Kontrol Diri Dan Bagiannya

Jejak Pendidikan- berdasarkan Averill, membagi kontrol diri dalam beberapa aspek yaitu; kontrol perilaku, kontrol kognitif dan mengontrol keputusan.

a. Kontrol Perilaku (Behavior Control)

Kontrol sikap merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara pribadi memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Dalam kontrol sikap ada dua jenis yaitu pertama, mengatur pelaksanaan (regulated administation), yaitu kemampuan dalam mengatur dan menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Kedua, Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability), kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki terjadi. Langkah yang sanggup dipakai dalam mengadapi kejadian yang tidak menyenangkan itu ialah sebagai berikut:

Mencegah atau menjauhi stimulus.
Menempatkan batas waktu tenggang diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung.
Menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir.
Membatasi intensitas dari stimulus tersebut.

b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)

Kontrol kognitif menurupakan kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri dua komponen yaitu; memperoleh info dan menelai informasi.

Dengan informasi yang dimiliki individu terkait suatu kejadian yang tidak menyenangkan, maka individu sanggup mengantisipasinya dengan berbagai pertimbangan serta bisa menilai dan menafsirkan kejadian tersebut.

c. Mengontrol Keputusan (Decesional Control)

Mengontrol keputusan ialah kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Keputusan tindakan yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang matang akan menjadikan kecemasan pada individu. Dari ulasan diatas sanggup disimpulkan bahwa untuk mengontrol diri mencakup aspek-aspek berikut:

Kemampuan mengontrol sikap (Behavior Control)
Kemampuan dalam mengontrol kognitif (Cognitive Control)
Kemampuan dalam mengontrol keputusan (Decesional Control)

Terdapat kemungkinan insan sanggup mengendalikan perilakunya sendiri, seperti yang dibahas B.F Skinner pada bukunya Sciences and Human Behavior, bahwa ketika seseorang menekankan pada daya kendali atas pengeruh eksternal yang menimpa dirinya, kita telah memosisikan seseorang itu pada posisi tanpa daya, maksudnya jikalau kita telah menganggap atau menjudge seseorang dengan predikat yang kita berikan maka seseorang itu telah kita tempatkan pada posisi yang tidak mereka inginkan pada anggapan kita.

Perilakunya muncul hanya sebagai sebuah repertoar sebuah kosa kata aksi yang masing-masing bagiannya kurang lebih mungkin terjadi ketika lingkungannya berubah. Benar bahwa variabel sanggup diatur dalam pola-pola kompleks, tetapi kenyataan ini tidak mengubah pandangan itu, karena penekanannya masih pada sikap (behavior), bukan pada orang yang bertindak (behaver).

Akan tetapi pada beberapa hal tertentu, individu tampaknya bisa menentukan nasibnya sendiri. Ia sering kali sanggup berbuat sesuatu perihal variabel yang mempengaruhinya. Tingkatan penentuan diri biasanya diakui dalam sikap kreatif dari semisal artis dan ilmuan, perilaku disiplin dari prajurit, dan lain sebagainya, kesimpulan lebih sederhana dari penentuan diri itu bahkan lebih dikenali. Seseorang menentukan antara jalan dan tindakan alternatif, mencari penyelesaian‖ duduk perkara terlepas dari lingkungan terkait, dan menjaga kesehatan atau posisinya di tengah masyarakat melalui latihan pengendalian diri.

Seseorang sering kali mulai melaksanakan pengendalian pada perilakunya sendiri ketika respons yang didapat atas perilakunya tersebut memiliki konsekuensi-konsekuensi yang bertentangan apakah respons yang didapat berupa respons positif atau kan malah mendapat respons yang negatif.

Sederhananya ketika seseorang mencoba berperilaku baik menyerupai anggapannya di sebuah lingkungan kemudian seseorang tersebut mendapat respons yang bertentangan atas apa yang dikiranya telah sesuai dengan lingkungan tersebut, padahal nilai baik atau jelek itu mempunyai nilai yang relatif, tergantung bagaimana dilihat atau dari mana sudut pandang tersebut diambil. respons-respons yang terjadi itulah yang mendasari apakah terdapat pengendalian diri atau tidak atas seseorang diukur melalui respons balik orang tersebut yang pada lingkungan sekitarnya.

Terdapat sebuah analogi sederhana perihal pengendalian diri ini, semisal, kita biasanya mengontrol sikap melalui pengekangan fisik. Dengan pintu, pagar, dan penjara yang terkunci, perawat di rumah sakit jiwa membatasi ruang gerak pasien dengan strait-jacket, sumbat, dan penahan lengan guna membatasi gerak anggota badan mereka. Begitu pun halnya dengan individu yang mengendalikan perilakunya sendiri dengan cara yang sama. Seperti saat kita menutup ekspresi dengan tagan supaya tidak tertawa atau batuk atau menahan respons verbal yang pada balasannya dianggap sebagai kurang sehati seperti seseorang psikolog yang melarang seorang ibu untuk memarahi anaknya yang tak mau menutup ekspresi ketika bersin, atau seseorang yang memasukkan tangannya ke dalam saku semoga tidak gelisah atau tegang atau seseorang yang menutup hidungnya semoga tidak bernafas ketika di dalam air, dalam setiap rujukan tersebut sanggup dijumpai respons pengendali yang memaksakan beberapa pengendalian fisik terhadap respons yang harus dikendalikan.

Untuk menjelaskan keberadaan dan kekuatan perilaku pengendali di dalam bukunya B.F Skinner mengungkapkan bahwa seseorang menunjuk pada keadaan-keadaan penguat yang muncul ketika responsnya telah dikendalikan. Menutup ekspresi dengan tangan diperkuat dan akan terjadi lagi dalam kondisi yang sama alasannya ialah sikap tersebut mengurangi stimulus aversi yang lahir dari batuk atau kesehatan yang kurang baik. Makara respons seseorang menghindari konsekuensi penguat negatif dari respons yang dikendalikan. Konsekuensi aversi dari kesehatan yang kurang baik itu diberikan oleh lingkungan sosial, sedangkan konsekuensi aversif atau penolakan yang terjadi pada orang yang menahan hidung semoga tidak bernafas ketika di bawah air tidak memerlukan mediasi orang lain.

Rujukan:

B. F Skinner, ilmu pengetahuan dan sikap insan (Sciences and Human Behavior), Pustaka pelajar, yogyakarta, 2013.