Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pandangan Para Mufassir Terhadap Al-Qur’An Surat Ali Imran Ayat 190

Jejak Pendidikan- Dari uraian klarifikasi mengenai kedua ayat diatas sanggup dipahami bahwa terdapat gejala kebesaran Allah dalam penciptaan langit dan bumi seisinya bagi orang yang cendekia yang mau mengingat dan memikirkannya dalam keadaan duduk, berdiri, berbaring dan sebagainya. Berikut ini tafsiran para ulama mengenai ayat tersebut melalui ijtihadnya:

a. Syaikh Imam al-Qurthubi

Allah SWT memerintahkan kita untuk melihat, merenung, dan mengambil kesimpulan pada gejala ke-Tuhanan. Karena gejala tersebut mustahil ada kecuali diciptakan oleh Yang Maha Hidup, Yang Maha Suci, Maha Menyelamatkan, Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun yang ada di alam semesta. Dengan menyakini hal tersebut maka keimanan mereka bersandarkan atas keyakinan yang benar dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan. Pada lafadz ٌِٝ ْ ٚا ِ لأ خاَ٠َ َ لا الْاَ ثٌَْابِ “Terdapat gejala bagi orang-orang yang berakal”. Inilah salah satu fungsi nalar yang diberikan kepada seluruh manusia, yaitu semoga mereka sanggup memakai nalar tersebut untuk merenungi gejala yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Al-Hasan menambahkan: tafakkur ialah cermin seorang mukmin, ia sanggup melihat segala kebaikan dan keburukan melaluinya. Dan beberapa hal yang harus direnungi pada dikala tafakkur ialah ancaman-ancaman dan janji-jani yang dipersiakan untuk di alam abadi annti, yaitu hari kiamat, hari kebangkitan, surge dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya, juga neraka dan segala siksa yang terdapat di dalamnya.


b. Ahmad Mustafa Al-Maragi

Sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan asumsi dan keajaiban ciptaan-Nya dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang sanggup kita rasakan pribadi pengaruhnya pada badan kita dan cara berpikir kita alasannya ialah imbas panas matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya pada dunia tanaman dan fauna, dan sebagainya merupakan tanda dan bukti yang mengatakan keesaan Allah, kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Rasulullah SAW minta izin kepada Aisyah ketika akan beribadah menyembah Allah. Diriwayatkan dari „Aisyah ra.bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepadanya :
Hai „Aisyah, apakah engkau mengizinkan kanda malam ini menyembah (beribadah) kepada Tuhanku sepenuhnya?.” Jawab „Aisyah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya menyenangi apa yang kanda senangi, menyukai apa yang kanda sukai. Dinda izinkan kanda melakukannya.” Kemudian Nabi mengambil qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit domba) yang terletak di dalam rumah, kemudian berwudlu darinya dengan air yang tidak begitu banyak. Selanjutnya ia mengerjakan shalat dan membaca suatu ayat Al-Qur‟an yang menciptakan ia menangis sampai air matanya membasahi kainnya.Kemudia ia duduk membaca hamdalah dan memuji Allah, ia menangis sambil mengangkat kedua tangannya (berdoa) sambil terus menangis, sampai saya lihat air matanya membasahi tanah.Kemudian tiba sahabat Bilal membantu ia untuk shalat subuh dan melihat ia sedang menangis.Bilal pun bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis? Bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang telah kemudian dan yang akan datang?”, Nabi SAW menjawab “hai Bilal, bukankah saya seorang hamba yang banyak bersyukur?” selanjutnya ia bersabda, “bagaimana saya tidak menangis, sedangkan Allah telah menurunkan kepadaku malam ini ayat (inna fi khalqis samawati wal ard dan seterusnya).” Beliau melanjutkan bersabda, “celakalah bagi orang yang membacanya tetapi tidak mau memikirkannya.Celakalah bagi orang yang mengunyahnya (membacanya) tetapi tidak mau merenungi maknanya.

c. Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy

Sesungguhnya dalam peraturan langit dan bumi serta keindahannya, di dalam pergantian malam dan siang, serta terus menerus beriring-iringan melalui hukum yang paling baik (harmonis), yang kasatmata pengaruhnya pada badan dan nalar kita, menyerupai panas dan dingin, demikian pula pada hewan dan tumbuh-tumbuhan, semua itu merupakan dalil (bukti) yang mengatakan keesaan Allah, kesempurnaan ilmu dan kodrat-Nya, bagi semua orang yang cendekia kuat.


d. M. Quraish Shihab

Ayat ini mengundang insan untuk berpikir, alasannya ialah sesungguhnya dalam penciptaan, yakni benda-benda angkasa menyerupai matahari, bulan, dan jutaan deretan bintang yang terdapat di langit atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta bencana dan perputaran bumi pada porosnya, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang perbedaannya, baik dalam masa maupun dalam panjang dan pendeknya terdapat gejala kemahakuasaan Allah bagiulūl-albāb, yakni orang-orang yang mempunyai nalar yang murni.

e. Prof. Dr. Hamka

Langit dan bumi dijadikan oleh Sang Khaliq, sangat indah dengan tersusun tertib dan sesuai aturan. Silih berganti malam dengan siang, betapa besar pengaruhnya terhadap kehidupan segala yang bernyawa.Terkadang malamnya pendek, siangnya panjang atau sebaliknya.Terdapat ekspresi dominan panas, ekspresi dominan dingin, ekspresi dominan hujan, ekspresi dominan gugur, ekspresi dominan semi, bahkan ekspresi dominan salju selamanya menyerupai yang terjadi di kutub.Semua ini menjadi ayat, tanda bagi orang yang berpikir, bahwa tidaklah semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Sempurnanya ciptaan-Nya tandanya mengakibatkan indah.Mulia belaka, tanda yang melindunginya mulia adanya.

Orang yang melihatnya dan mempergunakan pikiran meninjaunya, masing-masing sesuai talenta pikirannya.Entah spesialis ilmu alam, mahir ilmu binatang, mahir ilmu tumbuh-tumbuhan, mahir pertambangan, mahir filosof, ataupun seorang penyair dan seniman sekalipun. Semuanya akan dipesona oleh keteraturan alam semesta yang luar biasa. Terasa kecil dihadapan keajaiban alam, terasa kecil alam dihadapan kebesaran penciptanya. Pada alhasil tiada arti diri, tiada arti alam, yang ada hanyalah DIA, yaitu yag sebetulnya DIA. Karena kita insan (al-hayawan an-nathiq) kita berpikir.

Layaknya ulūl-albāb mempunyai intisari, mempunyai pikiran. Mempunyai biji nalar (potensi) yang jika ditanam dengan baik akan tumbuh.

Sumber:

  1. Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, Juz 4, (Jakarta: Pustaka Panjimas).
  2. Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, terj. Al-Jami’ Li Ahkaam Al-Qur’an, Dudi Rosyadi dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008)
  3. Ahmad Mustafa al-Marāği, Tafsir al-Marāği, (Bairut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2006).
  4. Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Juz IV, terj. Tafsir Al-Maraghi, Bahrun Abu Bakar dkk, (Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1993).
  5. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000).

Posting Komentar untuk "Pandangan Para Mufassir Terhadap Al-Qur’An Surat Ali Imran Ayat 190"