Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Kesenjangan Bahan Kurikulum Pai

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Jejak Pendidikan- Upaya meningkatkan mutu pendidikan sudah sudah semenjak usang di lakukan pemerintah. Beberapa aspek yang menjadi sasaran dalam upaya tersebut ialah meningkatkan kemampuan guru sehubungan dengan mutu Proses Belajar Mengajar (PBM). Meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah sehubungan dengan pengololaan dan manajemen sekolah.

Kemampuan para supervisor pengawas sehubungan dengan proses pengawasan dan penilaan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Pembentukan komite sekolah/majelis madrasah sebagai upaya mengikutsertakan masyarakat dalam meningkatkan mutu pelayanan (dengan memperlihatkan pertimbangan, isyarat dan derma tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan), dan hasilnya hingga pada penemuan kurikulum.

Baca Juga (Berbagai Makalah)

Dalam rumusan  tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar dan menengah yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman penerima didik ihwal agama Islam sehingga menjadi insan muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, katakwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi
 Upaya meningkatkan mutu pendidikan sudah sudah semenjak usang di lakukan pemerintah makalah kesenjangan materi kurikulum PAI


B.     Rumusan permasalahan

  1. Jelaskan isu-isu PAI?
  2. Jelaskan kesenjangan materi kurikulum PAI.
  3. Jelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan kurikulum PAI di sekolah?
  4. Jelaskan keterpaduan KBK PAI?

BAB IIKETERPADUAN PEMBELAJARAN PAI

A.     Isu-isu pendidikan agama Islam

Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk prilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan Agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Kurikulum yang dimunculkan dalam hal ini ialah KBK yang merupakan seperangkat planning dan pengaturan ihwal kompetensi dan hasil berguru yang harus di capai oleh siswa. Termasuk bagaimana melaksanakan penilaian, aktivitas berguru mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Kompetensi dalam hal ini ialah suatu pengetahuan ihwal sesuatu yang di harapkan sanggup di miliki, di sikapi dan di lakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, termasuk pula menggambarkan kemajuan siswa yang di capai secara sedikit demi sedikit dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat banyak sekali komponen yang saling terkait dan saling mempengaruhi diantaranya, kurikulum, guru, metode, alat, dan lain-lain. Semua komponen tersebut saling terkait satu sama lain.

Sebagaimana dikemukakan Soetomo (1993:11) bahwa dalam interaksi berguru mengajar ada beberapa komponen yang harus di penuhi, yaitu:

  1. tujuan interaksi yang di harapkan,
  2. bahan (pesan yang akan disampaikan),
  3. pendidikan dan siswa,
  4. alat/sarana yang digunakan,
  5. metode yang di gunakan untuk mencapai materi, dan
  6. situasi lingkungan untuk memberikan semoga tercapainya tujuan.

Prinsip dan konsep Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kaidah-kaidah/ dasar-dasar yang di terapkan dengan terperinci pada masa Nabi SAW dan sobat Khulafa al-Rasyidin dan para pengikutnya termasuk orang-orang yang mengamalkan Islam dengan tulus hingga kini dan masa yang akan datang.

Guru (mu’allim), khususnya guru Pendidikan Agama Islam hendaknya menyadari betul ciri-ciri Pendidikan Agam Islam semoga sanggup menjalankan kiprah mengajarnya sesuai dengan misi pendidikan itu sendiri.

