Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Outbound Sebagai Taktik Pembelajaran

1. Pengertian Strategi Belajar
Jejak Pendidikan- Strategi berguru terdiri dari dua kata yaitu "strategi" dan "belajar". Strategi bergotong-royong berasal dari bahasa Inggris "strategy" yang oleh As Hornby dalam Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English disebutkan sebagai "The art of planning operations in war, especially of the movements of armies and navies into favourable positions for fighting" yang artinya "seni dalam gerakan-gerakan pasukan darat dan bahari untuk menempati posisi-posisi yang menguntungkan dalam pertempuran". Di samping itu "Strategi" juga berasal dari bahasa Yunani "Strategia" yang artinya "the art of the general, "seninya seorang jenderal/panglima".

Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan "taktik" yang secara bahasa sanggup diartikan sebagai "corcerning the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu yang terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar). Sementara itu, secara konseptual taktik sanggup dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu biar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal.
 Strategi berguru terdiri dari dua kata yaitu  Outbound sebagai Strategi Pembelajaran

Dengan demikian istilah taktik bergotong-royong berasal dari istilah kemiliteran yaitu perjuangan untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan dengan tujuan mencapai kemenangan/kesuksesan. Istilah ini kemudian berkembang dalam banyak sekali bidang termasuk dalam dunia ekonomi, menyerupai taktik industri, taktik perencanaan, taktik pemasaran, dan dalam dunia pendidikan. Pengertiannya bermetamorfosis "'skill in managing any affairs", yang artinya "ketrampilan dalam mengelola/menangani suatu masalah". Bahkan taktik sudah menjadi kepingan ilmu yang bangkit sendiri yaitu ''''Strategies" science or art of strategy"; yang artinya "ilmu atau seni strategi". Secara umum taktik memiliki pengertian yaitu suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam perjuangan mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan berguru mengajar, taktik bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan berguru mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Jika taktik ini dimasukkan dalam dunia pendidikan secara makro dalam skala global, taktik merupakan kebijakan-kebijakan yang fundamental dalam pengembangan pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan secara lebih terarah, lebih efektif dan efisien. Jika dilihat secara mikro dalam strata operasional khususnya dalam proses berguru mengajar maka pengertiannya ialah "langkah-langkah tindakan yang fundamental dan berperan besar dalam proses berguru mengajar untuk mencapai sasaran pendidikan.

Ada empat taktik dasar dalam berguru mengajar yang meliputi hal-hal berikut:
  • Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laris dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
  • Memilih sistem pendekatan berguru mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
  • Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik berguru mengajar yang dianggap paling sempurna dan efektif sehingga sanggup dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
  • Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga sanggup dijadikan pedoman oleh guru dalam melaksanakan penilaian hasil kegiatan berguru mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.


Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat dilema pokok yang sangat penting yang sanggup dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan berguru mengajar biar berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Belajar merupakan tindakan dan sikap siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka berguru hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa ialah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses berguru terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Dengan demikian, berguru merupakan aktifitas yang dilakukan seseorang atau penerima didik secara pribadi dan sepihak, sedangkan pembelajaran itu melibatkan dua pihak, yaitu guru dan penerima didik yang di dalamnya mengandung dua unsur sekaligus, yaitu mengajar dan berguru (teaching and learning). Kaprikornus pembelajaran telah meliputi belajar. Istilah pembelajaran merupakan istilah yang sebelumnya dikenal dengan istilah proses berguru mengajar (PBM) atau kegiatan belajar mengajar (KBM).

Guru, instruktur, atau dosen seringkali menyamakan istilah pengajaran dan pembelajaran. Padahal pengajaran (instructional) lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari guru kepada siswa yang kadang-kadang berlangsung secara sepihak. Sedangkan pembelajaran (learning) ialah suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhatikan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta banyak sekali taktik pembelajran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian pembelajaran.

Dalam kehidupan sehari-hari, insan melaksanakan banyak kegiatan yang bergotong-royong merupakan tanda-tanda belajar.46 Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apakah bergotong-royong berguru itu. Walaupun telah banyak yang ditemukan, namun masih banyak lagi hal-hal yang belum sanggup dipahami dengan jelas. Belajar ialah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap perjuangan pendidikan, sehingga tanpa berguru sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar merupakan perjuangan memakai setiap sarana atau sumber, baik di dalam maupun di luar pranata pendidikan, guna perkembangan dan pertumbuhan pribadi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, berguru ialah berusaha, berlatih dan sebagainya supaya menerima suatu kepandaian. Para andal mendefinisikan berguru dalam redaksi yang berbeda-beda dan pementingan yang tidak sama sesuai dengan pendekatan masing-masing.

Berdasarkan klarifikasi tersebut, maka kesimpulannya yaitu taktik berguru ialah sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan berguru mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dan merupakan referensi kegiatan berguru berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu hasil berguru siswa yang diinginkan Secara umum, berguru boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri insan (id, ego, super ego) dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.

Berdasarkan rumusan di atas maka berguru sanggup dipandang suatu perjuangan untuk melaksanakan proses perubahan tingkah laris ke arah konsisten (menetap) sebagai pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Pengertian ini mengandung makna bahwa adanya berguru ditunjukkan oleh adanya perjuangan atau acara tertentu. Menekankan segi aktivitas, WS. Winkel mendefinisikan berguru sebagai suatu acara mental/psikis dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman ketrampilan dan sikap.

Dari uraian di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa taktik berguru yaitu sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan berguru mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dan merupakan referensi kegiatan berguru berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu hasil berguru siswa yang diinginkan.

2. Metode Belajar
Dalam pengertian letterlijk, kata "metode" berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari meta yang berarti "melalui", dan hodos yang berarti "jalan". Jadi, metode berarti "jalan yang dilalui". Dalam bahasa Arab, kata metode diungkapkan dalam banyak sekali kata. Terkadang dipakai kata al-tariqah, manhaj, dan al-wasilah. Al-tariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, dan wasilah berarti perantara atau mediator. Dengan demikian, kata Arab yang bersahabat dengan arti metode ialah altariqah.

Dengan demikian metode sanggup berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang menyampaikan bahwa metode ialah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diharapkan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut. Ada lagi pendapat yang menyampaikan bahwa metode bergotong-royong berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diharapkan bagi pengembangan ilmu atau tersistemasisasikannya-suatu pemikiran. Dengan pengertian yang terakhir ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan berbagi suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan.

Adapun metode berguru di antaranya:
a. Metode SQ3R
Dari antara banyak sekali metode belajar, salah satu metode berguru yang secara objektif dianggap baik ialah metode berguru SQ3R. Metode ini dikemukakan oleh Francis R Robinson di Universitas Negeri Ohio Amerika Serikat. Metode ini bersifat simpel dan bisa diaplikasikan dalam banyak sekali pendekatan belajar. SQ3R merupakan kependekan langkah-langkah mempelajari teks yang meliputi:

Pertama, Survey, yakni mengusut atau meneliti atau mengidentifikasi seluruh teks. Kedua, Question, yakni menyusun daftar pertanyaan yang relevan dengan teks. Ketiga, Read, yakni membaca teks secara aktif untuk mencari tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Keempat, Recite, yakni menghafal setiap tanggapan yang telah ditemukan. Kelima, Review, yakni meninjau ulang seluruh tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan yang tersusun pada langkah kedua dan ketiga.

b. Metode PQ4R
Metode berguru lain yang dipandang sanggup meningkatkan kinerja memori dalam memahami substansi teks ialah metode ciptaan Thomas & Robinson (1972) yang disebut PQ4R kependekan dari Preview, Questions, Read, Reflect, Recite, Review. Teknik PQ4R, demikian berdasarkan Anderson yang disitir Muhibbin Syah, pada hakikatnya merupakan penimbul pertanyaan dan tanya-jawab yang sanggup mendorong pembaca teks melaksanakan pengolahan materi secara lebih mendalam dan luas. Selanjutnya, metode PQ4R itu sesuai dengan kepanjangannya terdiri atas enam langkah pendukung upaya mempelajari materi kepingan dalam buku teks/buku daras sebagaimana yang dianjurkan Anderson di bawah ini.

Kesimpulan yang sanggup diambil bahwa metode berguru ialah sebagai alat untuk mengolah dan berbagi suatu gagasan mengenai berguru sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan.

3. Outbound sebagai Strategi Pembelajaran
Strategi sebagai dasar setiap usaha, meliputi antara lain:
  • Pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dari kualifikasi tujuan yang akan dicapai dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya.
  • Pertimbangan dan pemilihan cara pendekatan utama yang dianggap ampuh untuk menempuh sasaran.
  • Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh semenjak titik awal pelaksanaan hingga titik tamat pencapaian sasaran.
  • Pertimbangan dan penetapan tolok ukur untuk mengukur taraf keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dijadikan sasaran.


Proses pembelajaran berjalan secara optimal perlu adanya planning pembuatan taktik pembelajaran. Strategi pembelajaran ialah referensi kegiatan pembelajaran berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu hasil berguru siswa yang diinginkan.

Dalam lingkup pendidikan, berguru diidentikkan dengan proses kegiatan sehari-hari siswa di sekolah/madrasah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas berguru sanggup dipandang dari dua subjek, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, berguru dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi materi belajar. Bahan berguru itu sangat beragam, baik bahan-bahan yang dirancang dan disiapkan secara khusus oleh guru, ataupun materi berguru yang ada di alam sekitar yang tidak dirancang secara khusus tapi bisa dimanfaatkan siswa. Sedangkan dari sisi guru, berguru itu sanggup diamati secara tidak langsung. Artinya, proses berguru yang merupakan proses internal siswa tidak sanggup diamati, tetapi sanggup dipahami oleh guru.

Proses berguru itu "tampak" lewat sikap siswa dalam mempelajari materi ajar. Perilaku berguru itu tampak pada tindak-tindak hasil belajar, termasuk tindak berguru banyak sekali bidang studi di sekolah. Perilaku berguru itu merupakan respon siswa terhadap tindak berguru dan tindak pembelajaran yang dilakukan guru. Belajar pula sanggup diartikan memahami sesuatu yang gres dari kemudian memaknainya. Dengan kata lain, berguru ialah perubahan tingkah laris (change of behaviour) para penerima didik, baik pada aspek pengetahuan, sikap ataupun keterampilan sebagai hasil respon pembelajaran yang dilakukan guru. Oleh alasannya ialah itu, berguru ialah "perubahan tingkah laku" lebih merupakan proses internal siswa dalam rangka menuju tingkat kematangan.

Berdasarkan uraian konsep berguru di atas antara lain memperlihatkan klarifikasi bahwa berhasil tidaknya seorang siswa dalam suatu proses berguru sanggup dilihat dari hasil belajar. Hasil berguru ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sesudah ia mendapatkan pengalaman belajarnya. Mutu hasil berguru sebagai produk dari proses berguru mengajar biasanya diukur dengan tes hasil berguru yang tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas proses berguru mengajar yang dialami siswa tetapi juga faktor lain yang berada di luar efek sistem pendidikan, di samping kemampuan siswa itu sendiri. Hasil berguru seseorang (siswa) sanggup mengukur tinggi rendahnya kemampuan belajarnya yang ditunjukkan adanya perubahan sikap pada seseorang sebagai hasil pengalaman. Kemampuan siswa yang merupakan perubahan tingkah laris sebagai bukti hasil berguru itu sanggup diklasifikasikan dalam dimensi-dimensi tertentu.

Kemampuan-kemampuan yang dihasilkan alasannya ialah perjuangan berguru itu merupakan kemampuan internal yang harus dinyatakan atau dibuktikan dalam suatu prestasi. Prestasi berguru yang diberikan oleh siswa berdasarkan kemampuan internal yang diperolehnya sesuai dengan tujuan instruksional, menampakkan hasil belajar. Dari sempurna atau tidak tepatnya prestasi berguru akan nampak, apakah hasil berguru sudah tercapai atau belum. Belajar sanggup diartikan sebagai perubahan tingkah laris pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih bisa berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam konteksnya dengan taktik pembelajaran dalam outbound bahwa outbound berasal dari kata out of boundaries, artinya keluar dari batas. Merupakan istilah di bidang kelautan, yang mengambarkan saat-saat sebuah kapal keluar dari dermaga, melewati batas perairan. Pada tahun 1800-an, seorang pelaut Inggris berjulukan Kurt Han mengamati fenomena yang terjadi pada pelaut di kapalnya, yaitu bahwa pelaut-pelaut muda yang masih besar lengan berkuasa secara fisik, ternyata kurang tangguh dalam menghadapi kerasnya kehidupan pelayaran. Justru pelaut-pelaut yang sudah lebih tua, yang secara fisik sudah mengalami penurunan, malah bisa survive dan bisa memecahkan banyak sekali dilema kompleks yang timbul. Hal ini bukan semata alasannya ialah pengalamannya lebih banyak, tetapi lebih alasannya ialah keterampilan-keterampilan personal menyerupai daya juang, kemampuan kepemimpinan, problem solving, dan lain-lain. Hal ini menarik perhatian si pelaut Inggris ini, dan kemudian melaksanakan training bagi setiap anak buahnya. Pelatihan dilakukan selama 30 hari di atas kapalnya. Dan terbukti, kegiatan ini bisa berbagi kemampuan mereka dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi. Seiring dengan laju zaman, training untuk berbagi keterampilan personal dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat dan dengan media yang lebih memungkinkan.


Rujukan:
  1. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
  2. Moh. Uzer Usman dan Lilies Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
  3. Djamaluddin Darwis, "Strategi Belajar Mengajar" dalam Chabib Thaha dan Abdul Mu’ti, (penyunting), PBM PAI di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),
  4. Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007),
  5. Ahmadi Zayadi dan Abdul Majib, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
  6. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006).
  7. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2006),
  8. Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offset, 2007),
  9. Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran wacana Pendidikan Islam, (Bandung: PT al-Ma'arif, 2006),
  10. Agus M. Hardjana, Kiat Sukses Studi di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Kanisius, 2008),
  11. Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009).
  12. WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1989),
  13. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),
  14. Hamzah Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008),
  15. WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1989),
  16. S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991),
  17. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
  18. Y.B. Sudarmanto, Tuntunan Metodologi Belajar, (Jakarta: PT Grasindo, 2011),
  19. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 2006).
  20. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002).
  21. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),
  22. Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Semarang: Kerjasama LSIS dengan RaSAIL Media Group, 2008).
  23. As Hornby, Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, ( New York: Oxford University Press, Third Impression, 1984).
  24. Djamaluddin Darwis, "Strategi Belajar Mengajar" dalam Chabib Thaha dan Abdul Mu’ti, (penyunting) PBM PAI di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
  25. Awaludin Pimay, Paradigma Dakwah Humanis, (Semarang: Rasail, 2005).

Posting Komentar untuk "Outbound Sebagai Taktik Pembelajaran"