaitan dan saling berhubungan, kadang-kadang untuk menjelaskah sebuah pembahasan seseorang membutuhkan ilmu lain untuk menemukan jawabannya. Misalnya seseorang yang ingin berguru shalat, maka ia harus sanggup membaca teks bacaan arab. Begitu juga disini pada makalah ini kami akan menjelaskan kekerabatan ilmu akhlah dengan ilmu-ilmu lain.

B.  Rumusan masalah
1)      Bagaimanakah kekerabatan ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf ?
2)      Bagaimanakah kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid?
3)      Bagaimanakah kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa ?
4)      Bagaimanakah kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan?
5)      Bagaimanakah kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat?

C.  Manfaat penulisan
1)   Menjelaskan kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf.
2)   Menjelaskan kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
3)   Menjelaskan kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Ilmu Jiwa.
4)   Menjelaskan kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Ilmu Pendidikan.
5)   Menjelaskan kekerabatan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat.

Pembahasan
Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Yang Lainnya
Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan satu dengan ilmu pengetahuan yang lainnya mempunyai kekerabatan yang kuat. Tetapi kekerabatan itu ada yang berdekatan, pertengahan, dan ada pula yang agak jauh.

Ilmu-ilmu yang berafiliasi dengan ilmu budbahasa sanggup dikategorikan berdekatan antara lain Ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid, Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa, dan Ilmu Filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu yang dikategorikan mempunyai kekerabatan pertengahan dengan Ilmu Akhlak yaitu Ilmu Hukum, Ilmu Sosial, Ilmu Sejarah, dan Ilmu Antropologi. Sedangkan Ilmu yang dikategorikan mempunyai kekerabatan agak jauh yaitu Ilmu Fisika, Ilmu Biologi, dan Ilmu Politik.

Filsafat merupakan sentra semua ilmu pengetahuan dan Akhlak yaitu salah satu ilmu cabang dari filsafat. Berbagai ilmu di bawah naungan filsafat, di mana ia sebagai sentra asal mulanya ilmu, maka antara cabang satu dengan yang cabang lainnya ada hubungan.

  1. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Para mahir tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, tasawuf akhlaqi dan tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan mensucikan diri dengan perbuatan yang terpuji.[1]

Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf, seseorang harus menjadi orang yang berakhlak mulia.

Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan. Pada tasawuf falsafi, pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yang rasio atau logika pikiran, lantaran dalam tasawuf ini memakai bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof, ibarat filsafat perihal Tuhan, manusia, kekerabatan insan dengan Tuhan, dan lain sebagainya. Dalam training tasawuf system training akhlaknya dengan  dua langkah yaitu:
a)      Takhalli
b)      tahalli[2]

B.   Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution yaitu ilmu yang membahas perihal cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat-sifat dewa lainnya.[3] Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh lantaran itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam islam selalu diberikan nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian lantaran kasus tauhid termasuk kasus yang pokok dalam aliran islam.

Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula ilmu kalam yang secara harfiah berarti ilmu perihal kata-kata. Selanjutnya kalau yang dimaksud kalam yaitu kata-kata manusia, maka yang dimaksut dengan ilmu kalam yaitu ilmu yang membahas tantang kata-kata atau silat pengecap dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.

Dari banyak sekali istilah yang berkaitan dengan Ilmu Tauhid itu kita sanggup memperoleh kesan yang dalam bahwa Ilmu Tauhid itu pada pada dasarnya berkaitan dengan segala sifat dan perbuatanya.Termasuk pula dalam pembahasan dalam ILmu Tauhid ini yaitu mengenai rukun islam yang keenam, yaitu iman kepada Allah, para malaikat, kitap-kitap yang diturunkannya, para rasul, hari kiamat, dan ketentuannya atau qada dan qadar-nya. Selain itu dalam ilmu ini dibahas pula perihal keimanan terhadap hal-hal yang akan terjadi di tamat nanti.

Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid ini sekurang-kurangnya sanggup dilihat melalui beberapa analisis sebagai berikut.

  1. Dilihat dari segi obyek pembahasan, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan diatas membahas kasus Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya. Kepercaan yang mantap kepada tuhan, akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga perbuatan yang dilakukan insan itu akan tertuju semata-mata lantaran Allah SWT.[4]
  2. Dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendaki semoga seseoran yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi ang terpenting yaitu semoga orang yang bertauhid itu menggandakan dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percaya bahwa Allah mempunyai sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya insan yang bertauhid menggandakan sifat-sifat dewa itu. Demikian juga kalau Allah bersifat dengan Asma’ul Husna yang jumlahnya  ada sembilan puluh sembilan, maka Asma’ul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan.[5]

Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi imbas terhadap pembentukan budbahasa yang mulia. Demikian pula beriman kepada hari akhir, dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa segala amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan di minatkan pertanggungan jawabnya di darul abadi nanti. Amal perbuatan yang dilakukan insan selama di dunia akan di timbang dan dihitung serta diputuskan dengan seadilnya.

Mereka yang amalnya yang lebih banyak yang baik bertakwa kepada Tuhan akan dimasukkan ke dalam suega. Keimanan kepada hari tamat yang demikian itu di harapkan sanggup memotivasi seseorang semoga selama hidupnya di dunia ini banak melaksanakan amal ang baik, menjauhi perbuatan  dosa atau ingkar kepada Tuhan. Orang yang demikian selanjutnya akan menjadi orang ang selalu takwa kepadaAllah.

  1. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Hubungan antara budbahasa dengan jiwa mempunyai pertalian yang erat dan kuat. Objek penyelidikan jiwa yaitu kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kebebasan, khayal, rasa kasih, kelezatan dan rasa sakit. Adapun budbahasa memerlukan apa yang dipersoalkan oleh ilmu jiwa terebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu jiwa yaitu sebagai pendahuluan dalam ilmu akhlak.

Jiwa yang higienis dari dosa san maksiat serta akrab dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan dan sikap yang hening pula. Sebaliknya, jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.

Objek kasus yang terperinci bahwa ilmu jiwa menguraikan perihal jiwa perseorangan, masyarakat dan lain sebagainya yang berafiliasi dengan gejala-gejala jiwa, tetapi budbahasa akan mempersoalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik atau jiwa yang buruk. [6]

Dengan demikian ilmu jiwa mengararahkan pembahasannya pada aspek batin insan dengan cara menginterpretasikan perilakunya yang tampak. Dalam Al-Qur’an, aspek batin yang dimiliki insan ini diungkap dengan istilah al-insan. Hasil studi Musa Asy’ari terhadap ayat-ayat Al-Qur’an menginformasikan, bahwa kata insan dipakai Al-Qur’an dalam kaitannya dengan banyak sekali acara manusia, antara lain untuk acara berguru (QS. Al-alaq: 15)
Artinya: Ketahuilah, sungguh kalau ia tidak berhenti (berbuat demikian) pasti kami tarik ubun-ubunnya
Artinya: (Tuhan) yang Maha pemurah. Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia membuat manusia.
Tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanat yang dipikulnya, konsekuensi perjuangan perbuatannya, keterkaitannya dengan moralitas dan akhlak, kepemimpinannya, ibadahnya dan kehidupannya di akhirat. Yang masing-masing telah ada di dalam Al-Qur’an.

Hasil studi tersebut menggambarkan adanya kekerabatan yang erat antara potensi psikologis insan dengan ilmu akhlak. Dengan kata lain melalui bentuan gosip yang diberikan ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan al-Qur’an, maka secara teoritis ilmu budbahasa sanggup dibangun dengan kokoh.

Dengan demikian menjadi terperinci bahwa budbahasa mempunyai kekerabatan dengan ilmu jiwa (psokologi).

D.  Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Ilmu Pendidikan sebagai dijumpai dalam banyak sekali literatur banyak berbicara mengenai banyak sekali aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya  tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas perihal rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran(kurikulim), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar-mengajar dan lain sebagainya.

Semua aspek pendidikan tersebut ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan islam banyak berafiliasi dengan kualitas insan yang berakhlak.

Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan islam itu dihubungkan antara satu dan lainnya, maka sanggup diketahui bahwa tujuan pendidikan islam yaitu terbentuknya seorang hamba Allah yang patuh dan tunduk melaksanakan perintahnya dan menjahui larangannya serta mempunyai sifat-sifat budbahasa yang mulia. Rumusan ini dengan terperinci menggambarkan bahwa antara pendidikan islam dengan Ilmu Akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik semoga menjadi orang yang berakhlak.

