Perceraian Dalam Undang-Undang
-Perceraian dalam Undang-Undang
Perceraian yakni istilah aturan yang dipakai Undang-undang perkawinan sebagai penjelas "putusnya perkawinan" yaitu berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri.[1]
http://fahrizal91.blogspot.co.id/ |
Putus perkawinan yakni ikatan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan sudah putus. Putus ikatan yang dimaksud sanggup berarti salah seorang diantara keduanya meninggal dunia, sanggup juga berarti laki-laki dan perempuan sudah bercerai, dan sanggup juga berarti salah seorang diantara keduanya pergi ke daerah yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Berdasarkan semua itu sanggup berarti ikatan perkawinan diantara suami istri sudah putus atau bercerainya antara seorang laki-laki dan perempuan yang diikat oleh tali perkawinan.
Perceraian yakni putusnya ikatan perkawinan antara suami istri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami istri tidak akan sanggup hidup rukun lagi sebagai suami istri.[2]
Perceraian yakni suatu keadaan dimana antara seorang suami dan seorang istri telah terjadi ketidakcocokkan batin yang berakibat pada putusnya suatu tali perkawinan melalui suatu putusan pengadilan. Cerai atau perceraian yakni insiden putusnya kekerabatan perkawinan suami istri yang diatur berdasarkan tata cara yang dilembagakan untuk mengatur hal itu.[3]
Mengenai problem putusnya perkawinan atau perceraian diatur dalam Pasal 38 dan 39 UU Perkawinan. Pasal 38 UU Perkawinan “Perkawinan sanggup putus karena kematian, perceraian, atas keputusan pengadilan”.[4] Sedangkan Pasal 39 UU Perkawinan :
a. Perceraian hanya sanggup dilakukan di depan sidang pengadilan sehabis pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
b. Untuk melaksanakan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan sanggup hidup rukun sebagai suami istri.
c. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam perundang- permintaan tersendiri.[5]
Dapat disimpulkan dalam dalam Undang-undang bahwa perceraian selalu menjadi solusi retaknya sebuah rumah tangga. Pasal 38 UU Perkawinan, memilih bahwa pada perjalanannya, perkawinan sanggup saja berakhir, yaitu kalau disebabkan oleh kematian, perceraian atau keputusan pengadilan. Sedangkan dalam Pasal 39, perceraian hanya sanggup terjadi apabila dilakukan di depan Pengadilan Agama, baik itu lantaran suami yang menjatuhkan cerai (ṭalāq), ataupun lantaran istri yang menggugat cerai atau memohon hak ṭalāq, alasannya sighāt taklik ṭalāq.
Meskipun dalam agama Islam, perkawinan yang putus lantaran perceraian dianggap sah apabila diucapkan seketika oleh suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya yakni untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akhir aturan perceraian itu.
Posting Komentar untuk "Perceraian Dalam Undang-Undang"