Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Jejak Pendidikan- Pendidikan Islam bisa dikatakan sebagai proses pengubahan perilaku dan tingkah laris seseorang dalam perjuangan mendewasakan insan melalui upaya pengajaran pelatihan, proses perbuatan, cara mendidik yang didalamnya berlandaskan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber utamanya. Jadi, nilai-nilai pendidikan Islam bisa dikatakan bahwa suatu proses pengembangan kepribadian akseptor didik dengan mengasah dan menanamkan nilai-nilai kehidupan sehingga membentuk kepribadian yang berakhlakul karimah berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah meliputi aspek nilai akidah, nilai syariah/ibadah, dan nilai akhlak.

Dalam salah satu karya Syekh Nawawi al-Bantani ini ditemukan beberapa aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang mana kitab kuning tersebut ditulis dengan banyak sekali nasihat-nasihat bagi para perjaka atau para pelajar dengan tujuan supaya mendapat ilmu yang barokah manfaat. Dalam hal ini peneliti melaksanakan pembatasan dari penulisan skripsi ini dengan membatasi nilai-nilai pendidikan islam meliputi nilai aqidah/tauhid, nilai syari‟ah/ibadah, dan nilai akhlak.


a. Nilai Aqidah/Tauhid

Aqidah merupakan bentuk masdar dari kata “aqoda-ya‟qidu-„aqdatan” yang berarti ikatan, simpulan, perjanjian tokoh. Aqidah bisa diartikan juga sebagai iman, keyakinan dan kepercayaan. Dan aqidah secara terminologi ialah urusan yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, menentramkan jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan.

Karakteristik aqidah Islam bersifat murni, baik dalam isi maupun prosesnya, dimana hanyalah Allah yang wajib diyakini, diakui dan disembah. Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati perihal Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan verbal dalam bentuk dua kalimah syahadat, dan perbuatan dengan amal shaleh.

Aqidah dalam Islam juga sangat besar lengan berkuasa ke dalam segala acara yang dilakukan manusia, sehingga banyak sekali acara tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini, berdasarkan Yusuf al-Qardawi yang dikutip oleh Muhammad Alim menyampaikan bahwa iman berdasarkan pegertian yang bahwasanya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur dengan keraguan serta memberi efek bagi pandangan hidup, tingkah laris dan perbuatan sehari-hari.

Iman bukanlah semata-mata hanya kata-kata yang diucapkan atau semboyan yang dipertahankan, tetapi ia ialah suatu hakikat yang meresap ke dalam akal, menggugah perasaan dan menggerakkan kemauan, apa yang diyakini dalam hati dibuktikan kebenarannya dengan amal perbuatan. Sebagaimana Firman Allah:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15)

Adapun fungsi dan peranan doktrin dalam kehidupan umat insan antara lain sanggup dikemukakan sebagai berikut:
  1. Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki insan semenjak lahir.
  2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntun dan mendorong insan untuk terus mencarinya.
  3. Memberikan pedoman hidup yang pasti. Keyakinan terhadap Tuhan memperlihatkan aba-aba dan pedoman yagn pasti lantaran doktrin memperlihatkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya.

Dengan demikian, Aqidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam hati melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi pola dasar dalam bertingkah laris dan berbuat yang pada karenanya akan membuahkan amal shaleh.

b. Nilai Syariah/Ibadah

Secara redaksional pengertian syari‟ah ialah “the path of the water place” yang berarti kawasan jalannya air, atau secara maknawi ialah sebuah jalan hidup yang telah ditentukan Allah SWT., sebagai panduan dalam menjalankan kehidupan di dunia untuk menuju kehidupan di akhirat. Kata syariah berdasarkan pengertian aturan Islam berarti hukum-hukum dan tata aturan yang disampaikan Allah biar ditaati hamba-hamba-Nya atau bisa juga diartikan sebagai satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan insan dengan Tuhan, hubungan insan dengan Tuhan, hubungan insan dengan sesama manusia, serta hubungan insan dengan alam lainnya.

Kaidah syariah Islam yang mengatur hubungan eksklusif dengan Tuhan disebut kaidah ubudiyah atau ibadah dalam arti khas. Kaidah syariah Islam yang mengatur hubungan insan dengan selain Tuhan, yakni dengan sesama insan dan dengan alam disebut kaidah muamalat. Jadi, ruang lingkup syariah Islam meliputi dua hal, yaitu ibadah dan muamalat.
1) Ibadah berdasarkan bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan doa. Ibadah dalam makna taat atau menaati (perintah) diungkapkan Allah dalam al-Quran, antara lain dalam QS. Yaasiin ayat.
Bukankah saya telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kau tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu ialah musuh yang konkret bagi kamu" (QS. Yasin: 60)

Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah sanggup dibagi menjadi lima kategori, yaitu:
  1. Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, menyerupai berdzikir, berdoa, memuji Allah dengan mengucapkan alhamdulillah dan membaca Al-Quran.
  2. Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti, membantu atau menolong orang lain, mengurus jenazah.
  3. badah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujudnya, menyerupai shalat, puasa, zakat, dan haji.
  4. Ibadah yang cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri, menyerupai puasa, iktikaf, dan ihram.
  5. Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, contohnya memaafkan orang lain yang telah melaksanakan kesalahan atau membebaskan orang yang berhutang dari kewajiban membayar.