Bertolak dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, maka seluruh aspek pendidikan lainnya, yakni materi pelajaran, guru, metode, sarana dan sebagainya harus menurut aliran islam.Kajian terhadap kasus ini secara lebih khusus sanggup pembaca jumpai dalam buku yang membahas perihal pendidikan islam. Menggambarkan secara keseluruhan dari aspek pendidikan islam rasanya bukan di sini tempatnya.

Pendidikan dalam pelaksanaannya memerlukan derma orang ua dirumah, guru disekolah dan pimpinan serta tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bab integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula daerah dilaksanakannya pendidikan akhlak.

E.   Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
 Filsafat sebagaimana diketahui yaitu suatu upaya berpikir mendalam, radikal, hingga keakar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Di antara obyek pemikiran filsafat ang erat kaitannya dengan Ilmu Akhlak yaitu perihal manusia.

Ibn Sina contohnya menyampaikan bahwa jiwa insan merupakan satu unit yang tersendiri akan mempunyai wujud terlepas dari badan. Pemikiran filsafat perihal jiwa yang dikemukakan Ibn Sina tersebut memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang sanggup dikembangkan lebih lanjut menjadikonsep Ilmu Akhlak.

Dalam hal itu al-Ghazali membagi umat insan ke dalam tiga golongan. Pertama kaum awam, yang berpikirnya sederhana sekali. Kedua kaum pilihan yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam. Ketiga kaum penengkar. Pemikiran  al-Ghazali ini memberi petunjuk adanya perbedaan cara dan daya tangkaonya. Pemikiran demikian sanggup membantu dalam merumuskan metode dan pendekatan yang sempurna dalam mengajarkan akhlak.[7]

Selain itu, filsafat juga membahas perihal Tuhan, alam dan makluk lainnya. Dari pembahasan ini akan sanggup diketahui dan dirumuskan perihal cara-cara berafiliasi dengan Tuhan  dan memperlakukan mahluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan sanggup diwujudkan budbahasa yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam dan mahluk Tuhan lainnya.

Penutup
A.  Kesimpulan
Ilmu-ilmu yang berafiliasi dengan ilmu budbahasa sanggup dikategorikan berdekatan antara lain Ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid, Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa, dan Ilmu Filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu yang dikategorikan mempunyai kekerabatan pertengahan dengan Ilmu Akhlak yaitu Ilmu Hukum, Ilmu Sosial, Ilmu Sejarah, dan Ilmu Antropologi. Sedangkan Ilmu yang dikategorikan mempunyai kekerabatan agak jauh yaitu Ilmu Fisika, Ilmu Biologi, dan Ilmu Politik.

Ibn Sina contohnya menyampaikan bahwa jiwa insan merupakan satu unit yang tersendiri akan mempunyai wujud terlepas dari badan. Pemikiran filsafat perihal jiwa yang dikemukakan Ibn Sina tersebut memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang sanggup dikembangkan lebih lanjut menjadikonsep Ilmu Akhlak.

B.  Saran
Dalam menulis makalah ini pemakalah sangatlah dangkal pengetahuannya, apalagi masalaih ini merupakan hal yang paling penting yang harus diketahui oleh seluruh manusia, dan selalu dilakukan oleh setiap manusia. Oleh alasannya yaitu itu, penulis sangat berharap kiranya ada masukan dan pelengkap untuk menyempurnakan isi makalah ini.


Daftar Pustaka
Yatimi Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Amzah,  Jakarta,  2007.
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf , Pustaka Setia,  Bandung, 2008.
Harun Nasutian, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung,  1995.
Abuddun Nata, Akhlak Tasawuf, Raja Grafindo, Jakarta, 2006.






[1] Abuddun Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hal. 17.
[2]  Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf ,  (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 112.
[3] Harun Nasutian, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 57
[4] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 23.
[5] Abuddin Nata, op. cit., hal. 22.
[6]  Yatimi Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007),h. 75
[7] Abuddin Nata, op. cit., hal. 40.

Posting Komentar untuk "Hubungan Ilmu Adat Dengan Ilmu Tasawuf"