Strategi Pencapaian Kompetensi Kepribadian Guru Berdasarkan Kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’An Karya Bubuk Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi
Jejak Pendidikan- Ada lima indikator yang menerangkan keberhasilan guru dalam bidang kompetensi kepribadian sebagai berikut:
- Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
- Menampilkan diri sebagai eksklusif yang jujur, berakhlak mulia, dan pola bagi akseptor didik dan masyarakat.
- Menampilkan diri sebagai eksklusif yang mantab, stabil, dewasa, berakal dan berwibawa.
- Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri.
- Menjunjung tinggi arahan etik profesi guru.
Indikator yang menerangkan keberhasilan seorang guru untuk mencapai kompetensi kepribadian telah dijelaskan di atas. Agar mencapai indikator yang telah ditentukan, terdapat taktik berdasarkan An-Nawawi dalam kitab at-tibyan fi adabi hamalah al-qur’an. Penguasaan kompetensi guru sanggup dicapai dengan beberapa strategi.
Beberapa ungkapan yang di paparkan oleh An-Nawawi didalamnya terdapat makna tersirat mengenai taktik pencapaian kompetensi kepribadian, yaitu:
- Berniat Mengharap Ridha Allah
- Tidak Mengharap Hasil Duniawi
- Waspadai Sifat Sombong
- Menghiasi Diri Dari Akhlak Terpuji
Keempat kompetensi kepribadian guru berdasarkan An-Nawawi sanggup ditarik ulur dengan indikator yang menerangkan keberhasilan guru dalam bidang kompetensi kepribadian. Keempat hal ini harus dimiliki oleh seorang guru semoga sanggup mencapai kompetensi kepribadian guru sesuai indikator.
Seperti halnya niat mengharap ridho Allah, bersamaan dengan itu untuk mengharapkan ridho Allah dengan membangun dan menanamkan prinsip mengikhlaskan ilmu dan amal untuk Allah. Berniat mengharap ridho Allah merupakan proses guru dalam pencapaian kompetensi kepribadian guru. Menurut indikator yang menerangkan keberhasilan guru untuk mencapai kepribadian guru semua harus diawali dengan niat dan mengharap ridho kepada Allah untuk menunjang keberhasilan seorang guru.
Hal ini An-Nawawi bukan hanya menuliskan di dalam kitabnya, akan tetapi An-Nawawi sendiri telah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi kepribadian dan mencapainya dengan melihat bahwa eksklusif guru tersebut benar-benar mengajar dengan meniatkan untuk mengamalkannya bukan semata-mata mengharapkan sesuatu yang lain.
Selain itu, ‘Athiyah al-Abrasy mengungkapkan bahwa seorang guru harus mempunyai sifat zuhud dengan melakukan tugasnya bukan semata-mata sebab materi, tetapi sebab mencari keridhaan Allah Swt. Seorang pendidik hendaknya higienis fisiknya dari segala macam kotoran dan higienis jiwanya dari segala macam sifat tercela serta tidak riya’ dalam melakukan tugasnya.
An-Nawawi memperlihatkan kriteria seorang guru yang mempunyai kepribadian yang baik, ibarat halnya tidak menomorsatukan hasil duniawi semoga guru sanggup fokus mentransfer ilmu kepada muridnya, sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai. Jika guru menomorsatukan hasil dunia maka tidak sanggup memenuhi kriteria yang menerangkan keberhasilan guru dalam bidang kompetensi kepribadian yang menjunjung arahan etik profesi guru. Oleh sebab itu dengan mempunyai eksklusif ini akan mengantarkan seorang guru menjadi eksklusif yang baik sesuai dengan kompetensi kepribadian guru yang seharusnya.
Guru hendaknya waspada dari sifat sombong, menghindari sifat sombong dan rasa tidak suka bila muridnya berguru kepada orang lain termasuk salah satu pencapaian eksklusif seorang guru. Dengan mempunyai eksklusif ini seorang murid akan bersikap ta’dim atau mengagungkan guru tersebut.
Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri merupakan indikator yang menerangkan keberhasilan guru dalam kompetensi kepribadian. Akan tetapi, sebelum pencapaian itu harus mempunyai eksklusif yang tidak sombong. Jika mempunyai sifat sombong akan hancur semua ilmu yang dimiliki, sebab seorang murid melihat keseluruhan seorang guru termasuk bila guru tersebut mengajar dengan berbangga diri. Sebagaimana dalam Firman Allah:
Dan janganlah kau memalingkan wajah dari insan (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”(QS. Luqman: 18)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai sifat sombong. Terutama bila sifat itu dimiliki oleh seorang guru, maka seorang guru tidak diperkenankan mempunyai eksklusif yang sombong semoga memenuhi kompetensi kepribadian guru berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
Tidak diragukan lagi bahwa kata yang baik dan tutur bahasa yang cantik bisa memperlihatkan imbas di jiwa, mendamaikan hati serta menghilangkan dengki dan dendam dari dada. Demikian juga raut wajah yang tampak dari sorang pengajar, ia bisa membuat umpan balik positif atau negatif pada siswa, sebab wajah yang riang dan berseri merupakan sesuatu yang disenangi dan disukai jiwa.
Menghiasi dengan budbahasa terpuji bukan hanya dari tutur kata, akan tetapi dengan perbuatan ibarat menampakan kegembiraan tanpa melampaui batas kesopanan, kebijaksanaan, kesabaran, bangga terhadap rendahnya pendapatan dengan membiasakan wara’, khusuk, tenang, randah hati, serta tunduk.
Dengan menghiasi diri dengan budbahasa terpuji telah mencakupi lima indikator untuk memenuhi keberhasilan seorang guru mengenai kompetensi kepribadian. Semua akan tercapai bila seorang guru mempunyai budbahasa terpuji. Menurut Pendidikan Nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi akseptor didik semoga menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Menurut beberapa ungkapan ulama salaf semua menyampaikan bahwa dengan menghiasi diri dengan budbahasa terpuji merupakan suatu yang paling utama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Jika ingin mencapai kompetensi kepribadian guru, maka hal ini yang pertama kali harus dimiliki oleh seorang guru.
Menurut Ibnu Sahnun berakhlak mulia bagi guru agama Islam yakni bisa berperilaku sesuai dengan prinsip agama Islam, dan untuk itu maka sebelumnya ia harus bisa menguasai pedoman umat Islam (Al-Qur’an), memahami, mengaktualisasi, dan mengajarkannya kepada akseptor didik. Indikator yang menerangkan keberhasilan seorang guru untuk mencapai kompetensi kepribadian, semua sanggup dicapai dengan diawali dengan menerapkan dan menanamkan eksklusif berdasarkan An-Nawawi.
Rujukan:
BSNP, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta, 2006).
Posting Komentar untuk "Strategi Pencapaian Kompetensi Kepribadian Guru Berdasarkan Kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalah Al-Qur’An Karya Bubuk Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi"