Pendidikan Anak Dalam Islam Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Jejak Pendidikan- Ibnu Qayyim memaparkan pemikirannya mengenai pendidikan dikala sedang mengomentari tafsiran Ibnu Abbas terhadap kata Rabbani yang ditafsirkan dengan makna pendidikan, ia berkata: “Tafsiran Ibnu Abbas ini dikarenakan bahwa kata Rabbani itu pecahan dari kata tarbiyah yang artinya mendidik insan sebagaimana seorang bapak mendidik anaknya. Kemudian belia menukil pendapat Al-Mubarrad yang mengatakan, “bahwa Rabbani ialah seorang yang mengajar ilmu dan mendidik insan dengan ilmu tersebut.” Selanjutnya ia berkata, “kata Rabbani diartikan dengan makna mirip itu dikarenakan ia ialah pecahan dari kata kerja (fi‟il) Rabba-Yarubbu-Rabban yang artinya ialah seorang pendidik (perawat) yaitu seorang yang merawat ilmunya sendiri semoga menjadi tepat sebagaimana orang yang memiliki harta merawat hartanya semoga bertambah dan merawat insan dengan ilmu tersebut sebagaimana seorang bapak merawat anak-anaknya.
Jika kita perhatikan dengan seksama pedoman Ibnu Qayyim mengenai tarbiyah secara bahasa dan tidak pula berbeda dengan yang diistilahkan oleh sebagian pakar pendidikan, hal demikian tidaklah mengherankan lantaran ia ialah murabbi sejati yang benar-benar paham wacana hakikat pendidikan dan mengerti bagaimana seharusnya pendidikan itu dipraktekkan. Tarbiyah berdasarkan beliau, meliputi tarbiyah qalb (pendidikan hati) dan tarbiyah tubuh sekaligus. Beliau menjelaskan kaifiyah (cara) men-tarbiyah hati dan tubuh tersebut. Beliau berkata, “antara hati dan tubuh sama-sama membutuhkan pendidikan. Keduanya harus ditumbuh kembangkan dan ditambah gizinya sehingga bisa tumbuh dan tepat dan lebih baik dari sebelumnya.
Definisi pendidikan berdasarkan ia meliputi dua makna, yaitu:
Sesungguhnya ilmu dan pendidikan adalah kehidupan dan cahaya. Sedangkan, kebodohan ialah tamat hidup dan kegelapan. Semua keburukan penyebabnya ialah tidak adanya kehidupan (hati) dan cahaya. Semua kebaikan sebabnya ialah cahaya dan kehidupan (hati). Sesungguhnya cahaya itu menyingkap hakikat segala sesuatu dan menjelaskan tingkatan-tingkatannya. Dan kehidupan ialah pembukti sifat-sifat kesempurnaan yang mengharuskan munculnya pembenaran terhadap ucapan dan perbuatan. Karena itu setiap kali dia berbuat dalam kehidupan, maka semuanya ialah kebaikan, mirip rasa aib yang disebabkan oleh kesempurnaan kehidupan hati, pemahamannya terhadap hakekat keburukan, dan ketakutannya dari keburukan. Sebaliknya, kebodohan dan keburukan yang disebabkan oleh tamat hidup hati dan tidak takutnya kepada yang buruk. Ini mirip kehidupan di mana hujan ialah alasannya ialah kehidupan segala sesuatu.101 Allah berfirman:
Apabila kita membicarakan wacana jasmani dan rohani dalam pendidikan. Jasmani yang dimaksud bukan hanya otot-ototnya, pancaindranya dan kelenjar-kelenjarnya, tetapi juga potensi yang sangat energik yang muncul dari jasmani dan terungkap melalui perasaan. Potensi banyak sekali macam dorongan, kecenderungan-kecenderungan, dan reflek-refleknya.
Sedangkan rohani dalam pandangan Islam merupakan sentra eksistensi insan dan menjadi titik perhatian pandangan Islam. Rohani ialah daerah sandaran seluruhnya serta dengan rohani itulah seluruh alam ini saling berhubungan. Ia merupakan pemelihara kehidupan manusia. Ia merupakan penuntut kepada kebenaran, pendeknya merupakan penghubung antara insan dengan Tuhan.
Dari uraian diatas maka sanggup disimpulkan sebetulnya makna tarbiyah berdasarkan Ibnu Qayyim yaitu sebagai proses mengajarkan ilmu dan mendidik insan yang meliputi pendidikan hati dan pendidikan yang bersifat jasmaniah (fisik) yang diibaratkan mirip orang renta mendidik dan merawat anak-anaknya atau seseorang yang merawat hartanya semoga menjadi berkembang. Artinya pendidikan adalah sebuah proses yang memiliki tujuan menimbulkan insan yang memanusiakan insan dan bisa menyebarkan ilmunya.
Sumber:
Jika kita perhatikan dengan seksama pedoman Ibnu Qayyim mengenai tarbiyah secara bahasa dan tidak pula berbeda dengan yang diistilahkan oleh sebagian pakar pendidikan, hal demikian tidaklah mengherankan lantaran ia ialah murabbi sejati yang benar-benar paham wacana hakikat pendidikan dan mengerti bagaimana seharusnya pendidikan itu dipraktekkan. Tarbiyah berdasarkan beliau, meliputi tarbiyah qalb (pendidikan hati) dan tarbiyah tubuh sekaligus. Beliau menjelaskan kaifiyah (cara) men-tarbiyah hati dan tubuh tersebut. Beliau berkata, “antara hati dan tubuh sama-sama membutuhkan pendidikan. Keduanya harus ditumbuh kembangkan dan ditambah gizinya sehingga bisa tumbuh dan tepat dan lebih baik dari sebelumnya.
Definisi pendidikan berdasarkan ia meliputi dua makna, yaitu:
- pendidikan yang berkaitan dengan ilmu seorang murabbi, yakni sebuah pendidikan yang dilakukan oleh seorang murabbi terhadap ilmunya semoga ilmu tersebut menjadi tepat dan menyatu dalam dirinya disamping itu pula semoga ilmu tersebut terus bertambah. Pendidikan mirip ini diibaratkan sebagai seorang yang berharta dan merawat hartanya semoga semakin bertambah.
- pendidikan yang berkaitan dengan orang lain, yakni kerja pendidikan yang dilakukan seorang murabbi dalam mendidik insan dengan ilmu yang dimilikinya dan dengan ketekunannya menyertai mereka semoga mereka menguasai ilmu yang diberikan kepadanya secara bertahap. Pendidikan mirip ini diibaratkan mirip orang renta yang mendidik anak-anaknya.
Sesungguhnya ilmu dan pendidikan adalah kehidupan dan cahaya. Sedangkan, kebodohan ialah tamat hidup dan kegelapan. Semua keburukan penyebabnya ialah tidak adanya kehidupan (hati) dan cahaya. Semua kebaikan sebabnya ialah cahaya dan kehidupan (hati). Sesungguhnya cahaya itu menyingkap hakikat segala sesuatu dan menjelaskan tingkatan-tingkatannya. Dan kehidupan ialah pembukti sifat-sifat kesempurnaan yang mengharuskan munculnya pembenaran terhadap ucapan dan perbuatan. Karena itu setiap kali dia berbuat dalam kehidupan, maka semuanya ialah kebaikan, mirip rasa aib yang disebabkan oleh kesempurnaan kehidupan hati, pemahamannya terhadap hakekat keburukan, dan ketakutannya dari keburukan. Sebaliknya, kebodohan dan keburukan yang disebabkan oleh tamat hidup hati dan tidak takutnya kepada yang buruk. Ini mirip kehidupan di mana hujan ialah alasannya ialah kehidupan segala sesuatu.101 Allah berfirman:
Dan Apakah orang yang sudah mati, kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia sanggup berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak sanggup keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S al-An‟am/6: 122).Berdasarkan makna tarbiyah secara etimologi di atas, sanggup diketahui bahwa Ibnu Qayyim mendefinisikan tarbiyah sebagai suatu perjuangan dalam mendidik insan dengan ilmu yang dilakukan pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani penerima didik menuju terbentuknya kepribadian utama taat kepada Allah, berbudi pekerti mulia, pandai tinggi dan kesehatan jasmani dan rohani.
Apabila kita membicarakan wacana jasmani dan rohani dalam pendidikan. Jasmani yang dimaksud bukan hanya otot-ototnya, pancaindranya dan kelenjar-kelenjarnya, tetapi juga potensi yang sangat energik yang muncul dari jasmani dan terungkap melalui perasaan. Potensi banyak sekali macam dorongan, kecenderungan-kecenderungan, dan reflek-refleknya.
Sedangkan rohani dalam pandangan Islam merupakan sentra eksistensi insan dan menjadi titik perhatian pandangan Islam. Rohani ialah daerah sandaran seluruhnya serta dengan rohani itulah seluruh alam ini saling berhubungan. Ia merupakan pemelihara kehidupan manusia. Ia merupakan penuntut kepada kebenaran, pendeknya merupakan penghubung antara insan dengan Tuhan.
Dari uraian diatas maka sanggup disimpulkan sebetulnya makna tarbiyah berdasarkan Ibnu Qayyim yaitu sebagai proses mengajarkan ilmu dan mendidik insan yang meliputi pendidikan hati dan pendidikan yang bersifat jasmaniah (fisik) yang diibaratkan mirip orang renta mendidik dan merawat anak-anaknya atau seseorang yang merawat hartanya semoga menjadi berkembang. Artinya pendidikan adalah sebuah proses yang memiliki tujuan menimbulkan insan yang memanusiakan insan dan bisa menyebarkan ilmunya.
Sumber:
- Muhammad Quthub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: P.T Alma'rif, 1993).
- Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, Gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim (Yogyakarta: Pustaka Pustaka, 2005).
- Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Miftahu Darus sa‟adā , Kunci Kebahagiaan, terj. Abdul Hayyie al-Katani, dkk (Jakarta: AKBAR, 2004).
Posting Komentar untuk "Pendidikan Anak Dalam Islam Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah"