Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Pencapaian Kompetensi Kepribadian Guru Berdasarkan Kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’An Karya Bubuk Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi

Jejak PendidikanStrategi pengembangan huruf bukan saja ditunjukan pada murid. Akan tetapi, guru juga memerlukan pengembangan karakter, sebab ia sangat perlu memahami hakikat dan pentingnya huruf serta taktik mengembangkannya. Madrasah mendapatkan guru yang mempunyai kompetensi dan kepribadian yang beragam, oleh sebab itu kepala sekolah harus secara rutin dalam setiap semester contohnya menunjukkan pendidikan kepada para guru. Pelatihan mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap efektifitas sebuah sekolah. Pelatihan memberi kesempatan kepada guru untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap gres yang mengubah perilakunya, yang pada jadinya akan meningkatkan prestasi mencar ilmu siswa.

Pelatihan ini tidak dilaksanakan kecuali guru bisa menyebarkan karakternya secara berdikari (self learning) melalui penghayatan makna-makna (bukan sekedar melaksanakan kewajiban) ibadah-ibadah yang biasa dilakukannya selain sebagai pengembangan huruf melalui teladan, pada ketika yang sama guru harus menjadi pembelajarn untuk pengembangan huruf pribadinya.


Sebagaimana diketahui bahwa tujuan final pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim. Sedangkan kepribadian muslim di sini ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan fatwa Islam. Untuk mewujudkan kepribadian muslim yang sesuai dengan fatwa Islam tidaklah mudah.

Oleh sebab itu, untuk seorang guru menjadi langsung yang baik membutuhkan penguasaan kompetensi kepribadian sebagai perantara. Penguasaan kompetensi guru sanggup dicapai dengan beberapa strategi. Pada pembahasan ini dan kitab at-tibyan fi adabi hamalah al-qur’an, An-Nawawi mengungkapkan beberapa langsung yang harus dimiliki guru. Beberapa ungkapan yang di paparkan oleh An-Nawawi didalamnya terdapat makna tersirat mengenai taktik pencapaian kompetensi kepribadian:

a. Berniat Mengharap Ridha Allah
Menggantungkan niat kepada Allah merupakan langkah awal untuk mencapai suatu kepribadian guru yang diharapkan. Semua amalan dan perbuatan yang dilakukan berawal dari niat yang telah ditetapkan dalam diri seseorang. Sebagaimana hadits yang pertama ditulis oleh An-Nawawi dalam kitab Arbain Nawawi yang berbunyi:
Sesungguhnya amalan itu bergantung pada niat dan sesungguhnya seseorang akan mendapatkan tanggapan sesuai dengan niatnya.”

Sesungguhnya jikalau kita membicarakan profesionalisme maka semua itu hanya akan kembali kepada apa yang menjadi niat atau motivasi seseorang menjadi guru. Dengan membenarkan niat dalam diri sanggup menimbulkan contoh atau cara supaya tercapainya kompetensi kepribadian.

Bahkan dengan niat dan motivasi yang benar maka seseorang tidak membutuhkan pengawasan dalam mengajar, sebab ia mengajar bukan untuk mencari kebanggaan orang lain. Ada sebuah tujuan luhur di balik itu semua yang membuatnya bersungguh-sungguh meski tiada satu pun orang.

Bersamaan dengan itu untuk mengharapkan ridho Allah dengan membangun dan menanamkan prinsip mengikhlaskan ilmu dan amal untuk Allah. Dalam kitab At-tibyan fi adabi hamalah al-Qur’an dikutip dari sebah hadits yang diriwayatkan dari Ustadz Abdul Qasim Al-Qusyairi ihwal ikhlas, yaitu sebagai berikut:
الإخلاص إفراد الحق في الطاعة بالقصد, وهو أن يريد بطاعته التقرب الى الله تعالى دون ش ئ آخر من تصنع لمخلوق, اواكتساب محمد عند الناس, أو محبة مدح من الخلق, اومعنى من المعانى
سوى التقرب إلى الله تعالى.
Ikhlas ialah meniatkan ketaatannya hanya untuk Allah semata, maksudnya dengan ketaatannya tersebut ia hanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala bukan sebab mengharap hal lain dari respon makhluk, mengharap kebanggaan orang, menyukai kebanggaan dari manusia, atau semacamnya selain untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala

Ketika seorang guru dihadapkan dengan murid yang susah diatur atau susah mendapatkan ilmu yang disampaikan, jikalau tidak mempunyai sifat nrimo maka ia tidak akan merasa kecewa atupun marah. Akan tetapi jikalau mempunyai sikap nrimo akan membentuk langsung seorang guru tersebut ketika memberikan materi, dan bagi siswa yang mendapatkan bahan tersebut akan mendapatkan manfaatnya.

Pada sebuah hadits Abu Dzar tiba kepada Nabi Saw, bahwa dia ditanya ihwal pria yang melaksanakan sebuah amalan nrimo untuk Allah berupa kebaikan, yang karena itu ia dipuji manusia, dia bersabda:
Itu ialah informasi gembira orang beriman yang disegerakan

Poros dari itu semua terletak pada niat, dan niat tempatnya ialah di dada, dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, berikut firmannya:
Katakanlah. Jika kau menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kau menampakkannya niscaya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran : 29)

Maka bagi siapa saja yang niatnya murni untuk Allah, hendaklah berbahagia dengan pengabulan amalnya dan ganjaran pahala dari Allah.

b. Tidak Mengharap Hasil Duniawi
Hal ini An-Nawawi bukan hanya menuliskan di dalam kitabnya, akan tetapi An-Nawawi sendiri telah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sifat zuhudnya kepada dunia, dia mengamalkan ilmunya tanpa memperdulikan kenikmatan dunia berupa harta atau semacamnya. Kompetensi kepribadian dan mencapainya dengan melihat bahwa langsung guru tersebut benar-benar mengajar dengan meniatkan untuk mengamalkannya bukan semata-mata mengharapkan sesuatu yang lain.

