Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidikan Akhlak

Jejak Pendidikan- Pendidikan moral dalam Islam telah mulai semenjak anak dilahirkan, bahkan semenjak dalam kandungan. Perlu disadari bahwa pendidikan moral itu terjadi melalui semua segi pengalaman hidup, baik penglihatan, pendengaran, pengalaman melalui pendidikan dalam arti luas. Pendidikan agama berkaitan dekat dengan pendidikan akhlak, lantaran pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, oleh lantaran itu salah satu tujuan pendidikan Islam ialah pelatihan moral karimah.

Pendidikan Akhlak terdiri dari dua kata yaitu “Pendidikan” dan “Akhlak”. Pendidikan berdasarkan John Dewey ialah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah watak insan dan insan biasa.

Secara umum pendidikan sanggup diartikan sebagai suatu proses yang didesain untuk memindahkan pengetahuan dan keahlian atau kecakapan serta kemampuan. Pemindahan dan penularan itu berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi. Pendidikan merupakan proses tanpa tamat yang diupayakan oleh siapa pun, terutama negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan keberadaan dan ilmu pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban insan itu sendiri. 

Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam masyarakat mengikuti perkembangan corak sejauh insan itu sendiri. Tak heran kalau Peters dalam bukunya, “The Philosophy Of Education”, menandaskan bahwa pada hakikatnya pendidikan tidak mengenal akhir, lantaran kualitas kehidupan insan terus meningkat.

Sedangkan “Akhlak” merupakan refleksi dari tindakan kasatmata atau pelaksanaan keyakinan dan syari’at. Kata moral secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata خُلُق yang berbudi pekerti, perangai, tabiat, adat, tingkah laku, atau sistem sikap yang dibuat. Secara terminologi moral ialah ilmu yang memilih batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, baik itu berupa perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan batin.

KBBI edisi ke empat (2008) menyebutkan bahwa huruf ialah “sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau kebijaksanaan pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain. Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) menyatakan bahwa dalam pandangan agama, seseorang yang berkarakter ialah seseorang yang di dalamnya terdapat potensi sidiq, amanah, fatanah, dan tablig. 

Dalam kaitannya dengan pendidikan moral terlihat bahwa pendidikan huruf mempunyai orientasi yang sama, yaitu pembentukan kepribadian yang baik. Lickona menyatakan bahwa moral akan membentuk suatu huruf seseorang, dimana moralitas mengandung tiga aspek yakni moral knowing, moral feeling, moral behavior.

Ada yang beropini bahwa pendidikan moral dalam Islam sanggup dimaknai sebagai latihan mental dan fisik. Latihan tersebut sanggup menghasilkan insan yang berbudaya tinggi untuk melaksanakan kiprah kewajiban dan juga rasa tanggung jawab selaku hamba Allah. Latihan-latihan ini bisa bersifat formal yang struktural dalam lembaga-lembaga pendidikan, maupun nonformal yang diperoleh dari hasil interaksi insan terhadap lingkungan sekitar. Atau dengan kata lain, pendidikan moral dalam Islam sanggup menjadi sarana untuk membentuk huruf individu Muslim yang berakhlakul karimah. Individu yang berkarakter bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan. Individu ini juga bisa menawarkan hak kepada Allah dan Rasul-Nya, sesama manusia, makhluk lain, serta alam sekitar dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan moral merupakan sebuah proses mendidik, memelihara, membentuk, dan menawarkan latihan mengenai moral dan kecerdasan berpikir yang baik. Semua bentuk ibadah mempunyai pesan-pesan moral. Puasa, misalnya, ialah suatu ibadah yang intinnya mengekang nafsu.

Dengan demikian, orang yang rajin melaksanakan puasa semestinya orang-orang yang terkendali hawa nafsunya. Tetapi, apa yang berkembang di masyarakat kini ini justru sama sekali tidak mendukung makna yang terkandung dari ibadah-ibadah yang mereka sering laksanakan. Perbedaan antara pendidikan moral dengan pendidikan huruf ialah bahwa pendidikan moral terkesan Timur dan Islam, sedang pendidikan huruf terkesan Barat dan sekuler, bukan alasan untuk dipertentangkan. Pada kenyataannya keduanya mempunyai ruang untuk saling mengisi. Bahkan Lickona sebagai Bapak Pendidikan Karakter di Amerika justru mengisyaratkan keterkaitan dekat antar huruf dan spiritualitas.

Dengan demikian, bila sejauh ini pendidikan huruf telah berhasil dirumuskan oleh para penggiatnya hingga tahapan yang sangat operasional mencakup metode, strategi, dan teknik, sedangkan pendidikan moral sarat dengan gosip kriteria ideal dan sumber huruf yang baik, maka memadukan keduanya menjadi suatu anjuran yang sangat inspiratif.

Rujukan:

  1. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005).
  2. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010).
  3. Siti Murtiningsih, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Paulo Freire, (Yoyakarta: Resist Book, 2004).
  4. Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam: Konsep Metode pembelajaran PAI, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2014).
  5. Bambang Qomaruzzaman, Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila, (Bandung: Simbiosa Rakatama, 2011).
  6. Yunus Abidin, Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama, 2012).
  7. Thomas Lickona, Education For Caracter, penerj.Lita S, Pendidikan Karakter, (Bandung: Nusa Media, 2014). 
  8. M. Yatimin Andullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007).

Posting Komentar untuk "Pendidikan Akhlak"