2) Muamalah bermakna pengaturan hubungan (antar manusia). Dalam syariat Islam tidak dipisahkan antara hubungan insan dengan manusia, hubungan insan dengan Tuhan, dan antara urusan ibadah dengan urusan muamalah. Menurut Muhammad Alim dalam bukunya Pendidikan Agama Islam menandakan bahwa kalau diadakan perbandingan antara perhatian Islam terhadap urusan ibadah dengan urusan muamalah maka Islam lebih menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah dalam arti yang khusus.


c. Nilai Akhlak

Secara etimologi, kata watak ialah berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jama‟ dari kata “khuluq” yang artinya budi pekerti, tingkah laris dan tabiat, kebiasaan.24 Akhlak pada umumnya artinya disamakan dengan arti kata “budi pekerti” atau “sopan santun” dan tidak berbeda pula dengan arti kata “moral”. Menurut Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya‟ Ulumiddin menyatakan bahwa watak ialah citra tingkah laris dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Ruang Lingkup watak ialah sama dengan ruang lingkup anutan Islam sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama) yang meliputi banyak sekali aspek, dimulai dari watak terhadap Allah, hingga pada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa). Berbagai bentuk dan ruang lingkup watak Islam yang demikian itu sanggup dipaparkan sebagai berikut:

1) Akhlak terhadap Allah
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan dan kelebihan dibanding makhluk lainnya. Manusia diberikan nalar untuk berpikir, perasaan dan nafsu, maka sepantasnyalah memiliki watak yang baik terhadap Allah.

Allah telah banyak memperlihatkan kenikmatan yang tidak ada bandingannya dan kenikmatan dari Allah tidak akan sanggup terhitung. Sesuai dengan firman Allah:
Dan kalau kau menghitung nikmat Allah, pasti kau tidak akan bisa menghitung jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar–benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl : 18)

Banyak cara yang sanggup dilakukan dalam berakhlak kepada Allah, diantaranya adalah: Tidak menyekutukan Allah, Takwa kepada Allah, Mencintai Allah, Ridla dan tulus terhadap segala keputusannya dan bertaubat, Mensyukuri atas nikmat Allah, Selalu berdoa kepada Allah, Beribadah, Mencontoh sifat-sifat Allah, Selalu berusaha mencari keridhohan-Nya.

Jadi, cara berakhlakul karimah kepada Allah ialah beriman kepada Allah meninggalkan segala larangan-Nya dan menjalankan segala perintah-Nya. Orang yang sudah mengaku beriman kepada-Nya, sebagai kesempurnaan takwa. Oleh lantaran itu, amal ibadah merupakan satu kewajiban insan terhadap Allah mutlak ditegakkan, yaitu dengan menjalankan segala perintah dan meninggalkan larangan-nya. Sifat yang merupakan manifestasi iman dan takwa itu ialah syukur atas nikmat yang dibebankan dan sabar pada tragedi yang ditimpanya.

2) Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia ialah makhluk sosial yang kehidupannya tidak sanggup diisolasikan secara permanen dari sesamanya. Kelahiran insan di muka bumi ini dimungkinkan dari kedua orang tuanya yang kemudian menjadi lingkungan pertamanya di dunia. Perkembangan insan kemudian tergantung pada interaksi dengan kelompok masarakat dan lingkungan di sekitarnya. Pada karenanya insan menempati posisi dan memerankan kiprah tertentu. Dalam kaitan ini, maka kewajiban insan dengan sesama harus dipenuhi sehingga tercipta kondisi yang serasi dan dinamis yang menjamin kelangsungan hidupnya. Dalam Al-Quran surat Al-Imran ayat 112, Allah berfirman:

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali kalau mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjuan) dengan manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu lantaran mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu lantaran mereka durhaka dan melampaui batas”. (QS. Al-Imran : 112).

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melaksanakan hal-hal negatif menyerupai membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga hingga menyakiti hati dengan cara menceritakan malu seseorang di belakangnya, tidak peduli malu itu benar atau salah.

Disisi lain al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya diduduknya secara wajar. Tidak masuk ke rumah orang tanpa izin, kalau bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan ialah ucapan yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan ialah ucapan yang benar, jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak masuk akal pula berprasangka jelek tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melaksanakan kesalahan hendaknya dimaafkan. Selain itu dianjurkan biar menjadi orang yang cendekia mengendalikan nafsu amarah, mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri.

3) Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini ialah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya watak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi insan sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara insan dengan sesamanya dan insan terhadap alam. Kekhalifahan dengan arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, biar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

Manusia sebagai khalifah wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian alam atas kerusakannya, lantaran sangat mempengaruhi kehidupan insan di bumi. Pelestarian alam ini wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, bangsa, dan negara.30 Oleh lantaran itu, insan memiliki kiprah dan kewajiban terhadap alam dan sekitarnya, yakni melestarikan memeliharanya dengan baik. Allah berfirman:

َََ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash :77) 31

Dalam anutan Islam, watak terhadap alam seisinya dikaitkan dengan kiprah insan sebagai khalifah di muka bumi. Manusia bertugas memakmurkan, menjaga dan melestarikan bumi ini untuk kebutuhannya. Akhlak insan terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan alam ini. Dengan kemakmuran alam dan keseimbangannya insan sanggup mencapai dan memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan hidup sanggup terjaga.


Referensi:

  1. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam perspektif al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2007)
  2. Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: CV. Rajawali, 1992)
  3. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997)
  4. Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2006)
  5. H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998)

Posting Komentar untuk "Nilai-Nilai Pendidikan Islam"