Pendidikan Islam berdasar pada seperangkat dasar prinsip yang bersumber pada rukun kepercayaan dan syari’at Islam yang sanggup di terapkan secara mudah dalam kehidupan. Menurut Mala Utsman (1985:20-30) ciri-ciri Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:

a. Pendidikan ketuhanan (tauhid aqidah), yaitu:

  1. Pendidikan yang bukan buatan manusia, melainkan menurut kepada prinsip-prinsip yang di turunkan  Allah Ta’ala (bersifat luhur dan sempurna.
  2. Bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai kehidupan yang mulia.
  3. Menyampaikan individu siswa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
  4. Kesempurnaannya tiba dari Allah SWT yang Maha mengetahui terhadap kemaslahatan insan dan memperlihatkan kebaikan kegidupan yang mulia bagi manusia.
  5. Pendidikan Islam itu berdasar kepada Q.S. Shad: 9, al-Isra: 9, al-Bagarah: 2, Az-Zumar: 23.

b. pendidikan faktual (tarbiyah) yaitu: pendidikan yang harmonis dengan kenyataan insan yang tersusun dengan komponen jisim (tubuh), nafs/qalb/hati. Pendidikan ini mengakui adanya “gharizah” (insting) yang mengerakkan sikap manusia. Oleh lantaran itu, pendidikan Islam itu membimbing, mengarahkan, menata dan membina gharizah bukan menghancurkan atau memeranginya.

c.pendidikan yang kontinyu, yaitu pendidikan yang tidak terkait oleh waktu tertentu di keluarga dan di sekolah saja, melainkan kewajiban bagi orang Islam hingga meninggal dunia.
           
 Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam secara nasional dalam kurikulum berbasis kompetensi di tandai dengan cirri-ciri antara lain:

  1. Lebih menitikberatkan pencapaian sasaran kompetensi daripada penguasaan materi.
  2. Lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
  3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk berbagi dan melaksanakan jadwal pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.         
Berkenaan dengan hal tersebut, Islam memandang bahwa pendidikan umum bertujuan untuk mencapai insan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  1. Hilmun, yakni kesanggupan atau kemampuan untuk menolak argumentasi orang kolot dengan bahasa yang santun.
  2. Wara’, yaitu tidak rakus, rendah hati, yang bisa membentangi dirinya dari perbuatan maksiat.
  3. Husnul khuluq, yakni berakhlak baik sehingga ia bisa hidup di antara manusia.

Untuk merealisasikan tujuan Pendidikan Islam yang sanggup menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional, Islam telah memperlihatkan isyarat semoga insan bisa memanfaatkan potensinya dan kesempatan hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan alam abadi kelak.

Di samping itu Islam memperlihatkan dorongan untuk berbagi potensi akalnya melalui pendidikan baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah.

kedudukan  Pendidikan Agama Islam dan kurikulum sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan.hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Azra (1999: 57) bahwa kedudukan Pendidikan Islam (Pendidikan Agama Islam) dalam banyak sekali tingkatnya mempunyai kedudukan yang penting dalam Sistem Pendidikan Nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia.
            
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah/Madrasah berfungsi sebagai berikut :

  1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan penerima didik kepada Allah SWT yang telah di tanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang renta dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan training semoga keimanan dan ketakwaan tersebut sanggup berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
  2. Penanaman nilai sebagai pendoman hidup untuk mencari kebahagiaanhidup di dunia dan di akhirat.
  3. Penyeseuain mental, yaitu untuk beradaptasi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan sanggup mengubah laingkungannya sesuai dengan aliran agama Islam. Penyesuaian mental, yaitu untuk beradaptasi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan sanggup mengubah lingkungannya sesuai dengan aliran agama Islam.
  4. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan penerima didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman aliran dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang sanggup membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju insan Indonesia seutuhnya.
  6. Pengajaran, ihwal ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
  7. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anaka-anak yang mempunyai talenta khusus di bidang agama Islam semoga talenta tersebut sanggup berkembang secara optimal sehingga sanggup di manfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Departemen Agama RI telah menggariskan pola kebijakan Pendidikan Agama Islam terpadu yang meliputi:
  1. Keterpaduan proses
  2. Keterpaduan materi
  3. Keterpaduan penyelenggaraan
Konsep Keterpaduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ditawarkan penulis ialah konsep pembelajaran yang komprehensif (menyeluruh) yang meliputi: (keterpaduan proses, materi, dan penyelenggaraan) sebagai salah satu upaya dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Agama Islam yang harus diselenggarakan dan dikelola secara kolektif.

Arah penilaiannya dilakukan dengan penilaian Berbasis Kelas yang memperlihatkan tiga ranah yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).


B. Kesenjangan Materi Kurikulum PAI

Analisis terhadap kesengjangan planning kurikulum Pendidikan Agama Islam ini lebih di arahkan pada aspek materi serta tujuan-tujuan kurikulumnya, menurut karakteristik serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki dalam organisasinya dengan kemungkinan penerapannya.

a. Kemampuan membaca Al-qur’an
Kemampuan membaca Al-Qur’an yang hendak dicapai contohnya pada siswa SD mulai dari kelas IV, diarahkan pada penguasaan kemampuan membaca Al- Qur’an dengan penerapan tajwidnya. Artinya para siswa pada tahap ini di pandang layak untuk menerapkan serta menguasai kemampuan membacanya dengan baik dan benar, sesuai dengan aturan-aturan bacaannya, walaupun pada taraf pengenalan.

Pencapaian ke arah tujuan pengusaan kemampuan membaca Al-Qur’an itu di dukung dengan sifat-sifat materi pembelajaran, yang tidak hanya penguasaan/mengingat terhadap fakta-fakta mengenai ahkamul madi wal qashry, jenis-jenis aturan mad, serta beberapa alif kadar kepanjangannya masing-masing. Akan tetapi dikembangkan juga melalui penelaahan secara bacaan/ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an yang diduga mempunyai hukummad dalam membacanya secara tepat.

Kegiatan berguru serupa itu sanggup di lakukan dengan menghubungkan konsep-konsep ihwal aturan mad serta jenis-jenis dan kadar kepanjangan masing-masing yang di terapkan terhadap ayat-ayat tertentu yang harus di cari oleh para siswa dari Al-Qur’an. Karakteristik tujuan serta materi pembelajaran tersebut sangat positif bagi pengembangan kemampuan berpikir induktif atau deduktif para siswa.

Kemampuan motorik para siswa yang di tuntut untuk di kembangkan melaui meteri pembelajaran ini, dikembangkan hukum-hukum mad, yang telah di temukan para siswa dari contoh-contoh ayat-ayat Al-Qur’an yang di carinya atau yang diberikan oleh guru agama.

Aspek-aspek pendukung untuk keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta materi  belajar menyerupai ini, perlu di sediakan waktu serta sarana lainnya yang di perlukan menyerupai Al- Qur’an dalam jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah siswa serta di sesuaikan pula dengan tingkat kecepatan penguasaan materi pembelajaran masing-masing para siswa. 

b. Kemampuan praktek ibadah
Penguasaan terhadap kemampuan praktek ibadah misalnya, pada siswa tujuannya diarahkan pada penguasaan konsep-konsep ihwal shalat fardhu dan shalat Jum’at serta do’a-do’a tertentu setelah shalat, puasa dan zakat.

Penguasaan aspek kognitif para siswa melalui materi pelajaran ini ialah dengan penguasaan terhadap fakta-fakta menyerupai jenis-jenis shalat fardhu, syarat dan rukun shalat, hafalan terhadap bacaan-bacaan do’a serta konsep-konsep ihwal shalat fardhu. Aspek afektif serta psikomotor yang dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan berguru praktek, yang sanggup juga dikembangkan di sekolah dan peniruan para siswa terhadap rutinitas dalam pelaksanaan ibadah tersebut dalam lingkungan-lingkungan di sekitar mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
           

C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kurikulum PAI Disekolah

Penerapan kurikulum PAI, mempunyai sifat kebergantungan yang sangat tinggi, ia sangat dipengaruhi oleh fasilitas serta potensi yang tersedia di sekolah, lingkungan masyarakat, serta lingkungan pergaulan para siswa, latar belakang keluarga.

Dalam kerangka penerapan kurikulum PAI pada sekolah, para guru agama diharapkan bisa membaca “visi” sebuah kurikulum, yakni ide-ide pokok yang terkanung di dalam tujuan-tujuan kurikulum. Ide pokok tersebut dibuat dari filsafat, teori serta kebijakan-kebijakan formal yang melandasinya. Disamping kemampuan mereka dalam menganalisis struktur kurikulumnya, lantaran yang terakhir ini sebagai salah satu upaya untuk menterjemahkan visi kurikulum.

Perlunya kemampuan membaca visi kurikulum PAI, terutama semoga persepsi yang dibuat dalam pemikiran para guru agama itu terdapat relevansi dengan visi kurikulum yang secara prinsip terkandung dalam tujuan-tujuan kurikulumnya.

Pada dikala ini ada kecenderungan bahwa perhatian guru agama lebih tertuju kepada struktur kurikulum PAI, menyerupai analisis materi pelajaran, merumuskan tujuan (TPK) dari TPU serta banyak sekali urusan manajemen pengajaran lainnya, sedangkan bagaimana visii pemikiran yang dikehendaki para pengembang kurikulum yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional serta relevansinya dengan rumusan kompetensi PAI, kurang menerima perhatian.

Fungsi pendidikan pada sekolah secara keseluruhan  adalah sejalan dengan pengembangan Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajarannya adalah; untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman penerima didik ihwal agama Islam sehingga menjadi insan muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk sanggup melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.


  • Terbatasnya Sarana dan Fasilitas yang Dimiliki Sekolah
Kegiatan Pendidikan Agama Islam di sekolah nampak banyak mempunyai kekurangan dan keterbatasan, terutama dalam kualitas proses berguru mengajar yang dikembangkannya, yang selanjutnya berakibat pribadi kepada rendah dan tidak meratanya kualitas hasil yang dicapai para siswa. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki sekolah dalam kaitan ini ialah adanya aspek formal serta disiplin dalam kegiatannya.

Adanya aspek-aspek tersebut bisa dirumuskan kompetensi-kompetensi serta materi berguru mengajar secara rinci, sanggup direncanakan bentuk aktivitas berguru sekaligus bentuk dan sistem penilaiannya.

Karena itu perlu dicari suatu bentuk perbaikan yang bersifat strategis, sehingga tanpa pengadaan sarana serta fasilitas pendukung di sekolah, tapi dengan suatu seni manajemen yang dipandang tepat maka diharapkan akan sanggup memperbaiki kesenjangan penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhan.

Alternatif kea rah itu yang dipandang tepat ialah dengan memanfaatkan serta melibatkan lingkungan-lingkungan tertentu yang ada di masyarakat, sebagai media pembelajaran dalam proses penerapan kurikulumnya.

Keterbatasan pada faktor sarana dan fasilitas contohnya yang ada pada sekolah dikala ini bersifat kausalitas, yakni keterbatasan pada faktor ini akan memunculkan kesenjangan dalam proses penerapan kurikulum dan kesenjangan dalam proses itu selanjutnya akan memunculkan kesenjangan dalam hasil-hasil yang diperolehnya.

Karena itu keadaan menyerupai ini perlu segera dicari jalan keluarnya, sehingga proses penerapan kurikulum itu sanggup segera ditinggalkan, dengan keinginan semakin tinggi proses maka akan semakin tinggi pula hasil yang diperoleh.


D. Ketepaduan KBK PAI

Penerapan kurikulum dengan memanfaatkan serta melibatkan lingkungan tertentu di masyarakat dalam kegiatannya secara terpadu, dipandang sangat perlu secara konsepsional maupun operasional.

Secara konseptual keterpaduan pelaksanaan kurikulum PAI didasarkan pada:


  1. Karakteristik yang paling menonjol dalam organisasi tujuan-tujuan yang diwujudkan dalam kompetensi kurikulum PAI, bersifat developmental, kompetensi-kompetensi itu tidak sanggup dikembangkan dalam waktu serta lingkungan berguru yang sangat terbatas. Mengembangkan kemampuan dasar kehidupan beragama semoga menjadi insan muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, hanya mungkin dikembangkan secara kontinu dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Teori yang menyampaikan “belajar ialah change in behavior” sepertinya lebih relevant dengan penerapan kurikulum PAI daripada sekedar menambah dan mengumpulkan pengetahuan saja. Aspek berguru tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, tetapi melibatkan totalitas mental dan fisik secara menyeluruh. Karenanya berguru merupakan perjalanan panjag dengan waktu serta lingkungan yang saling mendukung.
  3. Setting berguru yang naturalistic ternyata lebih efektif dalam pencapaian hasil dibandingkan dengan setting berguru di kelas dengan pendekatan yang verbalistik. Marsh (1987: 35) menyatakan bahwa “I hear I forget, I see I remember and I do I understand”. Tugas guru dalam aktivitas ini ialah menyediakan lingkungan-lingkungan berguru yang mendukung untuk memperlihatkan pengalaman berguru langsung. Dukungan terhadap alasan ini dikemukankan oleh John Boyd (1989: 2),…” knowledge is acquired thought the individual’s direct and active engagement with the material word, and that the teacher’s role is to provide an environment rich inpotential learning possibilities”.
  4. Upaya untuk mensintesikan dan ineternalisasi nilai-nilai religious semoga menjadi suatu sistem nilai yang mantap dan mendalam, sehingga benar-benar menjadi sesuatu yang dipedomani dalam kehidupan sehari-hari perlu memperhatiakn prinsip-prisip: kontinuitas, relevansi dan efektifitas dalam pengembangannya.

Secara operasional pelaksanaan kerjasama (keterpaduan) pelaksana kurikulum PAI didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Pelaksanakan PAI di mushalla dan masjid lebih mengarah kepada penerapannya dengan pendekatan afektif dan psikomotorik serta didukung oleh setting pendidikan yang naturalistik. Kondisi menyerupai ini diharapkan akan bisa menutup kesenjangan kurikulum yang dikembangkan di Sekolah.
  2. Harus diakui bahwa instrument serta mekanisme yang diterapkan dalam pelaksanaan PAI di mushalla dan masjid lebih mengarahkan pada “student centered” dengan sistem penilaian yang high level yakni diarahkan pada penguasaan sikap oleh para penerima didik, bukan pada penguasaan kognitif yang rendah, juga mustahil sanggup dicapai dengan instrument penilaian klasik menyerupai true false, matcing choise, short answer dan sejenisnya.


 Langkah-langkah mewujudkan kerjasama pembinaan PAI disekolah, terdapat perbedaan yang ditempuh oleh masing-masing guru agama dalam mewujudkan pola kerjasama dalam pembinaan PAI, tergantung kepada situasi dan kondisi yang ada di lingkungan sekolah tersebut.


PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk prilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan Agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Prinsip dan konsep Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kaidah-kaidah/ dasar-dasar yang di terapkan dengan terperinci pada masa Nabi SAW dan sobat Khulafa al-Rasyidin dan para pengikutnya termasuk orang-orang yang mengamalkan Islam dengan tulus hingga kini dan masa yang akan datang.

Kedudukan  Pendidikan Agama Islam dan kurikulum sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan.hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Azra (1999: 57) bahwa kedudukan Pendidikan Islam (Pendidikan Agama Islam) dalam banyak sekali tingkatnya mempunyai kedudukan yang penting dalam Sistem Pendidikan Nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia.

Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam secara nasional dalam kurikulum berbasis kompetensi di tandai dengan ciri-ciri antara lain:

  1. Lebih menitikberatkan pencapaian sasaran kompetensi daripada penguasaan materi.
  2. Lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
  3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk berbagi dan melaksanakan jadwal pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Posting Komentar untuk "Makalah Kesenjangan Bahan Kurikulum Pai"