Jika melihat zaman kini ini, pemerintah sendiri sudah memberi derma kepada guru, akan tetapi kualifikasi yang dimiliki guru tidak memenuhi kriteria. Hal ini yang perlu diperhatikan kembali bagi seorang guru, dengan tidak sepenuhnya hanya mementingkan gaji dan mengesampingkan kinerja mengajar. Mengingat kembali niat awal ketika mengajar hanya diniatkan kepada Allah Swt dan tidak bergantung dengan mengharapkan hasil dunia.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a , ia berkata: Rasulullah bersabda:
 Barang siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya diniatkan mengharap melihat wajah Allah Ta’ala, akan tetapi ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan salah satu kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium semerbak busuk nirwana pada hari kiamat.

Siapapun yang tujuannya ialah kebanggaan maka ia akan kecewa dan capai. Demikian pula yang menimbulkan harta dan pangkat tujuan. Tujuan menyerupai ini akan membuat kelelahan, kekecewaan dan terluka hatinya manakala tidak medapatkan satu orang pun mengajui prestasinya.

Melalui taktik ini, seorang guru sanggup memantabkan niat dan tujuannya dengan baik tanpa mengharap apapun berupa duniawi mapun pujian. Jika seorang pendidik mempunyai sikap menyerupai ini, maka ia akan mencapai kompetensi kepribadian guru sesuai yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

c. Waspadai Sifat Sombong
Guru hendaknya waspada dari sifat sombong, sebab melihat murid yang mencar ilmu kepadanya dan silih berganti tiba menemuinya. Banyaknya murid yang berguru kepadanya, membuat guru tersebut sedikit sombong dan membanggakan diri sebab merasa berakal atau semacamnya. Jika terjadi, hal ini sudah merusak kepribadian seorang guru.

Ujian menyerupai ini biasa menimpa para guru, dan sanggup menandakan bukti terang keadaan niat dan batinnya yang buruk. Ketika muridnya mencar ilmu kepada guru lain, maka waspadai juga timbulnya rasa tidak senang. Jika meniatkan lillahi ta’ala tak akan muncul rasa tidak suka, sebaliknya, ia akan katakan pada diri sendiri:
أنا أردت الطاعة بتعليمه وقد حصلت, وهي قصد بقراءته على غيريزيادة علم, فلا غلبت عليه
Aku menginginkan nilai ketaatan dengan mengajarkannya, dan saya telah melaksanakannya. Saat ini ia mencar ilmu pada orang lain untuk menambah ilmunya, dan itu tidak salah.

Menghindari sifat sombong dan rasa tidak suka jikalau muridnya berguru kepada orang lain termasuk salah satu pencapaian langsung seorang guru. Dengan mempunyai langsung ini seorang murid akan bersikap ta’dim atau mengagungkan guru tersebut.

Guru yang dicintai oleh anak didiknya ialah seorang yang tidak besar kepala atau sombong. Dengan demikian, jangan pernah memandang sepele sikap besar kepala atau sombong yang menghinggapi seorang guru. Dalam hal ini, seorang guru harus mempunyai sifat rendah hati.

d. Menghiasi Diri Dari Akhlak Terpuji
Tidak diragukan lagi bahwa kata yang baik dan tutur bahasa yang elok bisa menunjukkan dampak di jiwa, mendamaikan hati serta menghilangkan dengki dan dendam dari dada. Demikian juga raut wajah yang tampak dari sorang pengajar, ia bisa membuat umpan balik kasatmata atau negatif pada siswa, sebab wajah yang riang dan berseri merupakan sesuatu yang disenangi dan disukai jiwa.

Menghiasi dengan etika terpuji bukan hanya dari tutur kata, akan tetapi dengan perbuatan menyerupai menampakan kegembiraan tanpa melampaui batas kesopanan, kebijaksanaan, kesabaran, gembira terhadap rendahnya pendapatan dengan membiasakan wara’, khusuk, tenang, rendah hati, serta tunduk.

Strategi ini merupakan taktik yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan metode-metode lainnya. Melalui taktik ini para orangtua atau pendidik memberi contoh atau teladan terhadap anak atau akseptor didik. Dalam hal berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dan sebagainya.

Dengan menghiasi diri dengan etika terpuji merupakan upaya untuk membentuk langsung yang baik dan meningkatkan kompetensi kepribadian guru melalui metode keteladanan. Melalui metode ini maka anak atau akseptor didik sanggup melihat, menyaksikan dan meyakini cara yang bahwasanya sehingga mereka sanggup melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah. Strategi keteladanan ini sesuai dengan Sabda Rasulullah:
 Mulailah dari diri sendiri

Maksud dari hadits ini ialah dengan kebaikan dan kebenaran, apabila kita menghendaki orang lain juga mengerjakannya, maka mulailah dari diri sendiri untuk mengerjakannya.

Rujukan:
  1. Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).
  2. Bagus Herdananto, Menjadi Guru Bermoral Profesional, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009).
  3. HR. Muslim (juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad Al-Anshar dan Ibnu Majah dalam Az-Zuhd).
  4. Fu’ad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru, (Jakarta: Darul Haq, 2009)
  5. Bagus Herdananto, Menjadi Guru Bermoral Profesional, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009).
  6. Heri Jauhari Mukhtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005).

Posting Komentar untuk "Strategi Pencapaian Kompetensi Kepribadian Guru Berdasarkan Kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’An Karya Bubuk Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi"