Spiritual Quotient
Jejak Pendidikan- Sejauh ini belum ada definisi yang memuaskan mengenai kecerdasan lantaran begitu kompleks dan tidak gampang untuk didefinisikan. Kecerdasan sanggup difenisikan merujuk pada kemampuan atau kapasitas mantal dalam berpikir atau aliran yang bertujuan dan adaptif. Dapat pula diartikan sebagai keunggulan atau kesempurnaan perkembangan kebijaksanaan budi. Para ilmuwan mendefinisikan kecerdasan (intelligence) sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah dan kemampuan untuk membuat strategistrategi atau membuat perangkat-perangkat yang mempunyai kegunaan bagi pencapaian tujuan-tujuan.
Dalam Bahasa Inggris kecerdasan dipakai dalam dua istilah yang maksudnya sama, yaitu intelligece dan quotient. Istilah yang pertama contohnya dipakai dalam adonan emotional quotient atau kecerdasan emosi dan spiritual quotient atau kecerdasan spiritual. Yang kedua contohnya dipakai dalam adonan adversityintelligence atau kecerdasan tahan banting, keuletan, ketangguhan atau kecerdasan menghadapi tantangan. Salah satu kecerdasan yang menjadikan hati sebagai sentra kecerdasan ialah kecerdasan spiritual.
Ada beberapa pendapat wacana pengertian kecerdasan spiritual. Menurut Marsha Sinetar, kecerdasan spiritual merupakan ketajaman aliran atau kecerdasan yang terilham yang sering menghasilkan instuisi, petunjuk budbahasa yang kokoh, kekuasaan atau otoritas batin sehingga timbul kemampuan membedakan mana yang salah dan mana yang benar serta kebijaksanaan.
Spiritual Quotient atau disebut juga dengan kecerdasan spiritual. Kata “Spiritual” dalam dunia modern, merujuk ke energi hidup dan ke sesuatu dalam diri kita yang bukan fisik, termasuk emosi dan karakter. Ini juga meliputi kualitas-kulitas vital menyerupai energy, semangat, keberanian dan tekad. Kecerdasan spiritual terkait dengan menumbuhkan kualitas-kulitas tersebut. Merjuk pada pernyataan Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan tertinggi ialah kecerdasan spiritual (SQ).
Menurut Ary Ginanjar Agustian, Spiritual Quotient merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap sikap dan aktivitas melalui langkah-langkah dan aliran yang bersifat fitrah, menuju insan yang seutuhnya (hanif) dan mempunyai rujukan aliran yang integralistik (tauhidi) serta berprinsip hanya lantaran Allah.
Dari beberapa pendapat diatas wacana definisi SQ, sanggup disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual ialah kemampuan seseorang untuk memberikan makna atas sesuatu serta untuk mengintegrasikan antara akal, pikiran (IQ) dan Emosi (SQ) dengan memandang segala hal dari banyak sekali sudut. Pada dasarnya kecerdasan insan diidentikkan dengan IQ untuk memperlihatkan tingkat dari beberapa kemampuan dasar tertentu, namun kita tak bisa memakai seberapa pun tinggi IQ yang kita miliki dengan bijak dan tepat tanpa adanya penguasaan emosi yang baik lantaran emosi insan merupakan fakor penting dalam kecerdasan manusia, disinilah tugas kecerdasan emosi atau EQ. IQ dan EQ seseorang akan bekerja efektif kalau ia bisa menjalankan kecerdasan spiritualnya. SQ juga berbeda dari IQ dan EQ. IQ ialah jenis kecerdasan yang dipakai untuk memecahkan duduk masalah logika dan strategis. Sementara EQ ialah jenis kecerdasan yang memberi kita rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Adapun 2 hal yang dianggap penting oleh Zohar dan Marshall, yaitu aspek nilai dan makna sebagai unsur penting dari SQ.
hal ini terlihat dari beberapa ungkapan Zohar dan Marshall sendiri, diantaranya :
- SQ ialah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan duduk masalah makna dan nilai
- SQ ialah kecerdasan untuk menempatkan sikap dan hidup insan dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
- SQ ialah kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
- SQ ialah kecerdasan yang tidak hanya untuk mengetahui nlai-nilai yang ada, tetapi juga untuk kreatif menemukan nilai-nilai baru
Dengan adanya klarifikasi diatas, diketahui sesungguhnya kecerdasanspiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi makna atau value, yakni kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Dikatakan bahwa SQ ialah landasan yang tertinggi yang diharapkan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Sedangkan dalam ESQ, kecerdasan spiritual ialah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, sikap dan kegiatan, serta bisa menyinergikan IQ, EQ dan SQ secara komperehensif, Hal ini memperlihatkan adanya keterkaitan yang sangat dekat antara ketiga kecerdasan tersebut. Ketiga kecerdasan tersebut, penulis akan mengeksplorasi secara rangkum sebagai berkut :
1. Intellegence Quotient (IQ)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan logika atau pikiran, sangat popular di kalangan umum dengan sebutan kemampuan otak kiri. IQ ialah kecerdasan otak untuk menerima, menyimpan dan megolah isu menjadi fakta. IQ juga sanggup diartikan sebagai kemampuan untuk mengetahui, menganalisis, logika, memahami, menemukan lantaran akibat, berpikir abstrak, berbahasa, menemukan sesuatu da rasio senang.
Hal yang menjadikan kecerdasan intelektual dengan kemampuan otak kiri dikarenakan kecerdasan intelektual memakai otak kiri. Dan otak kiri bertanggung jawab terhadap “pekerjaan” verbal, logika, urutan, Bahasa, angka-angka, kata-kata, analisis dan evaluasi dengan cara berpikir linier. Dengan demikian melatih dan menstimulasi otak kiri sanggup meningkatkan kecerdasan intelektual sehingga seseorang bisa mendapatkan pengetahuan lebih.
2. Emotional Quotient (EQ)
Kecerdasan emosi merupakan pengetahuan mengenai diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati, dan kemampuan untuk berinteraksi, berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Kecerdasan emosi ialah kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap rasa frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) mengatur suasana hati.
Di dalam bukunya Ary Ginanjar menyatakan bahwasanya, Kecerdasan emosi ialah kemampuan merasakan, memhami secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy, informasi, koneksi dan dampak manusia. Sedangkan penalaran logis berfungsi mengantisipasi dorongan-dorongan keliru yang kemudian menyelaraskannya dengan proses kehidupan dengan sentuhan manusiawi.
Apabila antara aliran (otak kiri) dan perasaan (otak kanan) bergabung, maka akan menjadikan keseimbangan, evaluasi dan kebujaksanaan yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (nalar) dalam jangka panjang, kecerdasan emosi ialah satu-satunya kecerdasan yang menjadi penentu terhadap keberhasilan seseorang baik dalam berkomunikasi, relasi maupun dalam kepemimpinan.
3. Spiritual Quotient (SQ)
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa yang sanggup membantu seseorang untuk membuatkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif. Dilihat dari sudut pandang seorang muslim, kecerdasan spiritual ialah kecerdasan yang berpusatkan pada cinta yang mendalam kepada Allah swt dan seluruh ciptaan-Nya. SQ akan selalu actual kalau insan hidup didasarkan visi dasar dan misi keutamaannya, yakni sebagai ‘abid atau hamba dan sekaligus khalifah Allah di bumi.
Dihadapan Allah, insan hanyalah seorang hamba sedangkan dihadapan manusia, memperlihatkan sosok khalifah fi alardhi dengan memperlihatkan sikap keteladanannya yang menawarkan dampak dan inspirasinya serta ide-ide kreatif bagi sesama. Konsep dari kecerdasan ini merangkum 6 jenis kepribadian yaitu social, investigasi, artistic, realis, kontraktor dan konvensional. Dalam konteks inilah, kecerdasan spiritual merupakan sentra dan kecerdasan paling mendasar yang menjadi sumber pembimbing yang mengarahkan kedua kecerdasan lainnya. Terdapat 12 tanda ciri khas seorang insan yang mempunyai kecerdasan spiritual :
- Kesadaran-diri. Mengetahui apa yang saya yakini dan mengetahui nilai serta hal apa yang sungguh-sungguh memotivasi kesadaran saya. Kesadaran akan tujuan hidup saya yang paling dalam.
- Spontanitas. Menghayati dan merespons momen dan semua yang dikandungnya.
- Terbimbing oleh visi dan nilai. Bertindak menurut prinsip dan doktrin yang dalam, dan hidup sesuai dengannya.
- Holisme (keadaan akan system, atau konktivitas). Kesanggupan untuk melihat pola-pola, hubungan-hubungan dan keterkaitan-keterkaitan yang lebih luas. Kesadaran akan keterlibatan yang kuat.
- Kepedulian. Sifat “ikut merasakan” dan tenggang rasa yang dalam.
- Merayakan keragaman. Menghargai perbedaan orang lain dan situasisituasi yang asing, dan tidak mencercanya.
- Independensi terhadap lingkungan. Kesanggupan untuk berbeda dan mempertahankan doktrin saya sendiri.
- Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental. Kebutuhan untuk memahami segala sesuatu, mengetahui intinya.
- Kemampuan untuk membingkai ulang. Berpijak pada problem atau situasi yang ada untuk mencari citra yang lebih besar dan konteks yang lebih luas.
- Memanfaatkan kemalangan secara positif. Kemampuan untuk menghadapi dan berguru dari kesalahan-kesalahan, untuk melihat problem-problem sebagai kesempatan.
- Rendah hati. Perasaan menjadi pemain dalam sebuah drama besar, mengetahui kawasan saya yang sesungguhnya di dunia.
- Rasa keterpanggilan. “Terpanggil” untuk melayani sesuatu yang lebih besar dibanding diri saya. Berterimakasih kepada mereka yang telah menolong saya dan berharap bisa membalas sesuatu untuknya.
Berdasarkan ciri-ciri khas yang disebutkan diatas, sifat-sifat tersebut memungkinkan untuk mengetahui secara mendalam dan untuk merekontekstualisasi pengalaman kita. Memungkinkan untuk bekerjasama dengan jiwa kita sendiri dan menempatkan diri kita di inti terdalam diri manusia. Sifat-sifat diatas ialah prinsip-prinsip aktif yang sanggup dipakai untuk membangun kecerdasan spiritual.
Rujukan:
- Danah Zoharr dan Ian Marshall, Spiritual Capital diterjemahkan oleh Hermawan Kertajaya (Jakarta : Mizan, 2006).
- Adi D Tilong, Dasyatnya Air Putih, ( Jakarta : Buku Kita, 2015)
- Danah Zoharr dan Ian Marshall, Spiritual Capital diterjemahkan oleh Hermawan Kertajaya, (Jakarta : Mizan, 2006).
- Marsha Sinetar, Spiritual Intellegensi terjemahan Soesanto Boedi Darmo, (Jakarta :Elex Media Komputindo, 2001).
- Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung : Alfabta, 2005).
- Ary Ginanjar Augustin, ESQ, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001).
- Danah Zoharr dan Ian Marshall, Spiritual Capital diterjemahkan oleh Hermawan Kertajaya, (Jakarta : Mizan, 2006).
- Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung : Alfabta, 2005).
Posting Komentar untuk "Spiritual Quotient"