Model Penanaman Nilai-Nilai Islam Untuk Pendidikan Moral
Jejak Pendidikan- Model berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah contoh, acuan, ragam, dari sesuatu yang akan di buat atau dihasilkan. Dalam keseharian istilah model dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang akan menjadi acuan. Model pembelajaran etika dilakukan dengan pembentukan suatu kelompok yang disebut “Just Communities” sebagaimana dieksperimentasikan Kohlberg dan kolega-koleganya untuk mempengaruhi daypikir etika dan sikap siswa.
Tujuan model ini ialah untuk membuat iklim moral, pembangunan alih-peran forum dan partisipasi dalam pembentukan peraturan-peraturan serta penegakannya. Peran guru ialah memfasilitasi norma-norma kolektif dari kepedulian dan tanggung jawab guna mendukung persatuan menyerupai etos saling percaya, kepercayaan, dan menolak untuk mencuri atau khianat.
Pengajaran nilai-nilai dalam bentuk “collective worship”, beribadah secara berjama’ah, berdasarkan kajian beberapa penelitian yang dilakukan Halstead dan Taylor mempunyai santunan penting untuk perkembangan spiritual dan etika siswa. “Collective worship” ini bisa membuat refleksi serius atas dimensi-dimensi non-material dari kehidupan, serta bisa mengeksplorasi ruang batin (inner space) dan perasaan-perasaan transenden.
Dari model-model pembelajaran etika tersebut, mengikuti James Rest ada empat komponen dalam pembelajaran etika yang perlu diperhatikan.
- komponen “moral sensitivity” (kepekaan moral) ialah komponen ini berkaitan dengan tugas individual atas kognisi sosial untuk bisa secara lebih baik memahami perspektif orang lain.
- “moral judgement“ (keputusan moral), yaitu daypikir etika individu terhadap harapan moral. Komponen ini mengandaikan bahwa pertimbangan etika individual perihal keadilan atau konvensi-konvensi sosial mempunyai kekerabatan dengan komponen etika Rest lainnya.
- komponen “moral decision-making” (pembuatan keputusan moral), berupa rumusan tindakan etika dari pertimbangan yang lebih luas dari nilai-nilai, motivasi-motivasi, dan hasil-hasil tindakan yang mungkin diperoleh.
- komponen etika action (tindakan moral). Kekuatan ego, sikap ketegasan (assertiveness) sosial, penundaan rasa gembira, dan jiwa petualangan berdasarkan Rest, menjadi karakteristik tindakan moral.
Hal yang sama diungkapkan oleh Aisyah Wardahlia Kurniawati mencakup empat model, sebagai berikut:
- model dogmatik yaitu mengajarkan nilai kepada anak dengan cara menyajikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang harus diterima apa adanya tanpa mempersoalkan hakikat kebaikan dan kebenaran itu sendiri.
- model deduktif yaitu cara menyajikan nilai-nilai kebenaran (ketuhanan dan kemanusiaan) dengan jalan menguraikan konsep perihal kebenaran semoga dipahami oleh penerima didik.
- model induktif yaitu sebagai kebalikan dari model deduktif, yakni dalam penanaman nilai-nilai dimulai dengan mengenalkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari, lalu ditarik maknanya secara hakiki perihal nilai-nilai kebenaran yang berada dalam kehidupan tersebut.
- model reflektif yaitu gerakan dari pengguna model deduktif dan induktif, yakni menanamkan nilai dengan jalan mondar-mandir atau menawarkan konsep semua cara perihal nilai-nilai temuan, lalu melihatnya dalam kasus-kasus kehidupan sehari-hari. Diah Pawestri,
Posting Komentar untuk "Model Penanaman Nilai-Nilai Islam Untuk Pendidikan Moral"