Pengertian Kedudukan Logika Dalam Al-Qur'an
Jejak Pendidikan- Dalam mengartikan nalar Para sufi memahami kedudukan nalar dalam konteks “mengikat” “melekatkan” dan “membatasi”. Pilihan makna ini berkaitan dengan penciptaan alam semesta oleh Tuhan. Tuhan dianggap tidak terbatas, tidak terjangkau. Namun, dikala ia bertajalli, setiap ciptaan-Nya senantiasa terbatas. Ciptaan ini “mengikat” dimensi Tuhan yang tidak terbatas itu. Jadi, nalar cenderung berkaitan dengan segala ciptaan Tuhan, bukan Tuhan sendiri, yang Maha Luas itu.
Kedudukan nalar dalam Al-Qur'an, yang dimaksud adalah kawasan nalar dalam Al-Qur'an. Dengan mengetahui kedudukannya, sanggup pula diketahui peranannya dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam. Kedudukan dan peranan adalah dua hal yang mustahil dicerai-pisahkan, alasannya ialah peranan adalah aspek dinamis kedudukan. Karena kedudukannya, misalnya, orang sanggup berperan, bertindak melalui sesuatu.[1]
Baca juga (pengertian akal)
Baca juga (pengertian akal)
Terdapat 7 sinonim untuk kata nalar :
- dabbara (merenungkan).
- faqiha (mengerti),
- fahima (menahan),
- nazhara (melihat dengan mata kepala),
- dzakara (mengingat),
- fakkara (berpikir secara dalam),
- alima (menahan dengan jelas).
Selain tujuh kata itu, masih ada kata-kata yang dari segi fungsi yang ditunjukkannya mempunyai kemiripan dengan kata akal, yang paling mendekati ialah kata al-qolb.
[1] Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h.385.
Posting Komentar untuk "Pengertian Kedudukan Logika Dalam Al-Qur'an"